Yang gak ninggalin jejak, bismillah bisulan meskipun enggak mengkonsumsi telur berlebih 🙏🏿🤣
[Kalau ada Typo, bilang ya...]
Happy membaca!!!
"Semua orang bisa saja lupa tentang sebuah kenangan. Hanya saja, kenangan itu akan selalu ada sampai kapanpun. Kenangan hanya terkubur, tidak pernah punah. Sebut saja itu hukum Kekekalan Kenangan."
IQ (F=m.a)Di salah satu ruangan, semua orang berkumpul. Mulai dari orang penting yang bekerja sama dengan keluarga Ranajaya, perwakilan dari SMP Trayi, beberapa tetangga, dan juga Nawasena. Nawasena selalu berada di samping Bora saat mendengar kabar tentang kepergian Trayi. Seperti saat ini, di mana Bora bergantian melihat Trayi untuk yang terakhir kali sebelum benar-benar dimakamkan, nanti.
Bora menatap buku Yasin yang dia pegang. Tidak sanggup rasanya untuk sekedar membuka kain yang menutup wajah Trayi, apalagi untuk melihat wajah pucat milik Trayi.
Nawasena berbisik pelan, "Dilihat Trayinya, Ra. Dilihat lamat-lamat, ini terakhir kali lo bisa liat dia."
"Belum sanggup, Naw," lirih Bora yang masih terus terisak, seakan air matanya tidak kenal lelah untuk terus keluar.
"Yaudah, baca Yasin dulu, baru lihat bareng-bareng, ya."
Nawasena duduk di kursi, diikuti oleh Bora yang duduk di sebelahnya. "Gue enggak bisa baca, Ra. Gue bukan muslim. Gue doa ke Tuhan gue, ya."
Bora mengangguk pelan. Bora menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya membacakan surat Yasin untuk Trayi. Bacaan itu terdengar memilukan bagi Nawasena, sebab Bora terus terisak bahkan ketika sedang membaca ayat suci Al-Qur'an.
Selepas selesai membaca Yasin dan berdoa. Bora menatap tubuh Trayi yang tertutup kain. "Naw," panggil Bora pelan.
"Udah siap, Ra?"
"Udah."
Nawasena beranjak dari duduk, tangannya membuka kain yang menutupi wajah Trayi, hingga Bora dapat melihat dengan jelas wajah adeknya yang sangat pasi, dengan hidung yang sudah disumpal oleh kapas.
Lagi, tangisan yang mulai mereda kembali deras. Bora menatap wajah Trayi lamat-lamat, untuk yang terakhir kali, cukup lama.
"Udah, Naw."
Nawasena kembali menutup wajah Trayi dengan kain, lantas mereka keluar dari ruangan. Di luar, Bora berjongkok dengan tangan yang menutup wajahnya. Wajah Trayi tadi membuat hatinya kembali sesak. Rasanya, masih seperti berada di mimpi.
Siapapun, tolong bangunkan Bora dari mimpi yang tidak pernah Bora harapkan kenyataannya.
Nawasena ikut berjongkok di depan Bora, memeluk gadis yang terus terisak sejak sore kemarin tanpa henti, gadis ini juga belum tidur sama sekali.
Bora semakin terisak di dalam pelukan Nawasena. "Naw, gue belum jadi kakak yang baik untuk Trayi."
"Gue sama Trayi baru satu atap tiga hari, Naw."
"Terlalu mendadak sampai sesak banget rasanya...."
"Gue baru tidur bareng sama dia sekali, di malam sebelum dia pergi."
"Dia bilang, dia mau tidur bareng gue sebulan sekali, Naw."
"Gue baru peluk dia sekali."
Nawasena mengusap pelan punggung Bora, sesekali menepuk pelan dan mengusap rambut Bora yang semakin panjang. "Lo masih bisa peluk adek lo dengan cara doain dia, Ra."
KAMU SEDANG MEMBACA
IQ (SELESAI)
Teen Fiction[BEBERAPA PART DIPRIVAT. FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA YA] Untuk diakui sebagai manusia, harus menerapkan rumus Fisika, hukum Newton kedua. Terlebih, bagi ketiga keluarga dengan IQ tertinggi di Indonesia. Mereka selalu menempati posisi teratas dalam a...