Katanya, wanita bisa mencapai impinya jika dia tidak sibuk mengurusi luka yang ditorehkan oleh seorang lelaki. Jadi ... ingat kata Bora.
Komen dong, yakali aku nulis 1200+words, tapi kalian gak ada yang sudi komen beberapa kata sih?
Tega ya kalian!!! wkwk.πππ
Aku ingin berteriak rindu. Akan tetapi, aku tahu kamu akan tetap diam membisu. Oleh karena itu, aku lebih memilih berteriak kepada masa depan bahwa aku akan mewujudkan impiku.
IQ (F=m.a)Nakula dan Glara datang setelah Utkarsa menelponnya. Keduanya sama-sama terlihat begitu cemas dan berjalan begitu cepat menuju Utkarsa.
Tepat ketika keduanya mendekat, dokter dan suster mengeluarkan Bora dari dalam ruang IGD. "Pasien harus dioperasi dan dipindahkan ke ruang ICU. Silahkan tanda tangani persyaratan dan membayar administrasi."
"Untuk sementara pasien dipindahkan ke ruang tunggu terlebih dahulu."
Nakula dan Glara tersentak sewaktu Utkarsa menendang kursi. "Dokter tidak bisa lihat gadis ini sedang sekarat? Bawa dia ke ruang operasi sekarang. Masalah biaya, kalian meragukan keluarga Nakula?"
Glara mengusap bahu Utkarsa. "Redakan emosimu, Utkarsa." Glara berusaha meredakan emosi Utkarsa.
"Utkarsa hanya tidak ingin keadaan Bora menjadi parah karena tidak segera ditangani, Tante."
Nakula melanjutkan perbincangan dengan dokter hingga akhirnya Bora saat itu juga dipindahkan ke ruang operasi dan bersiap untuk dioperasi. Nakula berjalan ke ruang administrasi setelah pintu ruang operasi tertutup rapat. Sedangkan, Glara dan Utkarsa menunggu di luar.
"Maaf, Tante."
"Udah takdirnya Bora, Utkarsa. Sekarang kita harus berdoa ke Tuhan masing-masing, ya."
πππ
Ned berjalan menyusuri halaman rumah sakit. Lantas, matanya jatuh dan menatap tajam pria paruh baya yang baru keluar dari dalam rumah sakit. Ned menyunggingkan senyum sinisnya. Pria itu sudah lama tidak pernah dia jumpai, tetapi sering dia temui.
Setelah melihat pria tersebut masuk ke dalam mobil dan menjalankan mobilnya, Ned mengambil langkah mantap untuk masuk ke dalam rumah sakit.
Dia berjalan menyusuri koridor yang terasa begitu dingin. Ned memberhentikan langkahnya sewaktu seorang gadis yang dia kenal berjalan ke arahnya.
"Kak, gimana?" tanya gadis itu.
"Butuh waktu agak lama. Gue gamau ngambil resiko gagal."
"Kalau enggak berhasil gimana?"
"Lo ngeraguin gue? Gue udah siapin ini beberapa tahun untuk satu hari nanti."
πππ
Kishika berjalan bersama Manendra menuju lantai paling atas di rumah sakit. Kishika terlihat begitu santai, sama sepeti halnya Manendra. Kishika menatap aneh para bodyguard yang berdiri mengawasinya satu-satunya ruangan di lantai paling atas ini.
"Siapa sih, Pi, yang sakit?"
"Nenek," jawab Manendra.
Kishika terkejut. "Nenek? Kenapa?"
"Jatuh dari tangga."
Kishika lagi-lagi terkejut. Seolah gadis itu sama sekali tidak mengingat kejadian yang sesungguhnya. Seolah gadis itu sedang disihir oleh kata-kata Manendra yang hanya bualan semata.
KAMU SEDANG MEMBACA
IQ (SELESAI)
Teen Fiction[BEBERAPA PART DIPRIVAT. FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA YA] Untuk diakui sebagai manusia, harus menerapkan rumus Fisika, hukum Newton kedua. Terlebih, bagi ketiga keluarga dengan IQ tertinggi di Indonesia. Mereka selalu menempati posisi teratas dalam a...