Vote dulu ya:)
"Manusia hanya bisa berencana, mereka tahu akan hal itu. Bahkan ketika rencana tersebut rusak di hari ini, keesokan harinya manusia akan tetap merakit kembali rencananya. Meski, mereka tidak tahu rencana tersebut akan diporakporandakan oleh siapa, kapan, dan di mana."
IQ (F=m.a)Pagi hari sekitar pukul sembilan, sudah banyak kumpulan manusia di dalam sebuah gedung khusus yang terletak di pusat kota. Bukan hanya di Jakarta saja, akan tetapi di seluruh penjuru Indonesia hari ini tengah mengadakan IQ Classificationyang diselenggarakan di gedung khusus yang dibangun di setiap provinsi Indonesia, tanpa terkecuali.
Kumpulan manusia tersebut sedang bersiap untuk melakukan tes IQ yang diadakan satu tahun sekali. Beberapa dari mereka diantar oleh keluarga masing-masing yang memberi dukungan—ada beberapa dukungan yang dapat dikatakan sebuah tekanan.
Sebelum masuk ke dalam ruangan utama, mereka mengisi daftar hadir lengkap dengan scan barcode serta cap tiga jari. Memang, seketat itu untuk menghindari kecurangan atau tes yang diwakilkan oleh orang lain.
Ruangan utama didekor minimalis dengan kesan modern dan megah. spanduk bertuliskan, "Welcome to IQ Classification 2021" tertulis jelas di depan ruangan yang dihiasi foto-foto tokoh dengan IQ tertinggi antara lain, Ainan Celeste Cawley, dengan skor IQ 263. William James Sidis (IQ 250-300), Terence Tao (IQ antara 225 dan 230), Marilyn Vos Savant (IQ 228), sampai Christopher Hirata (IQ 225).
Ruangan tersebut sudah diisi penuh oleh para remaja. Mereka duduk di tempat yang telah diarahkan oleh staff acara yang memakai seragam batik berwarna lilac.
Bora menghela napas dan mengembuskannya berkali, berusaha menenangkan diri dan menormalkan adrenalin. Tidak lucu, 'kan, kalau IQ nya lebih kecil dari tahun kemarin hanya karena faktor adrenalin.
"Tes akan dimulai sepuluh menit lagi. Silahkan bagi yang ingin ke toilet sekarang. Terima kasih." Setelah membuat pengumuman, seorang wanita elegan yang memakai seragam staff tersebut mematikan kembali mic dan turun dari podium.
Bora berdecak kesal. Selalu saja dia akan mudah buang air kecil ketika acara penting seperti ini. Bora beranjak dan berjalan cepat ke kamar mandi. Sebelumnya, dia sempat menatap Xena yang baru keluar dari bilik toilet paling pojok.
"Please lah, hari ini aja jangan beser banget!" tekannya pada diri sendiri di dalam kamar mandi. Bora bahkan tetap di sana dan memaksakan membuang air meski sedikit selama lima menit.
Selepas dikira sudah cukup baginya, Bora keluar dari kamar mandi. Matanya menangkap Xena yang sedang menatap bayangan dirinya di atas kaca.
"Ra, lo lama banget. Tadi gue nyuruh lo nunggu gue taunya gue yang nunggu lo di sini sepuluh menit. Ayo, buru. Nanti keburu mulai."
Xena menarik tangan Bora. Bora agak sedikit terkejut, akan tetapi Bora langsung mengangguk paham. Mereka berdua duduk agak berjauhan. Xena berada di barisan ke enam sedangkan Bora berada di barisan ke empat.
"Silahkan duduk di tempat masing-masing. Ada empat puluh buah butir soal, dengan waktu tiga puluh menit. Token untuk mengakses terdapat di kartu identitas masing-masing seperti biasa."
Seluruh remaja yang berada di ruangan ini duduk tegak dengan tatapan fokus menatap layar komputer. Tidak ada satu pun suara yang keluar dari mulut mereka semua. Hanya detingan jam yang berbunyi secara periodik, menambah rasa gugup bagi sebagian orang.
"Silahkan log in dan mulai mengakses token masing-masing."
Suara mouse ditekan terdengar saling sahut menyahut. Bora meringis saat tangannya sudah berkeringat dingin, dia bahkan sempat salah mengetikkan namanya. "Tenang, Bora, tenang."
KAMU SEDANG MEMBACA
IQ (SELESAI)
Teen Fiction[BEBERAPA PART DIPRIVAT. FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA YA] Untuk diakui sebagai manusia, harus menerapkan rumus Fisika, hukum Newton kedua. Terlebih, bagi ketiga keluarga dengan IQ tertinggi di Indonesia. Mereka selalu menempati posisi teratas dalam a...