"Simbiosis mutualisme itu terjadi ketika kedua belah pihak sama-sama merasa diuntungkan. Kalau ternyata yang terlibat lebih dari itu, ada pihak ketiga dan keempat yang terlihat merasa dirugikan, apakah tetap bisa disebut sebagai simbiosis mutualisme?"
IQ (F=m.a)Apa yang akan kalian bayangkan jika mendapat peringkat pertama untuk pertama kalinya, padahal biasanya mendapat peringkat kedua? Senang, kan? Berharap mendapat pujian dari orang tua, itu salah satu harapan Nawasena setiap kali berusaha untuk mendapati posisi tersebut.
Hanya saja, itu memang hanya sebuah harapan. Sebab, setelah Nawasena mendapat peringkat satu, justru Prisa sama sekali tidak merasa senang. Prisa hanya senang tiap kali Nawasena mendapat medali emas bulu tangkis. Hanya itu. Prestasi lain Nawasena tidak dilirik sama sekali olehnya.
"Mama enggak senang?" tanya Nawasena.
"Kamu mau daftar kuliah di kampus khusus atlet, kan, Naw?" Bukannya menjawab pertanyaan Nawasena, justru Prisa balik bertanya, pertanyaan yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan topik yang dibuka oleh Nawasena.
"Nawasena mau masuk perguruan tinggi jurusan pendidikan sejarah."
"Naw...."
"Kapan Nawasena boleh memilih pilihan Nawasena sendiri, Ma?"
"Setelah berhasil mendapatkan medali emas di olimpiade internasional. Seperti papamu."
"Tapi Nawasena mau jadi guru."
"Kamu bisa jadi guru kalau udah pensiun jadi atlet. Enggak harus PNS kan?"
"Ma..., Nawasena juga mau mencoba ikut jalur rapor, atau jalur tulis masuk perguruan tinggi negeri di Indonesia. Sekali, aja Ma. Nawasena berjuang di bidang akademik mulai dari nilai rapor sampai prestasi lomba untuk itu. Jalur rapor cuma ada sekali seumur hidup setelah lulus, gak ada kesempatan kedua waktu Nawasena pensiun jadi atlet."
Prisa hanya menatap putranya, mendengar keinginan Nawasena yang belum pernah dia dengar sebelumnya. "Sana kamu istirahat," katanya seraya beranjak dari duduknya.
"Ma, Mama dengerin aku gak sih?" tanya Nawasena kali ini dengan nada yang sedikit naik. Nawasena mulai kesal. Padahal, dia hanya ingin didengarkan, dan diberi sedikit pengertian.
"Mama punya telinga, Nawa. Sana kamu tidur, daripada di sini malah buat keributan."
Nawasena terlihat menarik napasnya dalam-dalam lalu menghela napasnya, dia berusaha untuk tidak emosi di depan Prisa. Remaja satu ini tersenyum simpul. "Nawasena sayang Mama," ucapnya sebelum pergi meninggalkan Prisa sendiri di ruang keluarga.
Prisa mengernyit saat melihat sebuah pulpen terjatuh dari saku celana Nawasena. Wanita paruh baya tersebut memungut pulpen biru milik anaknya. Prisa memicingkan matanya, tak lama dia justru tersentak. Jantungnya berdebar kencang saat rasa takut mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.
Prisa berjalan cepat ke kamarnya dengan napas memburu. Dia terlihat panik sambil mencari sebuah barang. Lampu senter UV dan juga sebuah lup yang ternyata terletak di laci paling bawah yang jarang dia sentuh. Dinyalakan senter UV yang kini menyorot ke arah pulpen milik Nawasena tadi. Sebelah tangan lainnya yang bergetar itu memegang lup, mengarahkan lup ke pulpen.
Matanya kembali terbuka dengan sempurna saat sebuah tulisan di pulpen tersebut bisa terbaca dari lup dengan bantuan sinar UV. Tenggorokan Prisa tercekat sewaktu membaca satu kalimat yang tertulis di sana. Dengan cepat tangannya menaruh pulpen ke dalam laci paling bawah dan kembali menguncinya. Tangannya yang dingin dan bergetar itu kini bergerak menelpon seseorang.
πππ
Bora saat ini sedang menaruh dokumen barunya di sebuah ruangan khusu dokumen keluarga Ranajaya. Setelah kembali ke rumah Ranajaya, keluarga Ranajaya mengajukan pembuatan KTP Bora yang baru, Kartu Keluarga Ranajaya yang baru dan lain sebagainya sehingga dokumen Bora seluruhnya sudah berganti nama menjadi Bola Princess Ranajaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IQ (SELESAI)
Teen Fiction[BEBERAPA PART DIPRIVAT. FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA YA] Untuk diakui sebagai manusia, harus menerapkan rumus Fisika, hukum Newton kedua. Terlebih, bagi ketiga keluarga dengan IQ tertinggi di Indonesia. Mereka selalu menempati posisi teratas dalam a...