19 : Pesan Dari Abah

1.2K 169 21
                                    


.

(Jay pov)

Perlahan gue membuka mata dan mengerjap.

"Habibie! Kamu udah sadar? Alhamdulillah... "

"Ambu?" gue melirik dan melihat ada ibu gue di samping tempat tidur. Ada abah dan ada Teteh Dewi juga, kakak perempuan gue.

"Teh, panggilin dokter. Bilang Habibie udah sadar"

"Iya, Bah" teh Dewi memanggil dokter untuk memeriksa keadaan gue.

"Emang Habibie kenapa, Abah? Ambu?" gue beringsut duduk di kasur berusaha loading. Ambu sigap masang bantal di belakang punggung gue.

"Kamu pingsan dari kemarin, kasep... Untung ada temen-temen kamu ini yang baik banget sama kamu. Mas Arjuna sama Mas Juki yang nganterin kamu ke rumah sakit terus nelepon Ambu. Mas Juki tadi pamit pulang dulu. Tapi Arjuna setia banget nemenin kamu disini dari kemaren"

Juna menatap gue dan tampak lega. Ada kantong mata kehitaman di bawah matanya.

"Bro lu gapapa?" gue bertanya khawatir teringat Juna juga sempat terluka kan.

"Gapapa bro. Lu fokus kesehatan lu aja sekarang" Juna tersenyum manis menenangkan gue.

"Katanya kalian sahabat sejak Ospek? Kenapa ga pernah dibawa nginep ke rumah atuh Bie? Aduh... Si ganteng. Maen nanti yah ke rumah! Ambu tunggu yah ganteng!" Ambu memeluk bahu Juna yang tersipu malu.

"Iya Ambu. Insya Allah"

"Soalnya rumah Juna kan di Jogja, Bu. Jauh. Kasian. Kalau liburan semester dia juga mudik ke rumahnya. Jadi ga sempat Habibie ajak ke rumah" jelas gue.

"Oh... " Ambu manggut-manggut.

Abah duduk di samping tempat tidur gue dan memeriksa kening dan badan gue.

"Habibie, kenapa kamu bisa jadi seperti ini? Berantem sama siapa kamu? Masalah apa?" tanya abah. Nada suaranya lembut tapi tegas dan ga bisa dibantah.

Aduh mampus gue. Lemah gue kalau udah berhadapan sama abah. Baru gini doank gue udah keder.

Cara abah manggil nama gue seperti itu bagi gue seolah menyiratkan : 'ya Habibie, putra kesayangan abah. Abah sayang sama kamu nak. Tapi kalau kamu berani macam-macam, abah coret kamu dari kartu keluarga!'

Aduh... Gimana donk. Serius bro. Gue ga takut siapapun kecuali Tuhan YME....

dan abah gue.

"Itu... Masalah... Anak muda aja kok Bah" gue menunduk ga berani menatap wajah abah.

"Masalah anak muda seperti apa?" kejar abah.

Diam-diam gue melirik Juna yang balas melirik gue dan terlihat gugup.

"Habibie berantem karena... Ngebelain... Teman Habibie... "

"Teman? Perempuan?"

"I.. Ya... Perempuan" gue nunduk makin dalam. Ya kan ga mungkin gue jawab gue berantem ngebelain pacar lelaki gue yang sekarang lagi dipeluk sama Ambu.

"Kamu sudah punya pacar?"

"Bah, ini pak dokternya"

Untunglah saat itu teh Dewi datang membawa dokter yang segera memeriksa keadaan gue.

"Gimana dok? Anak saya?" Tanya Ambu cemas.

"Alhamdulillah. Operasinya berhasil. Hanya gegar otak ringan. Dan ini lukanya juga udah dijahit. Besok udah boleh pulang dan bisa rawat jalan aja"

"Alhamdulillah"

Keluarga gue + Juna berucap syukur. Setelah dokter pergi, Ambu pergi menebus obat ditemani Juna sementara teh Dewi pergi ke kantin beli minum meninggalkan gue sama abah berdua.

"Habibie"

"Iya abah"

"Abah ga melarang kalau kamu mau berteman dengan perempuan. Hanya tolong jangan terlalu berlebihan. Kamu masih kuliah. Nanti ada saatnya kalau kamu mau punya pacar. Dan abah berpesan... Tolong jangan melewati batas"

Mendengar itu gue mendongak menatap abah.

"Bah.. "

Abah menghela nafas dan menepuk pundak gue. "Ingat nak, Tuhan tidak menyukai kaumnya yang melewati batas. Kamu mengerti maksud abah?"

Tangan gue mengepal membentuk tinju di bawah selimut rumah sakit.

"Iya Bah. Habibie paham... "

.
.

.
.

Keesokan harinya akhirnya gue keluar dari rumah sakit dan pulang ke kosan.

"Ya udah Ambu sama Abah pulang dulu ya, ganteng. Jangan lupa kalau liburan main ke rumah Ambu yah yang di Bandung! Dingin di Bandung mah ga panas kayak di Jakarta. Ya ganteng?"

"Inggih, Ambu" Juna tersenyum dan mengangguk.

"Bie, Ambu pulang yah. Jangan nakal kamu yah. Kuliah aja yang bener! Kalau kamu sampai ga bener, Ambu lelepin kamu di empang ikan lele punya si Abah!" ancam Ambu. Sekarang setelah gue kembali sehat si Ambu jadi galak lagi sama gue. Ambu ih, terus Habibie harus sakit dulu biar Ambu sayang sama Habibie gitu? Hiks.

"De, Teteh pamit" teh Dewi meluk gue.

"Iya teh. Makasih ya"

Ambu dan teh Dewi pamitan dan masuk ke mobil, sekarang tinggal si Abah.

"Bah... " gue mendekat dan mencium tangan Abah gue. Si Juna buru-buru ngikutin dan nyium tangan Abah juga.

"Kalau begitu Abah pamit yah. Dan ingat pesan Abah.... Kamu juga Arjuna"

"Muhun, Bah"

"Inggih, Bah"

Abah tersenyum dan nepuk pundak kita bergantian.

Mobil putih keluarga gue pun melaju meninggalkan kosan gue. Gue dan Juna melambai hingga akhirnya mobil mereka tak terlihat lagi.

"Bro" Juna nyikut lengan gue.

"Bokap lu... Tau tentang kita?" tanya Juna cemas.

Gue mengangkat bahu. "Mana gue tahu... Tapi emang si abah itu intuisinya tajam. Lebih hati-hati ajalah kita"

"Gue takut Jay... " Juna menunduk. Gue meremas tangannya menenangkan. Walau sejujurnya dalam hati gue juga sama takutnya.

"Gapapa santai aja. Ada gue. Kita hadapi bersama"

Juna tersenyum kecil dan balik meremas tangan gue.

"Terus gimana dong... Padahal gue udah janji sama Ambu mau maen ke Bandung ke rumah lu"

"Ya udah maen aja nanti kalau ada libur"

"Kalau mereka curiga gimana?"

"Bukannya kalau lu ga jadi nginep malah makin mencurigakan?"

"Iya juga ya... " Juna mengusap tengkuknya.

"Iya deh nanti gue maen ke rumah lu, Habibie"

"Heh" gue ngepret lengan si Juna. Geli banget sumpah kalau ada temen gue manggil gue 'Habibie'. Soalnya nama itu khusus buat keluarga gue aja.

"Apa ih... Habibie... Wkwkw. Lu kalau sama keluarga lu manja ya. Dasar anak bungsu"

"Heh!"

Plakkk.

Kali ini gue nampol pantatnya si Juna yang bahenol.

"Aww" Juna merengut manyun.

"Yuk ah. Tidur" gue ngerangkul pundak bf gue ngajak dia masuk ke dalam buat istirahat.

"Habibie ya Habibie" si Juna malah nyanyi kosidahan terus lari kabur.

"Anjirrrr" gue mengejarnya masuk ke dalam kamar.

.
.

TBC

✔️ Jay & JunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang