Pagi ini, Olivia berjalan menuju gerbang sekolah usai turun dari mobil. Tatapannya memandang lurus ke depan, memperhatikan empat orang anggota OSIS dari kelas XI tengah melakukan razia atribut dengan mengenakan jaket almamater sembari membawa notes dan pulpen guna mencatat "tersangka". Sesekali menatap ke arah sepatu biru dongkernya menyapu jalanan aspal bagian tepi, berbarengan dengan para murid yang lain yang rata-rata lebih didominasi kelas XII.
Udah. Losss aja! Orang sepatu gue yang item juga udah robek. Ketimbang buang-buang duit, gue pake ini aja dah.
Hingga akhirnya, Olivia tiba di gerbang bercat putih tulang yang berdiri kokoh nan megah itu. Berbaris, menunggu giliran selama beberapa menit. Hingga akhirnya, tibalah gilirannya. Gadis itu tetap melakukan sesuai prosedur, meski dipandang sinis oleh para anggota OSIS tersebut. Seperti menjulurkan kedua tangan sebagai bukti jika ia tak mengenakan gelang kemudian menunjukkan kaos kaki serta sepasang sepatunya.
"Ini kok biru dongker semua? Ngetrend, ya?" sindir salah seorang mereka menatap ke arah sepatu Olivia dan seorang laki-laki dari kelas XII sebelah mengenakan warna sepatu yang sama.
"Terpaksa," jawab laki-laki itu kemudian berlalu dari sana.
"Kak, namanya siapa?" tanya seorang gadis dari salah satu anggota OSIS itu pada Olivia.
"Olivia Ongkowijaya," jawab Olivia menoleh dan melontarkan tatapan tajamnya. "Apa gunanya ada name-tag?" tanya Olivia menunjukkan sikap senioritasnya.
"Makasih," balasnya menulis nama Olivia di sebuah buku notes disertai senyuman.
Kalo catat, mah, catat aja. Nggak takut gue. Lagian juga, apa sih manfaat name-tag kalo udah dipasang?
Selepas itu, Olivia pun bergegas berlalu meninggalkan gerbang sekolah dan pergi menuju kelasnya yang ia prediksi lumayan ramai. Sebab, jarum jam telah menunjukkan pukul setengah tujuh. Tak lupa sedikit membungkukkan badan ketika melewati para guru yang duduk di bangku yang dulunya pernah ia tempati bersama Oliver. Sesekali mengamati sekitar, siapa tahu ia akan berjumpa dengan Oliver meski mustahil rasanya.
Tapi, itu hanyalah sebuah angan. Olivia tak menemukan keberadaan laki-laki itu ketika tiba di gedung B sebelum akhirnya, ia memutuskan untuk langsung menuju kelasnya.
"Hey, everybody!" sapa Olivia pada seluruh teman-temannya yang pagi ini sudah memenuhi satu-persatu bangku mereka lalu berjalan menuju bangkunya dan meletakkan tas di sana.
"Oy, Liv! Pagi-pagi dah heboh ae lo," komentar Nadine mengikuti gerak-gerik Olivia melalui pandangan matanya.
Olivia terkekeh. "Harus semangat, dong!"
"Anjir."
"Iya lah. Secara, kan, sekarang ada Oliver. Ya, nggak, Liv? Eaaa," goda Nia tersenyum jahil pada gadis itu didukung siulan dari Salma.
"We're just partner, okay?" Olivia menjawab memberikan klarifikasi.
"Masa?"
Olivia mengiakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Days With You [TERBIT]
Teen FictionINSPIRED BY A TRUE STORY "Napa, sih, kamu suka bikin gemes?" tanya Oliver mencubit pipi Olivia yang terlihat lebih tirus dari sebelumnya. "Cubit aja terosss, sampe molor," komentar Olivia mendengus kesal usai pipi terlepas dari cubitan Oliver lalu m...