HAPPY READING 🌻
****
Malam harinya, Aqila dan Ervan berjalan-jalan menyusuri sekitaran pantai. Menikmati suasana pantai di malam hari.Mereka berdua duduk di pinggiran pantai, mereka fokus memandang langit yang indah dengan di hiasi oleh bintang-bintang yang cantik.
"Cantik."
"Iya, cantik banget bintangnya."
"Kamu."
Aqila menoleh dengan alis berkedut tak mengerti maksud dari perkataan Ervan.
"Kamu yang cantik," jelas Ervan.
Blush.
Hal itu langsung membuat pipi Aqila merona seperti kepiting rebus.
"Gombal."
"Enggak percaya?" tanya Ervan dan di jawab gelengan kepala oleh Aqila.
"Kamu itu paling cantik di dunia ini, setelah mama."
Aqila semakin di buat merona dengan ucapan Ervan. Untung saja hari ini malam, dan mereka duduk cukup jauh dengan cahaya hingga tidak terlihat pipi Aqila yang sudah memerah. Kalau Ervan liat pipinya, bakal nambah malu dia di godain terus menerus oleh Ervan.
"Mau balik ke hotel? Di sini dingin," tanya Ervan dan di jawab dengan anggukan kepala oleh Aqila.
Mereka berdua beranjak pergi dari tempat tadi, kembali ke hotel tempat penginapan mereka.
Aqila memilih pergi terlebih dahulu ke kamarnya, sedangkan Ervan pergi membeli makanan untuk makan malam mereka berdua.
Sesampainya di kamar Aqila langsung pergi mandi, karena sejak dia sampai di Bali dia belum sempat membersihkan diri.
Saat bangun tidur tadi Ervan langsung mengajaknya berjalan-jalan ke pantai, hingga dia tak sempat mandi terlebih dahulu.
Beberapa menit kemudian Aqila keluar dari kamar mandi hanya dengan mengunakan handuk sepaha.
"Om!" pekik Aqila kaget. Dia kira
Ervan belum kembali, karena tadi dia lihat antriannya ramai.Namun, ternyata suaminya itu sudah duduk manis di sofa.
Ervan meneguk ludahnya, menatap pemandangan di depannya.
"Om bisa keluar dulu?"
Bukanya keluar Ervan malah berjalan mendekat ke arah Aqila, hal itu membuat Aqila was-was.
Aqila mundur saat Ervan terus saja berjalan maju di hadapannya.
Bruk.
Punggung Aqila menabrak tembok, dia sudah mentok tidak bisa lagi mundur.
Jarak mereka berdua sekarang hanya beberapa senti, bahkan hidung mancung mereka bertubrukan.
Kedua tangan Ervan mengungkung Aqila, agar gadis itu tidak bisa kemana-mana.
"Om mau ngapain?" tanya Aqila dengan gelisah.
Ervan semakin memajukan wajahnya, hingga bibir mereka bersentuhan.
Ervan melumat bibir Aqila pelan, sebelah tangannya memegang tengkuk Aqila.
Ervan melepas tautan bibir mereka, saat Aqila memukul punggungnya karena kehabisan nafas.
Cepat-cepat Aqila menghirup oksigen dengan rakus.
"Boleh kan, La?" tanya Ervan dengan wajah memelas.
Mengerti apa yang Ervan maksud, Aqila diam memikirkannya terlebih dahulu.
Dia jadi teringat perkataan bundanya, kalau suami meminta haknya tidak boleh di tolak. Kalau menolaknya akan jadi dosa besar.
Aqila mengangguk pelan dan hal itu membuat Ervan tersenyum senang.
Ervan langsung mengendong Aqila dengan bridal style membawanya ke ranjang.
Sesampainya di ranjang, Ervan langsung merebahkan tubuh Aqila dengan pelan.
Mengelus rambut Aqila lalu membaca doa, setelah itu mengecup kening Aqila cukup lama.
****
"Eum." Aqila melenguh pelan, perlahan matanya mulai terbuka.
Pemandangan pertama kali saat dia membuka mata adalah wajah tampan Ervan yang sedangan memandanginya.
"Pagi," Ervan mengecup pipi kanan Aqila.
"Pagi," balas Aqila sembari tersenyum.
"Om dari tadi bangun?"
"Enggak juga."
Aqila menyandarkan tubuhnya di dada bidang Ervan dengan tangannya yang memegang selimut yang menutupi tubuh polos mereka berdua.
"Makasih ya."
Aqila mendongak menatap Ervan yang sedang mengelus rambutnya. "Udah kewajiban aku."
Ervan kembali mengecup pipi Aqila bertubi-tubi, membuat sang empu merasa geli.
"Mau mandi bareng?" Aqila melebarkan matanya lalu dengan cepat menggelengkan kepalanya.
"Ck! Enggak boleh nolak! Ayok sekalian aku ajarin."
Aqila menghela nafasnya dia pasrah, menolak pun tak akan di dengar oleh Ervan.
"Aw." Aqila meringis saat hendak bangkit.
"Masih sakit ya?" Aqila mengangguk pelan.
"Maaf."
"Enggak papa."
"Aku gendong." Saat Aqila mau protes, Ervan sudah terlebih dahulu mengendong Aqila dengan bridal style membawanya ke kamar mandi.
Dua puluh menit kemudian, mereka keluar dari kamar mandi dengan sudah memakai pakaian. Ervan mendudukkan Aqila di kasur.
"Aku kebawah dulu, mau beli sarapan."
Aqila menjawab dengan anggukan kepala, setelah itu Ervan mengambil dompet dan ponselnya lalu keluar dari kamar.
Aqila mengambil remote tv yang berada di nakas, lalu menyalakan televisi.
Cukup memakan waktu yang lama, Ervan akhirnya kembali dengan menjinjing dua kantong plastik berisi makanan.
Ervan langsung menyiapkan makanannya, sedangkan Aqila terus menatap Ervan.
Bukanya tidak mau membantu Ervan. Namun, bagian bawahnya masih sakit, dia masih tidak bisa berjalan.
Setelah selesai, Ervan membawa dua mangkuk bubur ke kasur. Mereka berdua mulai menyantap sarapan mereka.
Ervan menaruh mangkok bekas bubur ke dapur, setelah itu kembali ke kasur.
"Hari ini kita di hotel ajanya?"
"Iya, om."
"Kok om?"
Aqila mengerutkan keningnya tak mengerti, dari dulu kan dia memanggil Ervan dengan sebutan om.
"Terus?" tanya Aqila.
"Jangan panggil aku om, aku bukan om kamu."
"Terus aku panggil apa dong?"
Ervan terdiam sebentar memikirkan panggilan yang cocok untuknya.
"Sayang?"
"Enggak!" Aqila langsung membantah membayangkan nya saja membuat dia geli.
"Mas aja gimana?" tanya Aqila meminta persetujuan.
"Boleh."
"Oke mulai sekarang aku panggil kamu mas Ervan!"
****
Haiii! Apa kabar?
Maaf, baru up.
Kemarin² aku sibuk banget, organisasi lagi banyak kegiatan sampai enggak sempat buka wp.
KAMU SEDANG MEMBACA
om, nikah yuk!
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Berawal hanya ingin menyelesaikan dare dari teman-temannya itu, Aqila malah terjebak di dalam permainannya sendiri. Ia harus terjebak di pernikahan dengan orang asing yang ia ajak nikah saat menjalankan dare. Akan kah per...