Hari ini, Olivia menjalani harinya cukup indah, meski ada rasa mengganjal dalam benak usai masalah kemarin. Ia melangkah menuju parkiran sembari bersenandung ria dan memainkan kunci motor.
Sebelum benar-benar pergi, gadis itu berencana menungu Oliver yang masih berada di dalam kelas. Olivia akui, logikanya masih terkalahkan oleh rasa yang hadir dalam benak. Jujur saja, ia masih bingung, keputusan apa yang akan diambil selanjutnya.
"Olivia," panggil Bu Weni sedikit berteriak membuat seluruh murid yang berada di sana mengalihkan pandangan pada Olivia.
Begitupula sang empu, seketika menolehkan kepalanya ke belakang dan langsung menghampiri wanita tersebut. "Iya, Bu?" tanyanya.
"Saya mau tanya sesuatu sama kamu."
"Oh, kalo boleh tahu, tentang apa, ya, Bu?"
"Hubungan kamu sama Oliver."
Deg!
Baru saja, satu masalah selesai. Dan, sekarang, masalah lain muncul. Tapi, jika boleh, Olivia berharap, ini takkan menjadi masalah selanjutnya.
"Kamu pasti udah tahu rumor yang lagi beredar," jeda Bu Weni diselingi kekehan. "Santai aja, saya nggak nakut-nakutin kamu, kok. Saya cuma mau bilang, kalo sebentar lagi, Oliver bakal sertijab OSIS. Dan, kalian, bisa bebas. Tapi, ingat, jangan sampai melewati batas," tuturnya.
Olivia mengerutkan dahi. Ia mengerti apa yang dimaksud Bu Weni. "Bebas? Kami bestie-an aja, kok, Bu."
"Yakin?"
"Iya."
"Berapa persen?"
"Seratus persen." Itu hanya di lisan. Tidak dalam hati. Keduanya saling bertolak belakang.
Bu Weni tersenyum mendengar jawaban Olivia. Matanya beralih pada sosok laki-laki nampak menuruni tangga. "Ya udah. Tiati, ya. Udah ditungguin Oliver, tuh."
"Iya, Bu." Olivia terkekeh. "Kalo gitu, saya pamit dulu. Mari."
"Konsultasi lagi?" tanya Oliver mengenakan helm sembari melihat Olivia mendekat ke arahnya.
Olivia menggeleng. "Nggak."
"And then? Masalah novel?"
Sekali lagi, Olivia menggeleng. "Nggak. Gegara gosip tentang kita kesebar. Terus, ya, aku ceritain yang sebenarnya, kalo kita bestie," jelasnya.
Sejak kedatangannya, Olivia terus-menerus menatap sorot mata Oliver, menghargainya sebagai lawan bicara. Tidak hanya kepada laki-laki itu, tapi juga kepada semua orang yang ia temui. Dan, tentu saja, ia dapat menangkap perubahan sorot mata Oliver yang tak bisa dijelaskan.
"There's a problem?"
"No." Oliver seketika menghindari tatapan mata Olivia.
Apa gue salah ngomong, ya? Tapi, emang bener, kok, gue sama Oliver gak ada apa-apa. Walaupun, gue masih ada rasa ke dia.
Olivia mengangguk kecil, tak ingin memperpanjang masalah. "Temen-temenmu mana?" tanyanya mengganti topik.
"Udah pulang duluan. Oh, ya, pulang sekolah, aku main ke rumah Mada."
"Oke."
***
Melihat gerbang pagar rumah Mada terbuka lebar dan sudah menjadi kebiasaannya, Oliver langsung memasukkan motornya ke dalam garasi dan terparkir rapi di antara jejeran motor sport lainnya.
Ia membuka helm. Melepas pengait dan merapikan tatanan rambutnya. Lalu, turun dari motor, menghampiri teman-temannya nampak sibuk dengan game di handphone di teras rumah dengan berbagai makanan junk food serta minuman bersoda di depan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Days With You [TERBIT]
Teen FictionINSPIRED BY A TRUE STORY "Napa, sih, kamu suka bikin gemes?" tanya Oliver mencubit pipi Olivia yang terlihat lebih tirus dari sebelumnya. "Cubit aja terosss, sampe molor," komentar Olivia mendengus kesal usai pipi terlepas dari cubitan Oliver lalu m...