Haii!
Apa kabar? Semoga baik yah!
Maafnya baru up lagi, kemarin-kemarin lagi sibuk banget. Sampai enggak sempat buka wp buat nulis. Hehe:)HAPPY READING 🌻
****Duar!
Suara petir terdengar sangat keras, kilatan petir terlihat dari kaca yang tertutup gorden.
Seorang gadis duduk di atas kasurnya, dengan wajahnya yang di tenggelamkan di lututnya yang di tekuk. Keringat sudah membanjiri tubuhnya, terlihat jelas dia sangat ketakutan.
"Om."
"One Ervan." Aqila menatap ruangan kamarnya yang gelap, tidak ada sahutan dari Ervan. Ya! Gadis itu adalah Aqila.
Dia sangat ketakutan, sedari kecil dia sudah takut petir. Ketika ada petir, dulu saat masih di rumah orang tuanya, ada ayahnya yang setia mendampinginya. Namun, sekarang dia tidak bersama ayahnya lagi.
"Ayah Ila takut"
Duar!
"Ayah!" Aqila semakin menangis histeris ketika suara petir kembali terdengar.
"Ila." Sebuah tangan terulur mengelus rambut Aqila.
Aqila mengangkat wajahnya, walaupun gelap dia masih bisa melihat wajah Ervan.
Dia langsung memeluk Ervan dengan erat, menenggelamkan wajahnya di dada bidang Ervan. "Ila takut."
"Ada saya, jangan takut."
Tangan kiri Ervan membalas pelukan Aqila, sedangkan tangan kanannya mengelus rambut gadis itu.
Ervan menyenderkan tubuhnya di sandaran tempat tidur. "Tidur, La."
Aqila menggelengkan kepalanya. "Enggak mau."
"Udah jangan takut, ada saya. Sekarang kamu tidur."
Aqila mengganguk lalu memejamkan matanya, sedangkan Ervan masih setia mengelus rambut Aqila.
Ervan mengelap dahi Aqila yang berkeringat, lalu tangannya turun ke pipi Aqila menghapus bekas air matanya.
Perlahan elusan di rambut Aqila mulai berhenti, ternyata Ervan sudah tertidur.
Mereka berdua tertidur dengan posisi duduk dan saling berpelukan.
****
Sudah sepuluh menit lebih Aqila memandangi wajah Ervan yang masih tertidur. Tanpa bosan, dia terus saja mengagumi salah satu ciptaan Tuhan di depannya ini.
Aqila menyenderkan kepalanya di dada bidang Ervan, mempererat pelukannya. "Hangat," gumamnya dengan senyum yang merekah.
"Aqila," panggil Ervan dengan suara seraknya khas bangun tidur dan tangan kekarnya yang mengelus surai Aqila. Entah kenapa Aqila paling suka mendengar suara Ervan yang baru bangun tidur.
Aqila mendongak menatap Ervan dengan senyum yang masih merekah.
"Kenapa senyum-senyum?"
Aqila Mendengus kesal, bibir bawahnya maju beberapa senti. "Emang enggak boleh?" tanyanya dengan ketus.
"Bukan gitu, aneh aja liatnya."
"Oh, senyum Ila aneh? Senyum Ila itu manis tau!!"
Ervan menggaruk tengkuknya bingung, sembari menatap Aqila yang berjalan ke kamar mandi dengan kaki yang sengaja di hentakan. Apakah dia salah?
"Pagi-pagi udah bikin badmood aja!" Gerutu Aqila di dalam kamar mandi.
****
"Kamu marah?" tanya Ervan yang entah ke berapa kalinya dia bertanya seperti itu.
"Enggak."
Ervan menghela nafasnya, kalau tidak marah kenapa istrinya itu terus saja diam dan memasang wajah jutek.
Sedari kejadian tadi, Aqila terus saja bersikap jutek ke padanya. Ah, kenapa perempuan sangat susah di mengerti.
Ia melirik sebentar Aqila yang sibuk memainkan ponselnya, lalu kembali menatap ke depan. saat ini Ia sedang menyetir.
Mobil yang di kendarainya berhenti ketika sudah sampai di sekolahan.
Saat hendak keluar dari mobil, tangan Aqila di tahan oleh Ervan. Aqila menoleh ke Ervan dengan sebelah alisnya yang terangkat.
"Enggak minta uang jajan?"
Gadis itu memutar bola matanya malas, dia kira akan minta maaf ternyata malah menanyakan uang jajan.
"Lupa."
Aqila langsung memasukan uang yang di berikan oleh Ervan ke dalam saku.
"Tunggu!"
Lagi-lagi Aqila tertahan saat akan membuka pintu mobil.
"Apa lagi sih, om!"
"Salim dulu." Aqila langsung mengambil tangan Ervan lalu menciumnya, setelah itu langsung keluar dari mobil.
Tanpa menoleh ke arah Ervan, dia langsung berjalan masuk ke area sekolah.
"Pagi!" Seseorang tiba-tiba menghampiri Aqila lalu mengacak-acak rambutnya yang tadi pagi susah-susah di tata olehnya.
"Ih, Bintang!" Perlakuannya adalah Bintang.
"Sorry!" Kata Bintang dengan tangannya yang membuat huruf v, diiringi dengan senyum Pepsodent yang menampakkan gigi gingsul ya. Gadis-gadis yang melihatnya memuji Bintang, karena cowok itu terlihat tampan.
"Ck! Sok ganteng banget Lo."
"Emang gue ganteng," ucap Bintang dengan pedenya sembari menyisir rambutnya dengan jari-jarinya.
"Iya in aja, umur enggak ada yang tau."
"Btw, besok malam sibuk enggak?"
"Enggak tau, kenapa emang?"
"Inget kan, waktu tanding basket. Kalau yang kalah harus ngabulin permintaan yang menang."
"Iya, lo mau apa? Jangan aneh-aneh."
"Gue cuman pengen ngajak lo makan, mau kan?"
Aqila menimang-nimang tawaran Bintang. "Gimana nanti aja."
****
"Gila gerah banget gue!" ucap Dila, dengan tangan yang memegang kipas kecil.
"Ho'oh, upacara kali ini lama banget."
"Iya. Sampai kesemutan gue," ucap Aqila menimpali perkataan Hana.
Saat ini Aqila, Dila, dan Hana sedang berada di kantin sekolah. Mereka baru saja selesai upacara dan saat ini sedang membeli minuman.
"Pak kepsek sih ngoceh terus, tadi pengen gue sumpel tuh mulutnya biar diam," dumel Dila dengan nada kesal.
"Bener, mana gue enggak ngerti yang di bahasanya."
Aqila tertawa pelan mendengar ocehan kedua sahabatnya tentang kepsek.
Kring .... Kring .... Kring
"Udah bel, ke kelas kuy."
"Ayok," ucap serempak Hana dan Dila.
Pembelajaran di mulai, semua murid sudah masuk kelas. Koridor sekolah yang biasa ramai sekarang sepi karena pembelajaran sudah berlangsung.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
om, nikah yuk!
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Berawal hanya ingin menyelesaikan dare dari teman-temannya itu, Aqila malah terjebak di dalam permainannya sendiri. Ia harus terjebak di pernikahan dengan orang asing yang ia ajak nikah saat menjalankan dare. Akan kah per...