My Universe.

291 38 10
                                    

NAMJOON'S POV.

Seorang petualang bernama Andre Malraux menulis dalam bukunya La Kondisi Humaine (1933), mengatakan bahwa 'jika seorang pria tak siap mempertaruhkan nyawanya lalu dimana harga dirinya ??'

Tapi bagiku pribadi, berpetualang bukanlah sekedar mengukuhkan sebuah harga diri hingga harus mempertaruhkan nyawa. Berpetualang adalah panggilan jiwa dengan cara menjalani hidup yang lebih berwarna, menyenangkan, bersemangat, sensual dan mengikatkan diri kepada alam sebagai bagian dari ciptaan Tuhan yg terjalin secara harmonis dan seimbang.

Banyak orang yang tak paham akan 'passion' yang membuncah dalam hati kami. Ketika terus menerus ingin pergi dari rumah, meninggalkan segala kenyamanan, makanan yang enak, tempat tidur yang empuk serta udara yang hangat. Kami menyukai hal-hal yang disukai orang normal juga tentunya, tapi tak akan lama. Akan sering datang perasaan ingin dan rindu segala sesuatu yang bertentangan dengan segala kenyamanan dirumah.

Dan yang terpenting dari semua perjalanan, semua puncak, salju, pasir, ngarai, gua dan savanah serta rain forest yang rapat mengelilingi ku aku semakin paham siapa diriku dan apa hakikatnya aku ada di dunia ini. Aku juga menjadi paham apa itu komitmen. Komitmen pada diri sendiri, alam dan kepada sesama mahluk hidup.

Dan komitmenku pada Jin Hyung. Pria indah dan punya segalanya, aku punya sebuah komitmen yang tak tertulis dengannya. Komitmen yang berbahaya sekaligus tak biasa. Komitmen yang banyak merubah diriku untuk hanya bisa memegang satu orang dengan erat dalam satu genggaman tanganku.

Seperti komitmenku pada alam ku bahwa aku akan menghormatinya dan menjaga sepenuh hatiku.

Kedua orang tuaku, Jin Hyung ku, Ara ku, Tony ku dan semua sahabat-sahabatku serta manusia-manusia yang ada di sekitarku, hewan, tumbuhan adalah'my universe' . Tempatku berproses dan harta yang kumiliki selama di dunia ini. Yang sifatnya sementara.

Walaupun hanya sementara dan akan kugenggam erat dalam kedua genggaman tanganku.

Seperti peta kontur Kilimanjaro yang ada di genggaman kedua tanganku saat ini. Dari peta ini aku bisa tahu Medan seperti apa yang akan aku dan tim yang kami lalui setelah ini. Setidaknya aku masih punya gambaran. Tapi dengan Jin Hyung kau tak punya 'peta konturnya'. Hubunganku dengan Jin Hyung aku hanya punya 'peta buta' yang hanya ada gambar tapi tak ada petunjuk arah ataupun nama tempat. Apa aku akan tersesat ?? Maybe yes, maybe no.

"Hai, sedang melamunkan apa ??"

Lee Do Hyun, salah satu rekan satu tim ku sebagai 5 calon summiter menepuk bahuku. Dia seorang 'anak mami' yang sedang kabur dari kungkungan sang mami.

"Betapa indahnya alam ini"

Jawabku singkat sambil memperhatikan puncak Uhuru yang berdiri pongah di depanku.

"Iya memang indah seperti surga kalau dilihat dari jauh, tapi ketika kita tapaki seperti sedang di neraka"

Lalu kami berdua tertawa berbarengan. Menyadari bahwa apa yang dikatakannya benar adanya. Kami merasakan di neraka ketika lutut kami bergemeretak ketika harus melewati tanjakan-tanjakan yang menyeramkan.

"Neraka yang selalu kita rindukan"

Ujarku lagi dengan sedikit melamun.

"Yeah, neraka yang selalu kurindukan yang membuat ayah ibuku tak paham kenapa aku menyukai 'neraka' ini"

Jawab Do Hyun lagi dan kata-kata itu membuatku nyengir kuda karena aku juga pernah mengalaminya.

Pria yang lebih tua 2 tahun dariku ini menoleh padaku dengan senyum yang dikulum.

"Kita sama Hyung. Percayalah semua akan berubah seiring waktu. Yang terpenting kita tidak meninggalkan kewajiban-kewajiban kita"

"Itulah masalahnya. Aku sudah tinggal di apartemenku sendiri, punya usahaku sendiri tapi kedua orang tuaku masih ikut campur pada hobiku. Menurut mereka apa yang kulakukan ini tak masuk akal dan tak ada guna. Hei coba bayangkan, hal yang sangat kau cintai sampai mati tapi orang-orang yang mencintaimu bilang itu tak ada guna. Haiiisshh...."

Dear Namjoon...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang