23

3K 414 14
                                    

Cuaca sore itu tak seperti biasanya. Terik matahari masih sangat terang padahal jam sudah menunjuk di angka empat. Karina yang tengah melamun memandangi kolam ikan belakang kelasnya pun seakan tenggelam termakan kilauan sinar yang terpantul jernihnya air kolam.

Suasana kelas telah sepi. Hanya dia sendiri yang memang sengaja pulang akhir karena berinisiatif untuk piket terlebih dahulu.

Suara langkah kaki mendekat kemudian usapan lembut di rambutnya membuat Karina mendongak. Matanya mengerjap kemudian tersenyum.

"Ngapain? Nyenja?" Tanyanya sambil duduk di samping Karina.

"Kok belum balik? Udah sore lo." Tanya Karina balik. Ekspresinya terlihat khawatir.

"Nungguin lo dari tadi ga keluar-keluar kelas." Kata Jeno dengan senyum tipis di bibirnya.

"Dih ngapain?"

"Balik bareng lah."

"Hera bener-bener ga mau bareng lo lagi Jen?" Tanya Karina lugas, tanpa ada niat menyindir sedikit pun.

Entahlah Karina sendiri sebenarnya kurang setuju dengan keputusan Jeno menjauhi Hera.

Perkara uang kemarin keluarga Jeno mengikhlaskan karena memang merasa simpati melihat kesulitan kakak Hera untuk mengembalikan uang Jeno. Orang tua Jeno bahkan datang ke Rumah Sakit tempat nenek Hera di rawat untuk memastikan semua baik-baik saja.

Karina sendiri tidak tahu apa alasan Jeno menjauhi Hera akhir-akhir ini. Kalau kata Giselle Jeno benar-benar sudah sadar kalau hubungannya dengan Hera memang sedikit ada yang salah.

Hati kecil Karina pun mensyukuri kalau memang Jeno tidak sekurang ajar kemarin. Dia menjadi lebih terbuka, berusaha jujur, dan berusaha menarik atensi Karina untuk dekat dengannya. Namun ada bagian lain dari Karina yang menyayangkan renggangnya hubungan Jeno dan Hera. Mereka berteman sudah lama dan harus mengalami kondisi seperti ini hanya karena kesalahan keduanya.

"Rin lo emang ga mau banget apa sama gue? Dua bulan lo Rin gue berusaha buat deketin lo." Ucap Jeno dengan putus asa. "Masa masih Hera aja yang jadi perkara."

Karina menatap Jeno dengan tatapan merasa bersalah, berusaha menenangkan perasaannya yang mungkin tersinggung dengan pertanyaan Karina sebelumnya. "Bukan gitu Jen. Lo inget ga sih gue pernah bilang, perlakuin Hera dengan sewajarnya, gue ga ada nyuruh lo ngejauhin Hera."

"Gue ga ngejauhin Hera Rina. Berapa kali gue udah bilang, gue kaya gini menghargai lo. Usaha gue buat ngeyakinin lo."

Karina menatap intens mata Jeno. Ada keyakinan kuat di sana tapi entah kenapa dia masih ragu. "Tapi kan kalo kaya gini juga ujung-ujungnya lo jadi kaya marahan sama Hera Jen. Kesannya gue ngelarang lo deket sama Hera." Karina mencoba jujur dengan perasaannya. Memang desas-desus seperti ini muncul mengingat Jeno dan Karina memang terlihat sangat akrab akhir-akhir ini dan justru hubungan Jeno dengan Hera terkesan renggang. Karina hanya ingin hidupnya tenang, walaupun nanti dia dengan Jeno benar-benar menjadi pasangan, setidaknya Hera bukan menjadi gosip murahan tersendiri yang membayangi hubungan mereka.

Jeno menatap Karina tajam, terkesan tidak percaya terhadap apa yang baru saja dia dengar dari mulut Karina. Jeno sampai heran, sebenarnya yang diinginkan Karina itu hubungan seperti apa? Apakah memang Karina hanya niat berteman saja ataukah memiliki arti yang lebih lanjut dengannya?

"Gimana sih Rin? Lo maunya gimana? Gue deket lagi sama Hera? Gue jadian juga nih lama-lama sama tuh bocah!" Kesal Jeno membuat Karina tersadar kekhawatirannya menyinggung ego Jeno.

Tangannya menggenggam telunjuk Jeno yang ada di atas meja. "Bukan gitu Jen maksud gue, jangan marah gitu dong."

"Lah lo bikin emosi mulu. Dulu gue deket sama Hera mencak-mencak, sekarang giliran gue jauh juga uring-uringan. Gimana sih Rin? Kita nih gimana?"

Jeno'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang