09 - Kabar Buruk

29.9K 2.2K 17
                                    

Hari ini Ayna memutuskan membawa mobil dikarenakan motornya masih berada di kantor akibat ia lupa menaruh kunci motornya. Pagi ini juga Ayna berangkat lebih awal karena Vivi meminta untuk menjemput di rumah. Kini Ayna sedang dalam perjalanan menuju rumah Vivi, ia melewati perumahan yang ditempati Abby.

Tiba-tiba ia teringat dengan ucapan nabi kemarin.

"Kamu jangan lupa rumah ini ya. Kalau kita udah sah, kita bakal tinggal di sini berdua."

Rumah berdua? Ayna tertawa mengingat itu. Ayna tak mau tinggal berdua dengan pria seperti Abby, bahkan kalau boleh semisal ia menikah dengan Abby, Ayna lebih memilih tinggal di rumahnya yang sekarang.

Sekitar 10 menit, Ayna sampai ai di rumah Vivi. Vivi sudah siap dengan pakaian kerja sembari menggendong anaknya yang baru berusia 9 bulan.

Ayna turun dari mobil dan menghampiri Vivi sembari mencium bocah itu.

"Hai, Ardan," sapa Ayna.

Ardan tertawa kecil kala Ayna menyapa membuat Ayna ikut tertawa, begitupun dengan Vivi.

"Lucu banget, sih."

"Makanya lo punya anak," kata Vivi.

Ayna memutar bola matanya malas. Ia menghela napas. Mencoba tidak memperdulikan perkataan Vivi barusan yang lumayan menyinggungnya. Kenapa ya akhir-akhir ini bahasannya selalu tak jauh dari nikah dan anak?

"Mama lo udah dateng?" tanya Ayna.

"Belum. Lama banget deh." Vivi mulai kesal menunggu.

Mereka belum bisa berangkat karena harus menunggu Mama Vivi datang. Karena semenjak Vivi memutuskan untuk kembali bekerja setelah menikah dan melahirkan, semua pekerjaan dan mengurus anak diberikan kepada art rumahnya dengan pengawasan Mama Vivi.

Vivi tidak semudah itu memberikan anaknya tanpa pengawasan dari keluarga Vivi, sahabat Ayna itu terlalu parno melihat berita art yang melakukan kekerasan kepada anak majikannya. Walaupun sebenarnya art Vivi sekarang sudah bekerja selama lebih dari 5 tahun.

Tak lama kemudian sebuah mobil datang itu, Ayna tak asing dengan mobil itu. Mama Vivi turun dari mobil dengan tergesa-gesa, namun bingung saat melihat Ayna yang ada di depan rumah anaknya.

"Eh, kok Ayna di sini?"

Mama Vivi menghampiri dan langsung mengambil Ardan yang berada dalam gendongan Ardan.

"Hari ini Ayna bawa mobil jadi sekalian jemput Vivi deh," sahut Ayna walaupun itu bukan jawaban yang jujur. Karena semalam Vivi memaksanya untuk dijemput karena malas bawa motor sendiri.

Ayna hanya bisa menurut lagipula setidaknya walaupun akan memakan jarak yang lebih jauh, Vivi akan menjadi teman ngobrolnya selama perjalanan.

"Tumben, udah enggak lihat Ayna hampir sebulan kayaknya."

Ayna tertawa.

"Ya udah kalau gitu kalian berangkat sekarang udah siang," lanjut Mama Vivi.

"Oke, tante, saya sama Vivi pergi dulu ya."

Ayna mencium tangan mama Vivi, diikuti Vivi sendiri.

"Iya, iya. Hati-hati."

Kemudian Ayna dan Vivi masuk ke dalam mobil. Setelah memasang sabuk pengaman dan lainnya, Ayna mulai menjalankan mobilnya.

"Vi, ini perumahan Abby tinggal. Lo udah tau?" Vivi membuka suara saat melewati perumahan tempat Abby tinggal. "Gue sering ketemu tuh orang di sini. Enggak tau deh ngapain."

Ayna melirik ke arah kiri, dirinya sudah tahu sejak kemarin.

"Dih, ditanya enggak jawab."

"Bosen, bisa enggak sih enggak usah bahas itu orang? Lo tau kan gue gimana sama Abby." Ayna mulai mengeluarkan suara sinisnya membuat Vivi langsung terdiam saat itu juga.

Sekitar jam 7.55 mereka sudah sampai di kantor, Ayna langsung memarkirkan mobilnya di parkiran dan turun bersama Vivi.

"Ay, gue minta maaf soal di mobil."

Ayna menoleh ke arah Vivi.

"Enggak usah minta maaf, gue yang salah. Sorry kalau omongan gue tadi agak kurang sopan."

"Enggak apa-apa," kata Vivi. "Ngomong-ngomong motor lo gimana, udah ketemu kuncinya?"

"Enggak tau. Gue udah cari kunci cadangannya di rumah, enggak ada. Gimana ya? Kemarin juga gua udah cari-cari, bolak-balik dari parkiran ke ruangan sambil lihat jalan yang gue lewatin seharian selama di kantor. Tapi sama aja, engggak ada."

"Panggil tukang kunci aja," saran Vivi.

"Emang bisa?"

"Bisa."

"Oke, nanti siangan deh pas istirahat. Gue minta tolong ke si Gilang."

Siangnya Ayna pergi istirahat ke warteg untuk memberi makanan bersama Vivi. Karena melewati parkiran, jadi sekalian Ayna ke sana untuk menengok motor kesayangannya.

"Mbak, ini kunci motornya bukan?" Gilang tiba-tiba menghampiri Ayna. "Tadi kata pak Satpam ada yang kasih ini ke dia."

Ayna mengambil kunci motor tersebut, ia mengernyit. Benar, ini kunci motor dirinya yang hilang seharian.

"Lho, ada di mana ini, Lang?"

"Tadi pak satpam yang nganterin, Mbak. Saya enggak tau apa-apa."

Ayna kembali melihat-lihat kunci motor tersebut. Menoleh ke arah Vivi, namun Vivi juga tak paham. Ayna langsung lega. Tapi Ayna bingung, ada di mana kunci motornya yang hilang ini?

"Oke, makasih ya, Lang."

"Iya, Mbak, sama-sama."

Ayna kemudian mendekati motornya dan naik.

Vivi jadi bingung, "Mau kemana lo?"

"Ke warteg, panas kalau jalan." Ayna menyalakan motor, "Mau ikut enggak?"

Vivi lantas naik. Dan ikut dengan Ayna pergi ke warteg membeli makanan di jam istirahat. Walaupun jaraknya memang tidak jauh dari kantor, setidaknya mereka akan lebih cepat karena mengendarai motor.

***

Sorenya Ayna menyuruh Vivi untuk membawa motor miliknya karena ia harus membawa mobilnya.

"Vi, hati-hati. Lo duluan aja, nanti tungguin gue di rumah biar gue yang anter. Soalnya gue sekalian isi bensin dulu," kata Ayna dari dalam mobil.

Mereka sudah berada di kendaraan masing-masing.

"Oke," sahut Vivi. "Gue duluan, jangan lama lo ya."

Ayna mengangguk, setelah itu mulai menjalankan mobilnya. Di tengah perjalanan, suara ponsel membuat Ayna kurang fokus mengendarai mobil.

Sebuah telepon dari nomor yang tidak dikenalnya. Ayna langsung mengangkat nomor itu.

"Ay."

Ayna merasa tidak asing, namun ia lupa siapa pemilik suara yang kini tengah tersambung dalam telepon.

"Mama kamu jatuh dari kamar mandi, Ay."

Ayna berhenti di pinggir jalan ketika mendengar ucapan dari nomor yang tidak dikenalnya.

"Mama kamu sekarang di rumah sakit."

"Lo siapa?" Ayna penasaran bercampur khawatir. Ia takut terjadi apa-apa dengan mamanya, tapi ia tidak tahu siapa yang meneleponnya kali ini.

"Aku Abby. Datang ke rs yang aku udah kasih alamatnya."

Napas Ayna tertahan. Tidak peduli kenapa Abby bisa meneleponnya padahal ia sudah memblokir kedua nomor pria itu. Ia lebih peduli soal Hera yang terjatuh dari kamar mandi dan kini masuk rumah sakit. Ayna kembali menjalankan mobilnya dengan tangan yang bergetar karena ketakutan menuju alamat yang diberikan Abby lewat WhatsApp.

Bersama MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang