part 3

1.7K 143 7
                                    

"Ngelamun terus." Aqila tersentak kaget ketika ada tangan besar mencubit kedua pipinya.

"Sakit tau," Aqila menggerecutkan bibirnya kesal, sebari mengelus pipinya. Sedangkan sang pelaku tertawa gemas.

"Kamu nunggu lama?"

"Numayan."

"Maafnya, tadi abis kumpul sama anak basket bahas perlombaan."

"Iya."

"Ayok pulang." Gilang mengulurkan tangannya dengan senang hati Aqila menerima uluran tangan laki-laki yang sudah menjalin hubungan dengannya selama satu tahun lebih itu, mereka berdua pergi dari kelas menuju parkiran sekolah dengan aqila yang terus mngoceh sedangkan hilang mendengarkan dengan senang hati.

Sesampainya di parkiran, Gilang langsung memakaikan helm di kepala Aqila.

"Mau main dulu atau langsung pulang?"

"Pulang aja."

Aqila memeluk Gilang, menyenderkan kepalanya di bahu Gilang.

Ia mengendus-endus, ini hidungnya yang salah atau memang jaket Gilang yang bau parfum wanita. Ia menggeleng cepat, ketika otaknya mulai berpikiran buruk.

"Makasih." Aqila menyodorkan helm kepada Gilang.

"Sampai kapan kita diam-diam pacaran di belakang orang tua kamu?"

Aqila menghembuskan nafasnya. "Aku udah berapa kali bilang, ayah aku enggak ijinkan aku pacaran."

"Sampai kapan? Aku pengen main ke rumah kamu, anterin kamu sampai rumah."

"Nanti, udah aku pulang dulu. Kamu hati-hati." Aqila melambaikan tangannya lalu berjalan ke arah rumahnya yang tinggal beberapa meter.

Ayahnya itu memang tidak memperbolehkan ia berpacaran sebelum ia lulus SMA, alasannya ayahnya takut pembelajaran dia terganggu.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam, kebetulan kamu udah pulang. Bunda minta tolong, anterin cake buatan bunda ke rumah nak Ervan, yak."

"Ila capek, Bun."

"Sebentar doang, sayang. Bunda mau minta tolong sama Abang kamu, tapi dia belum pulang. Sana kamu ganti baju dulu."

Walaupun sejujurnya ia malas. Aqila tetap melakukan hal yang di suruh Dian, ia berganti baju setelah itu kembali ke dapur.

"Ini kasih buat mamahnya Ervan, jangan sampai rusak." Aqila menerima cake yang di sodorkan Dian dengan kesal, dimana-mana anaknya yang di khawatir kan ini malah cake.

Dia menyalami tangan Dian lalu pergi dengan ojek yang sudah dia pesan.

Tak membutuhkan waktu yang lama Aqila sampai di rumah besar yang seperti istana, Aqila sempat terkagum menatap bangunan di depannya. Rumah di depannya ini dua kali lebih besar dari rumahnya.

Aqila membaca kembali alamat yang bundanya kasih, memastikan alamatnya benar.

Aqila memencet bel yang berada di samping pagar, tak lama muncul seorang satpam.

"Cari siapanya, dek?"

"Ini rumah Bu Intan?"

"Iya, benar."

"Bu Intan ada? Saya ingin kasih cake dari bunda saya, namanya Dian."

"Sebentar."

"Hallo Bu."

"..."

"Ada tamu mau nganterin cake, apa boleh masuk?"

"...."

om, nikah yuk! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang