Akhir-akhir Karina dibuat pusing dengan persiapan olimpiadenya, ambisinya kuat untuk bisa memperoleh peringkat pertama kali ini. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Karina tidak ingin mendedikasikannya kepada siapapun. Orang tuanya mendukung penuh apapun hasilnya nanti, gurunya berharap besar tetapi tidak memaksa setiap delegasi yang akan berpartipasi nanti, teman-temannya bahkan tidak peduli.
Selain persiapan olimpiade, hubungannya dengan Jeno juga sedikit menarik perhatian Karina akhir-akhir ini. Walaupun masih jarang bertemu ketika di sekolah, Jeno akan selalu memberikannya tumpangan jika kebetulan dia pulang sore karena ada latihan band. Walaupun tidak setiap hari, setidaknya itu saja cukup untuk Karina tahu tentang Jeno lebih jauh.
Kabar dekatnya dengan Jeno pun sudah menyebar di seluruh sekolah. Untungnya anak-anak sekolah seakan mewajarkan kedekatannya dengan Jeno. Mungkin karena jarang terlihat berdua dan sesekali pulang bareng itu pun ketika sudah sore sehingga masyarakat sekolah cenderung tidak peduli.
Ponselnya bergetar menandakan adanya panggilan, nama Jeno Bagaskara tertera di sana.
"Kenapa Jen?" Angkatnya tanpa basa-basi.
"Udah selesai belum Rin?" Tanya Jeno lembut. Satu lagi yang dia tahu dari Jeno bahwa dia tidak suka berbicara dengan intonasi keras. Suaranya rendah dan kadang sedikit lirih membuat Karina harus sedikit lebih berusaha mendengarkan.
Karina melirik jam yang melingkar ditangannya, "eh." Kaget karena jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. "Udah-udah kok. Lo di mana, parkiran apa ruang musik?" Tanyanya sembari membereskan barang.
"Di parkiran nih."
"Oke gue otw ya Jen."
"Oke." Kemudian Karina mematikan panggilannya dan bergegas menuju parkiran.
Senyumnya melebar ketika melihat Hera juga sedang berada di sana. Langkahnya sedikit memelan melihat Jeno dan Hera yang sedang terlibat obrolan serius. Karina tidak ingin mengganggu, mungkin ada hal penting yang harus mereka bahas.
Merasa ada yang mendekat, Hera menoleh dan kaget melihat Karina yang tengah tersenyum lebar menghampirinya. Ekspresi wajahnya diubah menjadi lebih tenang dari beberapa detik yang lalu.
"Karinaaa." Panggilnya.
Karina tersenyum dan mendekat. " Kalo masih ada yang perlu diomongin gapapa kok, gue nunggu di sini yaa."Karina berdiri diam agak jauh dari mereka berdua. Sumpah niatnya benar-benar ingin memberikan waktu dan tempat bagi mereka untuk mengobrol. Ketika berucap pun Karina menampilkan senyumnya.
"Eh nggak. Tadi tuh gue cuma mau nagih buku PR sejarah gue ke Jeno. Soalnya kata Haekal ada di Jeno."
Karina ber-oh ria. Dia mendekat ke Jeno dan Hera.
"Besok ya Rin Olimnya. Semangat yaa."
"Doain yaa."
"Pasti didoain lah."
Karina melirik Jeno. Ekspresinya tidak berubah sama sekali, masih saja sama saat pertama Karina menatapnya di parkiran.
"Lo ga balik Ra?"
Hera tersenyum, mungkin senyum memang tidak pernah luntur dari wajah Hera. "Gue masih nunggu Naren. Bentar lagi kayaknya."
"Emang ke mana tu bocah?"
"Lagi sama adek kelas biasalah modus bangke."
Karina tertawa, "beneran sama dia kan tapi?"
"Iya tadi dia udah bilang kok. Pulang aja gapapa, buruan Jen anterin, Karina harus istirahat biar besok bisa totalitas ngerjainnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeno's
FanfictionBukan cerita tentang cowok berandalan yang jatuh ke cewek baik-baik, bukan cerita ketua OSIS yang yang berhasil menaklukkan manusia kurang ajar sesekolahan, bukan juga tentang teman masa kecil yang terjebak friendzone. Hanya tentang Jeno yang pada a...