(Jay pov)"Beb, lu jangan jauh-jauh dari gue ya"
"Iya yank"
Gue turun dari motor diikuti pasukan gue yang merupakan gabungan teman-teman sepupu Jack dan pasukan JTXT si Juki.
GRC udah nunggu di hadapan kita dengan seorang cowok jangkung paling depan. Tapi ga nampak Yudha si rambut merah. Membuat kening gue berkerut. Mana tuh si bangsat satu? Wah...
"Jadi mana yang namanya Arjuna, hah?" si cowok jangkung memainkan pemukul baseball di tangannya.
Gue berjalan mendekatinya. Diikuti Juna dan pasukan gue.
"Mana si Yudha?" gue balik nanya.
"Apa lu... Heh, gue pemimpin perangnya sekarang" ucap si jangkung. Mukanya rada mirip Tio tapi versi lebih muda. Dan badannya tinggi banget.
"Oke" gue mengendikkan bahu tak peduli.
"Arjuna! Maju lu anjink! Berani lu ngehajar kak Tio!" seru si jangkung diikuti sumpah serapah anak GRC di belakangnya.
"Langkahi dulu mayat gue, jink!" gue melangkah ke depan Juna dan mengeluarkan pedang samurai gue.
"Mana bebengkot lu si Yudha? Tarung satu lawan satu sama gue! Jadi ga usah ada anak buah kita yang terluka... YUDHA! MAJU LU BANGSAT! URUSAN LU SAMA GUE! GA USAH BAWA-BAWA ORANG LAIN!"
Gue berteriak. Mata gue mengamati anak-anak GRC satu demi satu tapi tak ada yang berambut merah. Wah... Kemana tuh si kampret.
"Langsung kita hajar aja mereka semua Bang Jay! JTXT kalian siaaapp?" seru si Juki di belakang gue.
"Siaaappp alpha!" saut anak buahnya.
"Bang Jack dan anak buahnya siaapp?"
"Siaappp!"
"Yeay! Mari kita baku hantam!" seru Juki tampak senang.
"Buuuuhuuu" saut anak-anak GRC mengejek.
"SERAAANNGGGG!!!" Seru si jangkung disambut pekikan perang GRC. Anjink. Yaudahlah.
"SERAAANNGGGG!!!" Balas gue disambut antusias pasukan gue.
Gue ngincer si jangkung karena dia bilang dia pemimpinnya. Namun ada beberapa membernya yang menghalangi jalan gue.
Pedang Shadow bergerak lincah di tangan gue membantai musuh gue satu demi satu.
Begitu asyiknya gue bertarung hingga...
"Jay!"
Terdengar pekikan dari Juna dan gue menoleh. Dan seolah jantung gue berhenti berdetak melihat Juna ditelikung tangannya ke belakang oleh seseorang yang memakai seragam samurai ala Jepang. Ia mengacungkan pedang di leher Juna.
Si Yudha. Rambutnya berwarna hitam sekarang. Memakai penutup wajah dan bergerak sembunyi-sembunyi di antara teman-temannya. Langsung mengincar leher Arjuna gue.
Brengsek! Gue memaki. Darah gue mendidih melihat darah segar mulai merembes dari leher Juna.
"LEPASIN DIA BANGSAT! URUSAN LU SAMA GUE JINK!"
"Hmph!" Yudha ber-smirk sinis dan mengeratkan cengkramannya.
Bughhhh
Seseorang menendang dari belakang dan tepat kena kepala Yudha. Si Arman ternyata, sahabat si Juki.
Gue memanfaatkan kesempatan dan menarik Juna dari cengkraman Yudha yang terhuyung.
"Juna! Lu gapapa?!"
"Ahh aduh... Iya...Gapapa... Cuma kegores" Juna meringis dan menekan luka di lehernya. Gue memeriksanya syukurlah lukanya tidak terlalu dalam.
"Gapapa gue masih bisa" ucap Juna. Dia meraih sapu tangan dan melilitkannya di lehernya.
"Thank's bro" ucap gue sama Arman yang mengangguk. Arman berjaga di samping Juna. Memukul musuh yang mendekat.
Perlahan gue berdiri dan berbalik menghadapi Yudha yang telah melepas penutup wajahnya dan sekarang menatap gue sinis.
Gue mengangkat pedang samurai gue dan menatap mata musuh gue. Yudha balas melakukan hal yang sama tanpa berkedip.
Namun di saat kami sudah siap bertarung satu lawan satu dengan pedang...
Tiba-tiba... Ngiung ngiung ngiung
Terdengar suara sirene polisi yang datang disertai suara tembakan pistol dan tembakan gas air mata pada gerombolan anak muda yang sedang asyik tawuran ini.
Dorr!!
"BERHENTI! BUANG SENJATA KALIAN!" Seru si polisi.
Gue saling tatap penuh benci sama si Yudha. Tapi tak ada pilihan lain. Secara bersamaan gue dan dia menurunkan pedang samurai kami ke tanah.
.
.Kami dibawa dengan truk menuju kantor polisi dan dibariskan satu demi satu lalu diguyur air sampai basah kuyup.
"Dinginkan kepala kalian anak muda! Untuk apa kalian tawuran hah?!" tanya salah satu perwira polisi.
"Karena kami suka keributan Pak!" teriak salah satu orang. Entah pasukan gue atau GRC. Entahlah.
Dorrrr!!
Kami terlonjak saat lagi-lagi pak polisi menembakkan pistolnya ke langit.
"Astaghfirullahalazim. Kalian tidak boleh seperti itu! Apa jadinya bangsa dan negara ini jika para pemudanya malah suka berkelahi tidak jelas!" seru pak polisi. Kemudian selama dua jam akhirnya kami dimarahi dan dinasehati akan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan di Indonesia. Dan menjaga perdamaian di planet Bumi dan sekitarnya.
"Jadi begitu. Kalian paham?"
"Tidaaakkk"
Dorrr!!
"Pahaammm"
"Astaghfirullahalazim" si polisi mengusap dadanya frustasi.
"Mana leadernya. Maju! Dan yang lain boleh pulang" ucap pak polisi.
"Saya pak" gue maju.
"Saya juga" Yudha maju sambil melipat tangan di dadanya.
"Saya juga pak"
Gue merengut sama Juna yang ikut maju di samping gue.
"Apa sih bro. Udah lu pulang aja" bisik gue kesal.
"Nggak mau. Kalau lu dipenjara gue juga ikut"
"Lu kira penjara kayak di hotel? Sana pulang! Kasian Moni ga ada yang ngasih makan!"
"Gapapa. Sudah gue titipin sama temen kosan. Pokoknya gue mau disini sama elu"
"Juna. Pulang."
"Nggak!"
"Pulang!"
"Nggak!"
"Haduh sudah sudah jangan berteman! Sudah dua-duanya saja!" seru si pak polisi tidak sabar.
Gue melihat si Yudha diborgol tangannya.
Dan tak lama kemudian ada polisi maju dan memborgol tangan kanan gue dengan tangan kiri Juna.
.
.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ Jay & Juna
General FictionJusuf Habibie, cowok manis berkulit putih bersih asal Bandung, memulai hari barunya sebagai mahasiswa Unpaj Jakarta dengan penuh harapan. Namun tak disangka hari-harinya menjadi lebih berwarna karena kehadiran sosok teman sekelompoknya, cowok macho...