part 42

658 31 0
                                    

HAPPY READING 🌻
****

"sayang."

Mata Aqila mengerut saya merasakan ada sentuhan tangan di pipinya, perlahan matanya mulai terbuka.

"Udah sampai?" tanya Aqila sembari mengucek matanya.

"Udah, ayok turun."

Aqila mengangguk mereka berdua langsung turun dari mobil dan berjalan masuk ke rumah Intan.

"Assalamualaikum, mama!" teriak Ervan sembari memasuki rumah.

"Enggak sopan!" Aqila mencubit tangan Ervan pelan.

"Eh, mantu mama datang!" Intan keluar dari dapur lalu berjalan menghampiri anak dan menantunya.

Intan langsung memeluk tubuh Aqila, sedangkan Ervan memutar bola matanya malas.

"Mama rindu banget sama mantu mama, kenapa baru mampir?"

"Ila sibuk sekolah soalnya, ma."

"Sama anaknya enggak kangen gitu?" tanya Ervan sembari menyindir.

"Enggak." Ervan mendengus kesal mendengar ucapan mama ya itu, dia memilih pergi ke kamar adiknya.

"Pundung, tuh" ucap Intan sembari menatap kepergian Ervan.

Intan membawa Aqila untuk duduk di sofa ruang tamu.

"Udah makan?"

"Udah, tadi sebelum ke sini kita habis makan."

"Kenapa enggak makan di rumah mama aja."

"Hehehe tadi soalnya enggak ada niatan buat ke sini, pas di jalan tiba-tiba pengen ke sini."

"Wah, cucu Oma pasti kangen sama Oma ya." Intan mengelus perut Aqila dengan antusias.

"Aduh, mama tinggal ke dapurnya. Baru inget mama lagi bikin brownies."

"Iya, ma. Gak papa."

"Tante cantik!" dari arah tangga seorang anak kecil yang berada di dalam gendongan Ervan itu berteriak.

"Berisik, cil!"

"Huuh bang Evan dak selu."

Sesampainya di hadapan Aqila, Arkan langsung meminta turun dari gendongan Ervan.

Arkan langsung meminta gendong kepada Aqila setelah Ervan menurunkan Arkan dari gendongan ya.

"Ih makin gembul aja ni pipi!" seru Aqila sembari mengecup kedua pipi bulat milik Arkan.

"Pipi Tante cantik juga endut!" Arkan memegang pipi kanan Aqila yang chubby.

"Hahaha tapi pipi Arkan itu lucu!"

"Aduh," Aqila meringis saat kaki Arkan tak sengaja menendang perutnya.

Ervan yang melihat istrinya meringis, langsung mengendong Arkan.

"Kamu enggak papa?" tanya Ervan dengan khawatir sembari mengelus perut Aqila.

"Enggak papa."

"Tante kenapa?" tanya Arkan dengan mata berkaca-kaca.

"Eh, Tante enggak papa kok. Jangan nangis."

Aqila mengambil alih Arkan lalu mendudukkannya di pangkuannya.

Tangan Aqila dengan telaten mengusap air mata yang membasahi pipi tembem Arkan.

"Arkan harus hati-hati, soalnya di dalam perut Tante cantiknya lagi ada Dede bayi." Bukan Aqila yang berbicara, melainkan Ervan yang menjelaskan.

om, nikah yuk! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang