48. Sel Kromator

1.6K 429 51
                                    

Jangan lupa komen, ya ♡

Selamat membaca, semoga enggak mengecewakan.

"Tidak semua kesan pertama yang baik menunjukkan seseorang tersebut orang baik. Tidak semua kesan buruk menunjuk orang tersebut bersifat buruk. Manusia harus mengenal lebih dalam, sebelum memutuskan pandangan tentang baik atau buruknya seseorang."
IQ (F=m.a)

"Naw!" Bora berteriak seraya melempar kotak P3K ke arah Nawasena. Bora kesal dengan ucapan Nawasena pada Xena. Bora kesal dengan tindakan Nawasena yang langsung mematikan telepon setelah mengucapkan kalimat frontal pada Xena. Intinya, Bora sangat kesal.

"Xena harus belajar untuk sembuh mulai sekarang, Ra."

"Tapi enggak gitu juga caranya!"

"Mau pakai cara lembut ataupun semi kasar, itu tetap aja sama-sama melukai Xena, Ra."

"Lo terlalu terburu-buru tau!"

"Selama ini, bertahun-tahun gue nahan untuk gak bilang kalimat itu ke Xena, lo bilang gue terburu-buru?"

"Iya! Gue tau lo-"

"Lo gapernah tau apa-apa, Ra."

Bora mengernyit dengan mata yang memandang Nawasena dengan sinis. Entah kenapa, emosi Bora benar-benar naik begitu gampang sore ini. Mungkin karena rasa takut dengan keadaan di labirin. Mungkin juga dia memang sangat tidak menyukai tindakan Nawasena pada Xena. Padahal, om Lopika benar-benar ingin menjaga hati Xena.

"Gue tau-"

"Lo gak pernah tau tentang perasaan gue. Capek, Ra. Gue capek."

Raut wajah Bora seketika berubah pasi saat Nawasena berjalan mendekat dengan tatapan sendunya. "Naw, sorry," sahutnya.

"Sorry untuk apa? Untuk gak pernah tau tentang perasaan gue ke lo selama ini?"

Deg. Jantung Bora seakan berhenti sejenak setelah Nawasena melontarkan pertanyaan itu padanya. Bora masih mendongkak, bola matanya bertubrukan dengan bola mata Nawasena yang berdiri di depannya seraya menundukkan kepala.

"Perasaan gue ke lo lebih dari sahabat, Ra."

"Sejak keseratus kali lo bukain permen untuk gue."

"Sejak pertanyaan yang lo kasih ke gue tentang pelajaran genap tujuh puluh pertanyaan."

"Sejak lo buat gue bangkit waktu gue kehilangan papa."

"Hari itu. Waktu Om Lopika nelpon kita berdua yang lagi ngerangkai seribu bunga mawar. Gue niatnya mau nembak lo setelah kita selesai buat mawar ke sembilan puluh sembilan, tapi gagal, Ra. Dan justru tepat di hari itu gue jadi pacar Xena, meskipun gak resmi."

Bora ingat. Di hari itu, Nawasena benar-benar bersemangat mengajaknya untuk merangkai seribu mawar dengan kain flanel yang dibawa oleh Nawasena sendiri. Hanya saja, waktu mereka sedang membuat bunga ke sembilan puluh dua, mereka mendapat kabar tentang Xena. Lantas, mereka bergegas pergi ke rumah Lopika.

Benar kata Nawasena, Bora tidak pernah tahu apa-apa.

"Naw, maaf, menurut gue itu salah satu hal yang udah digariskan Tuhan. Kita beda Tuhan, Naw. Kalaupun kita jadian waktu itu, kita enggak bakal pernah abadi."

Nawasena mendongkak, sakit sekali rasanya menerima kenyataan dan ucapan Bora. Akan tetapi, sedetik kemudian Nawasena terperanjat sewaktu Bora memeluk kakinya.

"Gue juga pernah suka sama lo. Cuma, gue sadar, Naw. Kita enggak pernah ditakdirkan untuk menjalin ikatan sepasang kekasih karena...., untukmu agamamu, untukku agamaku. Itu terjemah salah satu ayat di kitab suci gue."

IQ (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang