"kak Gilang," panggil Aqila. Ya, orang itu Gilang.
"Loh, kamu kok ada di sini?" Tanya nya. Ah, harusnya Aqila yang menanyakan itu ke Gilang, ngapain dia ada di sini. Biasanya dia akan mengajaknya ketika menghadiri acara-acara seperti ini.
"Ikut, aku." Gilang menarik tangan Aqila dan tentu saja tidak ada penolakan dari Aqila.
"Kamu ngapain di sini? Tumben datang ke acara sendiri? Dan kamu kemana aja dua hari ga ada kabar?" Aqila langsung menyerbunya dengan beberapa pertanyaan setelah Gilang membawa ia ke taman.
"Aku---"
"Sayang." Ucapan Gilang terpotong, Aqila dan Gilang langsung mengalihkan pandangan ke arah suara.
Laura berjalan ke arah mereka berdua, lalu ia menggandeng tangan Gilang.
"Ini yang kamu maksud sibuk dengan club basket kamu?" ucapku dengan suara yang cukup meninggi.
"Bukan gitu, aku bisa jelasin." Gilang melepaskan tangan Laura, ia menggenggam tangan Aqila. Namun, langsung di hempas kan oleh Aqila.
"Semuanya udah jelas kak!"
"Loh kamu enggak terima aku sama Gilang, Ila? Padahal kan kalian udah putus."
"Ambil aja bekas gue, La."
"Dan lo! detik ini juga kita putus!"
Aqila berjalan pergi meninggalkan mereka berdua. Namun, baru beberapa langkah tangannya di cekal oleh Gilang.
"Lepas."
"Enggak! Aku enggak mau putus sama kamu."
Aqila meringis ketika cekalan tangan Gilang menguat di tangannya.
"Lepas, sakit kak."
Bugh.
Mata aqila membulat sempurna ketika Gilang jatuh ke tanah, Ervan baru saja memukul Gilang.
"Anda tidak liat dia kesakitan tadi!"
Bugh.
Satu pukulan kembali mendarat di wajah Gilang.
Aqila tercengang, ia baru pertama kali melihat Ervan semarah ini. Wajahnya sampai memerah karena emosi.
Bugh.
"Lo siapa anjing!"
Ervan menyeka darah yang keluar dari bibirnya, Gilang baru saja meluncurkan pukulan kepada Ervan.
Bugh.
Bugh.
Bugh.
Ervan memukul Gilang dengan membabi buta, Aqila yang melihat itu kasihan kepada Gilang yang babak belur.
"Udah, om."
Aqila berusaha menghentikan Ervan. Namun, emosi Ervan sudah meluap. Ervan sudah tidak bisa mengendalikan dirinya.
"Udah!"
Tangan Ervan yang mengepal siap memukul wajah Gilang, langsung berhenti saat tangan mungil melingkar di pinggangnya.
"Maaf, sudah buat kamu takut," ucap Ervan ketika ia sudah sadar apa yang ia buat.
"Dia siapa? Kamu juga selingkuh?!"
"Saya calon suaminya."
"Hahaha kamu bilang aku selingkuh sedangkan kamu sendiri udah mau nikah. Kamu hamil sama dia?"
Plak.
Kali ini Aqila yang melayangkan tamparan ke pada Gilang.
"Jaga ucapan kamu!"
"Emang kenyataannya bukan?"
Bugh.
"Jaga bicara anda!" Tegas Ervan.
Ervan menggenggam tangan mungil Aqila, laku membawanya pergi keluar dari hotel.
Ervan menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap gadis yang lebih pendek hingga iya harus sedikit membungkuk.
"Sini peluk."
Aqila langsung memeluk Ervan dengan erat, ia menenggelamkan wajahnya di dada bidang Ervan.
"Dia kok jahat, sih?" Tangan Ervan terulur mengelus rambut Aqila, membiarkan Aqila berbicara mengeluarkan isi hatinya.
"Hati Ila sakit, om."
"Aku pikir dia gak seperti cowok lain, ternyata sama saja."
"Udah, jangan tangis kan laki-laki brengsek seperti dia."
Ervan melepaskan pelukannya. Memegang pipi Aqila, lalu ia menghapus air mata Aqila. "Cengeng," cibirnya mengejek.
"Nyebelin banget sih! Jangan buat Ila kesal, Ila lagi sedih." Aqila memanyunkan bibirnya kesal, dengan mata dan hidung memerah hal itu membuat Aqila menggemaskan di mata Ervan.
"Hahaha kamu lebih cantik kalau lagi kesal," ucap Ervan diiringi tertawa, hal itu membuat Aqila terpana karena baru pertama kali ia lihat Ervan tertawa.
"Udah jangan nangis, nih bersihin ingus kamu." Aqila menerima sapu tangan yang di berikan Ervan,
Tanpa ada rasa malu Aqila membersihkan ingusnya di depan Ervan, kalau wanita lain tidak mungkin ada yang seperti ini di depan Ervan.
Mereka memutuskan untuk pulang, tak membutuhkan waktu yang lama mereka sampai di rumah Aqila.
"Jangan nangis lagi, lupain cowok brengsek itu."
"Iya, om."
"Saya pamit."
"Hati-hati, om."
Aqila menghela nafasnya pelan setelah Ervan pergi. Jujur saya hatinya sangat kecewa mengetahui Gilang selingkuh, laki-laki yang sangat ia cintai ternyata main di belakangnya.
Aqila berjalan memasuki rumah, ia bersyukur orang tuanya sudah berada di dalam kamar. Jadi tidak perlu repot-repot menjawab pertanyaan-pertanyaan yang orang tuanya berikan ketika melihat mata anak gadisnya itu bengkak.
Sesampainya di kamar ia langsung berganti baju dan membersihkan diri sebelum tidur.
Aqila menghempaskan tubuhnya ke atas kasur, kejadian tadi terus saja berputar di otaknya menyebalkan sekali.
Niatnya ingin langsung tidur, agar melupakan kejadian tadi. Niatnya terurung ketika ada panggilan masuk di handphonenya.
Aqila mengambil handphonenya, saat melihat layar di sana ter tampang nama Ervan ia langsung menekan tombol hijau.
"Ada apa?"
"Enggak nangis lagi?" Tanya Ervan di sebrang sana.
"Emang ila anak alay apa, putus cinta nangis terus sampai nangis darah."
"Ya, siapa tau kan."
"Udah, lah. Ila mau tidur."
Aqila langsung memutuskan sambungan teleponnya. Menenggelamkan wajahnya dalam selimut, lalu memasuki alam mimpinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
om, nikah yuk!
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Berawal hanya ingin menyelesaikan dare dari teman-temannya itu, Aqila malah terjebak di dalam permainannya sendiri. Ia harus terjebak di pernikahan dengan orang asing yang ia ajak nikah saat menjalankan dare. Akan kah per...