// beberapa bulan kemudian
(Jay pov)
"Juna"
"Mmh"
"Juna! Bangun!" gue menggoyang bahunya.
"Apa sih! Ganggu aja lu! Berisik!"
"Bangun woy! Kuliah pagi!"
"TA"
"Ga bisa. Si Pak Mahmud kemarin ngecek absensi. Lu hampir ketahuan. Kapok gue. Cepet ah kuliah!"
"Matkul apa sih?"
"Filsafat"
"Thank you, next"
Si Juna langsung ambruk lagi ke kasur. Dengan kepala nyusruk lebih dahulu dan bokong yang terangkat tinggi.
Plakkk.
Gue menabok bokongnya gemes.
"Astaga. Lu mau ngulang Filsafat taun depan? Yakin lu?"
Juna membuka sebelah matanya. "Emang kenapa?"
"Pak Mahmud bilang yang absensi di bawah 70℅ sebagus apapun nilai UTS dan UAS nya bakal tetap dikasih nilai D dan bakal disuruh ngulang taun depan"
"Jink. Serius lu?"
"Serius Sat. Mandi sana lu. Cepat. Langsung jebar jebur aja ga usah luluran dulu"
"Kampret" Juna meraih handuk dan memukul bahu gue main-main sambil ngeloyor ke kamar mandi.
Au ah. Padahal dulu si Juna lebih rajin kuliah dari gue. Sekarang dia jadi ketularan gue, suka males. Jadi kadang diantara kita berdua yang masuk kuliah cukup satu orang yang mewakili. Yang lain rebahan di kosan.
Gue nyiapin roti selai buat ngisi perut sambil nungguin si Juna mandi. Untungnya si Juna mandi secepat kilat dan beberapa menit kemudian dia udah keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan handuk melilit di pinggangnya.
"Jay" dia membuka lemari pakaian gue.
"Hm?"
"Pinjem kemeja elu"
"Ya ambil aja"
Juna memilih kemeja gue yang kira-kira pas di badannya yang bongsor dan sedikit lebih gede dari gue. Udah tau ada beberapa dosen yang mewajibkan mahasiswa harus pake kemeja saat kuliah, si Juna masih aja males beli kemeja sendiri.
Kalau bisa pinjem punya gue kenapa harus beli. Gitu katanya. Kampret emang.
Yah begitulah. Sejak kita tinggal bareng, bukan hanya kemeja, kita mah semuanya juga berbagi. Kaos, jaket, sepatu, bahkan celana dalam kalau kehabisan.
Punya dia punya gue juga. Punya gue punya dia juga.
Em... Rada ambigu yah. Ah sudahlah.
"Nih roti lu"
"Thank's bro"
Juna menggigit rotinya sambil memakai sepatunya.
"Yuk" ajak gue setelah siap.
"Yuk" Juna menjawil kunci motor dari tempatnya dan melemparnya ke arah gue.
Kita ke kampus naik motor ninja gue. Di jalan gue merasakan Juna menyenderkan kepalanya ke punggung gue. Mungkin melanjutkan tidur sedikit. Hhh. Dasar.
Padahal tadi malam cuma gue gempur 3 ronde doang. Masa lemes sih.
.
."Hoaammmhhh"
Si Juna menguap lebar saat kuliah Filsafat selesai dan kita pergi ke kantin buat sarapan yang bener.
"Sumpah. Faedahnya kita belajar Filsafat buat apa sih?" Juna menggerutu.
"Mana gue tau"
"Kita anak bisnis kan? Urusannya apa coba sama Filsafat?" Juna memakan nasi kuningnya dengan lahap.
"Mungkin dalam dunia bisnis nantinya ilmu itu akan berguna. Sudahlah. Ga ada ilmu yang ga berguna kok"
"Yeahhh... Habis ini apa?"
"Ga ada. Masuk lagi jam 11. Pengantar Bisnis Mikro"
"Terus kita mau kemana dulu?"
"Terserah"
"Ke perpus aja yuk"
"Ngapain?"
"Tidur"
Canggih memang brother gue yang satu ini. Orang mah ke perpus buat belajar dia mah mau numpang tidur.
.
Perpus masih sepi saat kita masuk. Hanya ada beberapa mahasiswa yang ada disitu.
Kita naik ke lantai atas dan memilih tempat baca lesehan dekat jendela di pojok ruangan.
Ternyata Juna beneran langsung tidur dan memaksa meminta paha gue buat dia jadiin bantal.
Gue sendiri membuka buku tebal dan gue taroh di atas meja gue. Pura-pura membaca. Padahal mah aslinya gue maenan hape.
Wifi di perpus adalah yang paling kenceng dan paling gampang dibobol keamanannya.
Gue berselancar dengan bebas di dunia maya menjelajahi situs xxx.
.
"Aakhhhh... Akhhh akhhhh"
Juna melirik gue tajam sambil menggelengkan kepalanya.
Kita udah selesai kuliah siang dan tinggal nunggu satu matkul lagi. Kira-kira setengah jam lagi.
Gue ngajak dia mojok di bawah pohon beringin yang ada di tengah kampus kita dan nonton bokep yang tadi gue download di perpus. Memakai headset yang kita sharing berdua.
"Nanti malam kita cobain gaya yang kayak gitu juga yuk!" ajak gue pada si Juna.
"Ogah"
"Yee kenapa? Enak tau"
Juna memutar bola matanya malas. "Tadi gue abis makan pedes"
"Oh... " gue manggut-manggut rada kecewa tapi ga mau maksa.
Konon katanya jadi bottom memang sedikit lebih ribet. Harus jaga kondisi dan jaga makan. Jadi ga bisa sembarangan diajak bercinta kapanpun juga.
Ga taulah. Gue ga terlalu paham. Tapi kata si Juna ada saat-saat tertentu dia lagi 'gak ready'.
Ya udahlah dimaklumin aja. Jadi top itu harus pengertian. Iya ga bro.
"Jay? Jun?" kita mendongak dan buru-buru men-swip tampilan hape ke aplikasi lain.
"Ngapain kalian?" sapa temen sekelas kita si Jefri.
"Dengerin musik" gue memijit lagu sembarangan aja di aplikasi Joox. Si Jefri melongokkan kepalanya ingin tahu.
"Loh... Lu dengerin Blackpink sekarang?" ia mengernyit.
"Oh... Iya... Yah gapapa kan. Emang salah cowok dengerin KPop? Apalagi Blackpink juga ceweknya cantik-cantik dan sexy. Iya ga Jun?"
Gue nyikut si Jun yang hanya ber-"hem"
"Oh... Emang bias lu di Blackpink siapa?" tanya si Jefri.
Aduh... Siapa yah.
"Si anu... Itu yang cantik putih itu loh. Irene! Ya bener Irene!"
Si Jefri menatap gue dengan pandangan aneh. Untunglah saat itu bel berbunyi dan kita pun bergegas berdiri dan masuk lagi ke gedung kampus untuk kuliah selanjutnya.
"Jay"
Juna berbisik hingga hanya gue yang bisa mendengarnya.
"Sejak kapan Irene masuk Blackpink!"
"Oh... Salah ya? Wkwkwk"
"Dasar lu! Irene itu member Twice!"
.
.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ Jay & Juna
Художественная прозаJusuf Habibie, cowok manis berkulit putih bersih asal Bandung, memulai hari barunya sebagai mahasiswa Unpaj Jakarta dengan penuh harapan. Namun tak disangka hari-harinya menjadi lebih berwarna karena kehadiran sosok teman sekelompoknya, cowok macho...