20

2.7K 381 29
                                    

Terhitung genap seminggu Karina mendiamkan Jeno. Semua panggilan dan pesan dari Jeno dia abaikan sampai entah nanti kapan batas waktu yang tepat menurutnya.

Karina melempar pelan ponselnya di sofa ruang keluarga. Hiji yang tengah asik bermain game kesukaannya pun sampai kaget karena ponsel Karina mendarat bebas di belakang kepalanya.

"Kenapa dah Ka?" Tanyanya kesal.

"Kamu kalo jadi kakak bakalan mau ga sama Jeno?"

Hiji menaikkan sebelah alisnya heran, mereka memang sering curhat satu sama lain, bahkan mungkin lebih nyaman curhat kepada sesama daripada kepada orang tua. Tapi baru kali ini Karina curhat soal cowok. Sedikit membuat Hiji tertarik. "Emang kakak diajak pacaran sama Bang Jeno?"

Karina diam sebentar, menimbang apakah seharusnya dia bilang Hiji atau tidak. "Seminggu pas kemaren di rumah Naren Jeno bilang suka sama kakak, tapi kakak pas itu sebel banget sama dia."

"Terus sekarang masih sebel?"

"Masih lah, dia tuh gimana sih Ji, aneh banget deh kesel banget pokoknya." Jelas Karina uring-uringan sendiri.

Bagaimana tidak, setelah Jeno menyatakan perasaannya seminggu yang lalu, besoknya dia masih asik haha hihi bersama Hera. Karina sampai hampir gila dibuatnya. Maksud Jeno apa dan pola pikir otak dia bagaimana masih menjadi misteri besar untuk Karina. Padahal hampir tiap jam juga Jeno akan selalu menerornya dengan pesan dan panggilan telepon.

"Yaudah kalo mah bikin kesel doang gausah aja Ka ribet amat." Balas Hiji rasional.

Karina tertegun untuk beberapa detik, iya memang benar juga sih, "tapi Ji, kakak tuh pengennya-"

"Kakak suka sama Bang Jeno?"

"Iya bisa dibilang gitu sih. Cuma Jeno nih deket banget Ji sama temen ceweknya. Pokoknya deket banget deh sumpah kek kesel banget kakak."

"Siapa?"

"Ada pokoknya-"

"Ka Hera ya, yang sama Bang Naren?" Tanga Hiji dengan senyum jahilnya.

Karina tergelak, "kok tau?"

"Kemarin aku yang suruh Bang Naren jauhin Ka Hera. Soalnya kasihan banget galau mulu ga ada ujung. Eh pas kesininya nyambung banget sama cerita kakak."

Karina melongo, jujur dia kaget, kaget yang benar-benar kaget. "Ha?"

"Jangan lah Ka, orang Bang Naren aja aku suruh udahan, masa iya kakak aku sendiri aku suruh lanjut."

"Ha?" Beo Karina hanya di balas senyum kecil oleh Hiji.

"Ha ho ha he!" Semprot Hiji gemas sendiri. "Jangan, mereka toxic, aku ga suka sama Bang Jeno."

"Yah Hiji." Protes Karina.

"Mendingan Bang Naren lah ke mana-mana juga. Udah mah rajin ibadah, ganteng, keren, yah ga pinter-pinter banget sih tapi seenggaknya ga malu-maluin." Tutur Hiji mempromosikan Naren.

Karina mencibir, "kamu nih kena pelet Naren apa gimana?"

"Lah beneran lo ini, mana Bang Naren kan deket sama ayah juga, sering main ke sini."

"Mainnya kan sama kamu."

"Yaudah ntar kalo ke sini aku suruh Bang Naren main sama kakak."

Karin tertawa, Hiji memang masih kecil. Belum bisa dia yang begini-begini. "Dih." Katanya degan tersenyum. "Kakak sama Naren mah udah bestie Ji, ga bisa di gitu-gituin."

Kini giliran Hiji yang mencibir, "pokoknya daripada sama Bang Jeno galau mulu, mending sama Bang Naren aja, jelas."

"Hiji dah gede ya dah tau pacar-pacaran. Udah punya pacar emang kamu?"

Jeno'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang