31

2.2K 262 6
                                    

Naren tergagap menghampiri ranjang Haneen di ruang UGD rumah sakit dekat sekolahnya. Matanya mengincar seseorang berseragam sama dengannya di ruangan itu. Dan setelah menangkap sosok ibunya yang tergopoh di samping salah satu ranjang membuat Naren terburu mendekat.

"Udah sadar Ma?" Tanya Naren antusias.

"Mata kamu ke mana." Balas ibunya sengit sambil mengarahkan dagunya ke arah Haneen yang masih terkulai lemah.

"Ya Allah Ma Ma." Keluh Naren paham ibunya masih marah dengannya. Salah dia sendiri kebut-kebutan akibat berangkat kesiangan sih.

Naren diam mendengarkan percakapan dokter dengan orang-orang dewasa yang ada di sana. Jadi alasan kenapa Haneen bisa pingsan selama itu adalah dia memiliki riwayat asma akut yang mana sesak napas di awal kecelakaan membuat paru-parunya kaget dan berakibat pada lemahnya pasokan udara yang masuk. Naren juga kurang paham intinya dia ada asma akut dan harus di rawat.

Haneen di pindah di ruangan inap rumah sakit tersebut. 

"Bu sekali lagi saya minta maaf ya ini murni kesalahan anak saya." Ucap ibunya sudah delapan kali Naren hitung kepada ibu Haneen.

"Iya gapapa Bu, ini mungkin Haneen juga ga tengok kanan kiri pas nyebrang. Solanya itu anak juga suka siang berangkatnya." Balas ibu Haneen memaklumi.

Namun ibunya malah mendrama dengan memegang tangan ibu Haneen dan mengulang maafnya. Naren yang jengah melihat itu pun memberanikan diri masuk ke ruang rawat inap.

"Assalamualaikum." Ucapnya pelan takut seseorang yang ada di ruangan itu tertidur.

Haneen yang kebetulan sedang menatap kosong jendela ruang inapnya pun menoleh kaget melihat sosok kakak kelasnya berdiri sungkan di balik pintu. "Waalaikumsalam." Balasnya lirih. Dia kenal kakak kelas tersebut, mustahil apabila tidak mengenalinya. Satu sekolah bahkan mungkin paham sepak terjang seorang Narendra di sekolah.

"Eh gue boleh masuk ga?"

"Boleh Bang silahkan." Ucap Haneen mempersilahkan. Dia agak mengangkat beban tubuhnya untuk duduk untuk menunjukkan kesopanannya.

Naren sedikit kaget mendengar panggilan Haneen untuknya, pikirnya apakah Haneen tahu Naren kakak kelasnya? "Eh gausah biasa aja, santai... lo tidur aja, masih sakit semua kan badan?" Naren mendekat, berusaha mencegah Haneen yang susah payah untuk duduk.

"Eee Haneen ya? Sorry banget ya Nin, sumpah tadi pagi murni kesalahan gue." Naren tulus meminta maaf. Badannya pun sedikit tertunduk meminta pengampunan.

"Eh ga kok Bang. Gue juga salah kok nyebrang ga liat kanan kiri dulu." Ucap Haneen membuat Naren mendongak.

"Sama-sama salah la ya. Maaf banget ya Nin."

"Gapapa Bang gue juga minta maaf ya."

Naren tersenyum dan mengangguk pasrah. "Gue tremor banget anjir lo ga bangun-bangun." Bersamaan itu keringkat menetes di dahinya. Padahal ruangan itu ber-AC.

Haneen tertawa pelan mendengar pengakuan Naren. "Maaf ya bikin panik. Gue emang lemah Bang."

"Eh ga gitu maksud gue." Naren menggeleng-gelengkan kepala kuat. Takut salah bicara. 

Melihat itu pun Haneen tersenyum lagi. Dia kira Naren orang yang dingin dan berwibawa. Ternyata konyol juga ketika mendengar kata yang terucap dari bibirnya. "Paham-paham kok Bang santai." Ucap Haneen mengurangi kepanikan Naren. "Lo gapapa Bang?" Tanya Haneen memastikan karena dia yakin betul Naren juga terluka ketika tabrakan terjadi.

Naren melihat lagi lukanya yang mengering. Mati-matian tadi dia menahan umpatan karena perih diobati dokter belum lagi ibunya yang mengomel panjang lebar di sampingnya. "Dikit doang ini mah."

Jeno'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang