1

11.8K 666 19
                                    

Pertemuan setiap orang adalah takdir yang tidak bisa disangkal. Keluarga, teman, jodoh, adalah bagian dari hidup yang mau tidak mau harus diterima. Cara setiap orang untuk bertemu pun akan berbeda satu sama lain. Tidak ada kata terlambat dalam sebuah pertemuan, bisa di bilang hanya menunggu waktu yang tepat.

Karina Ayunda Harsono salah satu murid di SMA Negeri Jakarta, termasuk murid yang memiliki privilege dan class yang tinggi. Dia cantik, tinggi, putih, dan tentunya memenuhi kriteria gadis yang memesona. Selain itu, otaknya sangat dapat diajak kompromi. Di semester 1 kelas 11 ini dia mampu masuk kelas IPA dengan kategori kelas spesial di mana isinya hanya terdiri dari 30 orang dengan peringkat tertinggi di angkatan. Lebihnya lagi dia yang menjadi peringkat 1.

"Lo tuh sengaja ga lihat rangking paralel gara-gara emang gamau tahu apa udah tau duluan kalo lo rangking satu sih Rin?" Tanya Giselle temannya dalam kelas yang sama.

Karina terkekeh mendengar lontaran Giselle, "males aja ntar juga di-upload di portal sekolah. Lagian ngapain sih di pajang gitu, ngabisin kertas." Balas Karina sambil menggeser mangkok bakso yang tinggal menyisakan kuahnya.

"Iya juga ya." Balas Giselle polos, terlihat sedikit berpikir akan itu. "Kalo dipajang gitu keliatan jelas banget gue urutan 30 di kelas anjir." Keluh Giselle. Sebenarnya Giselle ini tidak mau berada di kelas tersebut. Entah ilham dari mana tahun kedua ini dia malah terjebak di kelas yang isinya manusia kelebihan otak semua. Bisa dibilang Giselle hanya beruntung dan sebenarnya tidak niat-niat banget. Mungkin kalau ada tawaran dia pindah di kelas biasa saja tanpa pikir panjang dia akan setuju. Toh tidak ada gunanya juga di kelas itu, bikin pinter tidak bikin stress iya.

Peringkat paralel semester pertama di masing-masing tingkat memang baru beberapa menit tadi di pajang di mading sekolah. Semua orang seakan tidak kaget jika Karina lah yang menyabet sebagai peringkat pertama dengan nilai tertinggi se-kelas 11 IPA. Beberapa orang saja yang seakan tidak percaya dengan hal itu. maksudnya, Karina cantik, dia juga dari kalangan orang yang terpandang, kemudian pintar juga. Seakan-akan dunia tidak adil dalam memperlakukan mereka ketika melihat betapa luar biasanya Karina.

"Eh, btw Rin." Karina menghentikan gerakannya yang hendak berdiri membayar makananya. "Gue kemaren lihat si Haje jalan sama Savira adek kelas, lo tau ga?" Haje, atau Haris Juanda, satu-satunya cowok satu sekolahan yang berani mendekati seorang Karina Ayunda. Haje memang menunjukkan ketertarikannya kepada Karina, namun Karina menganggap Haje hanya sebatas teman SMP yang patut untuk diingat namanya.

"Savira OSIS bukan?" Tanya Karina.

"Iya yang cantik gila. Gimana tuh?"

"Ya biarin lah, emang mau ngapain?"

"Lo sama Haje sebenernya apaan sih? Asli penasaran gue. Gue lihat-lihat kalo lagi ngobrol bisa nyambung banget, manggil aku-kamu, tiap hari chat-an, giliran kalo kaya gini udah ga ada peduli-pedulinya."

"Gue udah bilang kan temen SMP doang." Ucap Karina lelah sebenarnya. Semua temannya mengira kalau dia sedang dekat dengan Haje. Iya memang Karina akui kalau Haje adalah satu-satunya cowok yang dekat dengannya sekarang. Tapi kembali lagi, dia hanya menghormati Haje sebagai teman SMP-nya, membalas segala kesopanan, dan perhatian yang Haje beri. Tidak ada niat lebih. Perkara aku-kamu Karina hanya menyesuaikan dengan panggilan itu karena Haje yang memulainya.

"Lo tuh sadar ga sih si Haje suka sama lo?"

Karina hanya mengangguk.

"Ya jangan lo PHP lah." Balas Giselle sedikit emosi. "Eh tapi dianya juga buaya ya. Nah ke sini tuh buaya." Giselle menatap Haje dan kedua temannya yang baru memasuki kantin.

"Udah makan kamu?" Seperti yang diperkirakan orang-orang, dia menghampiri meja Karina.

"Ga lihat lo tuh mangkok sisa." Balas Giselle sinis.

Jeno'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang