part 46

484 20 1
                                    

Beberapa bulan kemudian.

"Mas, ayok."

Pria yang sedang fokus pada ponselnya itu langsung menoleh saat mendengar suara istrinya.

"Udah?" Ervan berdiri setelah istrinya itu menjawab dengan anggukan kepala.

Tangannya yang terulur di sambut hangat oleh tangan Aqila.

Saat ini mereka akan pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kandungan Aqila yang sudah menginjak usia enam bulan.

Perutnya yang rata sekarang sudah semakin membesar.

Sesampainya di depan mobil Ervan langsung membukakan pintu dan membantu Aqila untuk duduk.

Setelah selesai dia langsung masuk duduk di kursi pengemudi, dan langsung menjalankan mobilnya menuju rumah sakit.

Setengah jam lebih di perjalanan mereka sampai di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta.

Mereka berjalan di koridor rumah sakit dengan tangan Ervan yang memeluk pinggang sang istri.

****

Ervan menghampiri Aqila yang duduk di ruang tunggu, dirinya baru saja kembali dari resepsionis.

Tak lama nama Aqila di panggil oleh suster, mereka berdua langsung masuk ke dalam ruangan dokter.

"Siang, dok."  Sapa Aqila kepada wanita yang berumur hampir kepala lima.

"Siang, Bu Aqila, pak Ervan."

"Silahkan langsung berbaring di sininya, Bu."

Aqila menurut, dia menidurkan dirinya di brangkar tentunya dengan di bantu oleh Ervan.

Bu Lia---dokter kandungan itu mengangkat sedikit baju Aqila lalu mengoleskan sebuah gel di perutnya.

Lalu tangan dokter itu mengerakkan alat dengan bentuk yang mirip seperti setrika kecil itu di perut Aqila.

"Alhamdulillah, Bu. Anak ibu semakin sehat dan detak jantungnya juga normal, ibu dan bapak bisa lihat melalui monitor."

Aqila menatap layar monitor kecil yang letaknya tidak jauh dari dan bisa melihat dengan jelas apa yang ada di dalam sana meski hitam putih.

Aqila tersenyum haru melihat anaknya melalu monitor, di tambah lagi saat mendengar suara detak jantung sang anak.

Sama halnya  dengan Aqila, Ervan pun sangat bahagia melihat anaknya tumbuh dengan sehat di dalam kandungan sang istri.

Aqila perlahan turun dari brangkar lalu berjalan ke kursi dan itu semua tak lepas dari bantuan Ervan.

"Dan untuk jenis kelaminnya---"

"Maaf, dok. Tidak usah di beri tahu." Aqila langsung memotong ucapan sang dokter.

Aqila memang tidak ingin mengetahui jenis kelamin anak mereka, dia ingin hal itu menjadi sebuah kejutan saat sudah lahir.

"Baiklah, kalau begitu ini resep vitaminnya."

"Terimakasih, dok."

Setelah selesai mereka berdua keluar dari ruangan, mereka menebus vitamin yang di resepkan oleh dokter sebelum pergi dari rumah sakit.

"Mau langsung pulang?" tanya Ervan sembari menatap sang istri yang sedang menatap jalanan.

"Pengen ke taman."

"Oke."

****

"Suka?"

Aqila mengangguk antusias, sudah lama dia tidak jalan-jalan ke taman.

om, nikah yuk! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang