part 1

3.3K 184 15
                                    

"om, nikah yuk!"

Gadis yang di ketahui bernama Aqila Gentari dan kerap di panggil Ila itu tiba-tiba bercelatuk sembari netranya menatap penuh binar ke arah pria yang saat itu sedang duduk di kursi taman yang berada tak jauh dari perusahaan miliknya.

Pria yang awalnya sedang fokus pada laptopnya, netranya langsung teralih ketika mendengar penuturan dari gadis yang entah sejak kapan sudah berdiri di depannya.

"Maksudnya?" Alis pria itu menatap bingung, ia takut salah dengar.

"Yuk, nikah, Om. Nanti Ila bikin anak yang banyak buat om."

Mulut pria itu sedikit menganga mendengar penuturan dari gadis di depannya. Ia langsung menetralkan mimik wajahnya menjadi datar kembali.

"Emang kamu mau sama saya yang udah tua kaya gini?" Pria itu mengumpat dalam hati tak kala harus mengakui dirinya sendiri sudah tua, padahal umurnya baru saja menginjak dua puluh tujuh tahun, sedangkan gadis di depannya itu berumur sekitar tujuh belas tahun.

Dengan senyum mengembang Aqila menyahut. "Mau kok, om. Yang penting banyak duitnya dan ganteng."

Pria itu menggelengkan kepalanya pelan, tak habis pikir dengan pikiran dengan gadis yang masih mengenakan seragam abu-abunya.

"Tidak bisa, saya sudah punya tunangan."

Bohong, sebenernya pria itu tidak punya tunangan. Ia baru beberapa hari di selingkuhi oleh mantan pacarnya.

Mendengarnya membuat bibir gadis itu baju beberapa senti. "Kalau gitu, om mau enggak jadi sugar Daddy aku?" tanyanya antusias dengan mata beberapa kali berkedup mengoda.

Astaga!

Pria itu melebarkan matanya, bisa-bisanya gadis seperti ini ingin punya sugar Daddy.

Ervan---pria itu semakin di buat heran dengan gadis aneh yang sekarang sudah duduk manis di sebelahnya.

"Kamu masih muda kenapa mau jadi istri saya?"

"Pengen dapat uang jajan banyak, terus punya suami ke om ganteng kaya sugar Daddy."

Ervan terdiam sejenak, lalu mengulas senyum tipis. "Oke, saya terima tawaran kamu."

Aqila menyengritkan keningnya bingung. "Ma-maksud, om?"

"Saya mau nikah sama kamu, nanti saya ke rumah kamu."

Aqila berdehem untuk menghilangkan rasa gugup yang tiba-tiba menyerang dirinya.

"Maaf, om dan selamat! Om sudah berhasil kena prenk saya, itu semua tadi enggak beneran kok om!"

****

Sedang asik-asiknya rebahan sembari membaca novel, tiba-tiba saja gadis itu terganggu oleh sesosok laki-laki yang membuka pintunya cukup kencang.

Saat akan memaki sang pelaku, langsung tertahan karena pelaku itu langsung berbicara.

"Ila, Lo di panggil sama ayah tuh."

Aqila menaikan sebelah alisnya, bingung. "Ada apa bang?"

"Ada tamu, nyariin lo."

Aqila semakin di buat bingung oleh ucapan Raka---kakaknya itu. Ia berjalan turun dengan hanya mengunakan piyama Doraemon dan rambut yang di cepol asal.

Di ruang tamu ada ayah, bunda, dan seorang lelaki yang duduk membelakanginya.

Mereka tampak akrab dalam obrolan, apa lagi bunda ya terlihat antusias mengobrol dengan seorang wanita yang seumuran dengan bundannya.

"Ada apa, yah?"

Pupil mata Aqila melebar ketika melihat om om yang di taman itu sudah duduk berhadapan dengan Yudha ayahnya dan tengah menatapnya juga.

"Kamu duduk dulu, ada yang mau di bicarakan."

Aqila mengangguk sebari mendaratkan bokongnya ke sofa tepat di sebelah bundanya.

"Namanya Ervan, katanya dia mau melamar kamu," ucap Yudha to the poin, paruh baya itu tampak tenang dengan iris mata yang tajam.

Bola mata Aqila melebar mendengar ucapan ayahnya, dia melirik sekilas ke arah Ervan yang menampakkan wajah datar.

Banyak pertanyaan yang hingap di kepalanya soal pria yang duduk bersebrangan dengannya.

Bagaimana bisa pria itu tahu rumahnya dan ternyata ucapan pria itu tidak adanya candaan.

Aqila masih diam dengan perasaan yang campur aduk.

"Tapi yah, Ila enggak mau. Ila kan masih sekolah," ucap Aqila sebari di dalam hati berdoa semoga ayahnya mau merubah keputusannya.

"Empat bulan lagi kamu lulus, jadi enggak papa kalian nikah juga. Lagian nikahnya akan tertutup."

"Tapi Ila enggak mau nikah muda, yah."

Aqila menatap ayahnya dengan tatapan memelas berharap sang ayah bisa menurutinya.

Dian yang sedari tadi diam mengelus rambut putrinya. "enggak baik nolak lamaran orang, sayang. kamu terimanya."

Aqila berdecak dalam hati, niat ingin menyelesaikan dare dari teman-temannya. Ia malah terjebak dalam dalam permainannya sendiri.

Aqila menghembuskan nafasnya pelan, ia kembali melirik Ervan yang ternyata sedang menatapnya juga.

"Ila boleh ngobrol dulu sama, om?" cicit Aqila pelan.

"Boleh, pak saya ijin bawa Ila ke luar dulu."

"Iya, silahkan. Kalian memang butuh ngobrol."

Ervan berjalan duluan di ikuti Aqila dari belakang.

Mereka berhenti di teras rumah, Aqila ikut duduk di sebelah kursi Ervan.

"Om kenapa beneran datang ke rumah?"

Setelah keheningan beberapa saat, Aqila mutuskan memulai percakapan terlebih dahulu.

Ervan yang sedang menatap langit, melirik sekilas ke arah Aqila yang sedang menatapnya.

"Bukanya kamu yang mau nikah sama saya?"

"Saya kan cuman becanda, om. Saya cuma ngejalanin tantangan dari teman saya."

"Saya enggak peduli, lagian saya pengen nikah. Kebetulan kamu nawarin, apa salahnya saya terima," ucap Ervan melempar senyum tipis, menatap wajah gelisah dari gadis di sebelahnya.

"tapi kok om bisa tahu rumah saya sih? Om penguntit ya?!" tanya Aqila dengan tatapan menyelidik.

"Kalau iya?" Ervan memajukan wajahnya menatap Aqila dengan menarik turun kan alisnya.

"Ih, jauh-jauh!" Aqila mendorong wajah Ervan yang begitu dekat dengan wajahnya.

"Om kalau mau nikah cari cewek lain aja om, nanti saya bantu cari."

"Gak, saya maunya kamu."

Aqila menghela nafasnya. Jari-jarinya semakin saling bertautan, mencoba menghilangkan rasa gelisah. Ia terus berpikir caranya agar ia bisa menolak lamaran pria yang ada di depannya, sialnya ia tidak bisa berpikir jernih saat ini.

"Tapi saya enggak mau, om."

"Kamu harus mau, nanti saya kasih uang jajan kok. Kamu mau punya sugar Daddy kan?"

Aqila mendengus kesal, menatap tajam pria di sampingnya itu. Ia memang sering becanda ingin punya sugar Daddy, tapi itu hanya candaannya saja.

"Saya udah punya pacar om."

"Putusin."

Ervan berdiri berjalan memasuki rumah, meninggalkan Aqila dengan perasaan yang campur aduk ke es campur:v

"Gimana, sayang?" Baru saja menduduki tubuhnya, Yudha langsung bertanya.

Aqila diam sejenak, meminang minang keputusan yang dia ambil. Ia berharap keputusan yang dia ambil tidak salah.

"Ila, ikut keputusan ayah aja."

"Oke, nak Ervan ayah terima lamaran kamu. Dua Minggu lagi kalian menikah."

Aqila tersedak air liurnya sendiri, mendengar penuturan ayahnya itu. Dia jadi menyesal bilang seperti itu tadi.

Selamat datang di kisah Aqila dan Ervan:)
maaf typo-nya:')
baru pemula soalnya:D

om, nikah yuk! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang