Jangan lupa vote/ komen biar author makin semangat nulisnya hehehe><
Happy Reading 🌻
****
Aqila menarik selimut lalu menutupi wajahnya dengan selimut, ketika matahari yang masuk dari sela-sela tirai menyinari wajahnya.
Aqila mempererat pelukannya kepada guling yang ada di sebelahnya. Namun, guling miliknya terasa beda. Guling yang biasa ia peluk sangat empuk, tapi ini keras.
Netra gadis itu mulai terbuka, ia mengerjapkan matanya.
"Aaaaa!" Teriak Aqila terkejut, dengan seseorang yang tidur di sebelahnya. Siapa yang tidak kaget, ketika bangun ada laki-laki yang tidur di sebelahnya apa lagi ia memuluknya!
"Eh, anjir lupa." Aqila menepuk keningnya, ketika sudah mengingat bahwa yang tidur di sebelahnya itu adalah suaminya.
Bagiamana ia bisa lupa, kalau sekarang ia tak sendiri lagi. Mungkin ini hal yang terlalu cepat baginya, ia membutuhkan waktu untuk menyesuaikan dengan kehidupan barunya.
Aqila melirik jam yang berada di nakas, Aqila langsung bangun dari tidurnya. Aqila berjalan ke arah kamar mandi, untuk cuci muka dan wudhu.
Setelah itu Aqila langsung melaksanakan sholat subuh.
"Udah bangun, om? Sholat dulu sana," ucap Aqila sembari menatap Ervan yang terduduk di kasur yang sedang menatapnya juga.
Ervan hanya membalas dengan anggukan, lalu pergi ke kamar mandi.
Aqila keluar dari kamarnya dan pergi ke dapur, ia berniat untuk membantu bundanya memasak.
"Pagi, bunda!"
"Kamu! ngagetin aja," ucap Dian sebari mengelus dadanya terkejut. Sedangkan Aqila cengengesan.
Aqila mulai membatu Dian bergulat dengan peralatan dapur. Tak membutuhkan waktu yang lama mereka berdua sudah menyelesaikan masakan yang mereka buat.
"Biar bunda yang tata, kamu panggil ayah, Abang, dan suami kamu saja." Aqila mengangguk kan kepalanya lalu pergi ke ruang tamu.
"Ayah, sarapan udah siap."
"Iya, nak."
Aqila pergi ke lantai dua setelah mendengar jawaban dari Yudha. Di jalan ia berpapasan dengan Raka, ia langsung menyuruhnya ke dapur untuk sarapan.
Aqila melanjutkan perjalanannya menuju ke kamarnya, untuk memanggil Ervan.
"Om." Tak ada jawaban dari Ervan, Aqila mengelilingi kamarnya. Namun, tidak ada Ervan. Ia keluar kamar, lalu kembali ke ruang tamu.
Saat Aqila menuruni tangga, Ervan muncul dari pintu luar.
"Habis kemana, om?" Tanya Aqila setelah Ervan sampai di depannya.
"Habis olahraga di luar."
"Oh, ayok sarapan."
Mereka berdua berjalan menuju dapur, sesampainya di meja makan Aqila dan Ervan duduk berdampingan.
"Habis kemana, Van?" tanya Raka yang sedang mengunyah tempe.
"Olahraga."
"Bukanya tadi malam udah olahra---"
"---Aww sakit bunda," ucapan Ervan terpotong ketika Dian mencubit pinggang Raka, membuat Raka meringis.
"Emang, om tadi malam olahraga apa?" Semua orang yang ada di meja makan mengalihkan pandangannya ke Aqila, detik berikutnya, mereka semua tertawa. Sedangkan Aqila mengerutkan keningnya bingung.
"Kenapa?"
"Enggak papa. Ayok, makan." Dian mengalihkan percakapan.
****
Setelah selesai sarapan, Aqila dan Ervan langsung bersiap-siap untuk pindah ke rumah milik Ervan.
"Enggak ada yang ketinggalan?" tanya Ervan. Aqila berpikir sebentar, lalu menggelengkan kepalanya.
"Ayok."
Mereka turun ke ruang tamu, dengan Ervan yang membawa koper milik Aqila.
"Udah siap?" Tanya Yudha dan di jawab dengan anggukan kepala oleh Ervan.
"Loh, kamu kenapa, sayang?" Dian menangkup wajah anak gadisnya itu.
"Ila emang enggak boleh tinggal sama bunda?" ucap Aqila dengan mata yang berkaca-kaca.
"Enggak bisa, kamu harus ikut suami kamu. Lagian kan kamu bisa main ke sini." Dian tersenyum tipis dengan tangannya yang mengelus rambut Aqila.
Dian juga sangat keberatan dengan kepergian putrinya. Namun, putrinya sekarang bukan anak gadis yang harus ia jaga lagi. Anaknya sudah mempunyai suami yang akan menjaganya.
"Kamu harus nurut sama suami kamu, jangan jadi istri nakal!"
"Iya, bunda."
"Nak Ervan, ayah minta tolong jaga Aqila. Tolong di maklumi kalau sikapnya masih seperti anak kecil," ucap Yudha sebari menepuk pundak Ervan.
"Tanpa di suruh pun, aku akan menjaganya, Yah."
"Ayok, berangkat."
Dengan berat hati Aqila menyalami tangan kedua orang tuanya lalu berangkat dengan Ervan.
Aqila menyandarkan kepalanya di kaca mobil, ia menatap sedih jalanan. Kenangan bersama keluarganya di rumah itu kembali berputar di pikirannya, sangat berat meninggalkan rumah yang sejak ia lahir telah menemaninya.
Setelah menghabiskan waktu satu jam lebih, akhirnya mereka berdua sampai di rumah milik Ervan.
Ervan menatap Aqila yang sedang tertidur, ia menepuk-nepuk pipinya agar bangun.
"Aqila, bangun."
"Emm udah sampai?" Ucap Aqila setelah bangun dari tidurnya.
"Iya, ayok keluar."
Aqila menatap bangunan di depannya dengan mata berbinar, ia tak percaya dengan rumah di depannya. Rumah itu seperti Istiana, bahkan dua kali lipat besarnya dengan rumahnya.
"Ini beneran rumah, om?" tanya Aqila memastikan, kalau mereka tidak salah rumah.
"Iya, ayok masuk."
Ervan berjalan terlebih dahulu memasuki rumah, dengan tangannya yang menarik koper milik Aqila. Sedangkan Aqila mengikuti di belakang.
Tak cukup ia terkagum dengan bangunan luarnya, saat memasuki rumah. Ia lagi-lagi di buat terkagum-kagum dengan interior rumah ini.
Aqila tersadar dari kekagumannya, ia berlari menyusul Ervan yang sudah berjalan ke tangga.
Sesampainya di salah satu kamar, hal yang pertama kali Aqila memasuki kamar ini. Aroma maskulin langsung memenuhi Indra penciumannya.
"Ini kamar kita, kamu istirahat saja."
"Kita satu kamar?"
"Iya."
"Tapi om enggak bakal apa-apa in aku kan?"
"Enggak, lah. Lagian saya tidak tertarik dengan badan tepos kamu." Setelah mengatakan itu Ervan berjalan keluar dari kamarnya.
"Awas aja kalau nanti tertarik."
Aqila merebahkan tubuhnya, lalu memejamkan mata. Tak membutuhkan lama, Aqila sudah memasuki alam mimpinya.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
om, nikah yuk!
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Berawal hanya ingin menyelesaikan dare dari teman-temannya itu, Aqila malah terjebak di dalam permainannya sendiri. Ia harus terjebak di pernikahan dengan orang asing yang ia ajak nikah saat menjalankan dare. Akan kah per...