.
.(Juna pov)
"Jadi gini... Gue ga tahu member GRC full sekarang ada berapa. Mungkin 100an orang lebih. Tapi yang gue tahu yang ngincer elu adalah para member elite dan para pengurusnya. Inner circle-nya Tio"
Atuy ada di kosan gue sekarang. Lagi menyusun strategi dan rencana atas ancaman baru dari anak-anak GRC yang mau membalas dendam sama gue.
Jay yang udah membereskan kembali pakaiannya di lemarinya gabung sama kita.
"Ada berapa jumlahnya?" tanya gue.
Si Atuy menghitung dengan tangannya. "Setau gue member elitnya ada 23 orang. Tapi ada satu orang yang lagi hiatus dan satu orang lagi sibuk mengejar karir jadi aktor. Jadi sekarang sisa 21 orang"
"Hiatus?"
"Ya. Dia lagi ada kasus. Jadi non-aktif sementara dari klub. Dan lu harus bersyukur. Dia strong fighter dan termasuk member yang deket ama si Tio. Syukur dia ga bakal ikut ngehajar elu, Jun"
"Oh. Terus yang satunya lagi kenapa?"
"Lagi di China mengejar karir"
"Oh jadi lawan gue 21 orang?"
Si Atuy mikir sejenak. "Eh tunggu 21 orang kan sama Tio sedangkan si Tio masih dirawat di rumah sakit. Jadi sisa 20 orang doank"
Gue saling pandang sama si Jay yang tampak cemas. Bagaimanapun menghadapi 20 orang lelaki yang bernafsu membunuh karena balas dendam bukan masalah enteng.
"Tuy, lu mau bantu kita kan?" tanya si Jay. "Lu udah janji mau bantuin gue sat!"
"Tenang brother... Gue pasti bakal bantu lu berdua. Gue bakal bantu, dengan do'a"
"Yeee" gue ama si Jay berbarengan mentoyor kepala si Atuy.
"Ingat kata Pak Ustadz Tuy! Do'a tanpa usaha itu sia-sia!" ucap Jay kesal.
"Yee... Tapi kan kata Pak Ustadz juga usaha tanpa do'a itu sombong namanya" balas Atuy.
"Aing serius Atuy!"
"Iya gimana anjir... Itu temen-temen gue juga. Masa gue mau melawan mereka?"
"Njir. Jadi lu sebenarnya di pihak kita apa di pihak mereka sih sat?"
"Sorry cuy, gue multifandom"
Gue saling lirik sama si Jay. Bingung sama bacotan si Atuy Suratuy.
"What the kamsud?" tanya gue.
"Ya elu berdua temen kuliah gue kan. Tapi itu Yudha senpai dan temen-temennya itu temen gue juga. Jadi sori dori mori, gue bakal tetap netral! Silahkan anda-anda war, aing nyimak ajah"
"Hahh... Ga jelas lu anjir" Jay ngedumel sambil membelai kepala si Moni yang melompat dalam pangkuannya.
"Jay bukannya lu bilang dulu waktu SMA lu kepala geng tawuran di sekolah lu?" tanya Atuy.
"Iya. Kenapa emang?"
"Emang lu ga punya pasukan yang bisa dipanggil buat bantuin elu?"
"Oh... " si Jay menggaruk kepalanya lalu nyengir. "Gue udah hilang kontak sama anak-anak"
"Yee... Terus lu kalau tawuran biasa pegang apa?"
"Katana"
"Apa tuh?" tanya gue.
"Pedang samurai beb, gue kan leader. Jadi posisi gue paling depan. Pegang katana, senjata paling elite kalau tawuran"
"Terus sekarang dimana pedang samurai lu?"
"Udah disita sama abah gue" Jay nyengir. "Ditempa ulang sama beliau. Dijadikan alat buat motong hewan kurban. Katanya biar tuh pedang ada faedahnya"
Sejenak kita bertiga terdiam. Memikirkan masalah berat yang ada di depan mata.
"Kalau berkelahi pake tangan kosong lu bisa ga?" tanya gue.
"Bisa. Tapi ga sejago kalau gue pegang pedang samurai gue"
"Duh gawat... " si Atuy tiba-tiba menjentikkan jarinya.
"Apaan?" tanya gue dan Jay bersamaan.
"Ini Yudha senpai, abang sepupu gue" si Atuy ngasih lihat foto di hapenya. Foto cowok rambut merah yang familiar. Mirip Atuy tapi ini versi lebih ganteng, sexy, dan hot.
"Dia ahli katana juga, dan... " si Atuy meringis. "Dia yang paling bernafsu untuk menghabisi elu, Jun. Dia salah satu seme yang paling deket ama Tio... Dia marah banget sama lu sekarang"
"Itu kan cowok yang mukul kepala gue pake pemukul kayu" Jay mengusap bekas jahitan di kepalanya. "Tapi habis itu gue ngehajar dia kok. Dia ga sehebat itu"
"Ya karena dia itu ga jago berantem tangan kosong. Tapi kalau dia udah pegang pedang, hmmm... Mampus lu berdua"
"Wah bangsat" si Jay memaki. "Duh seandainya pedang samurai gue masih ada... "
"Ya udah kita ambil pedang lu, Yank. Rumah lu kan deket aja. Paling berapa jam sih ke Bandung?' usul gue. Mulai merasa cemas.
"Aduh... Tapi gue harus ngomong apa sama Abah... " Jay meringis.
"Gapapa deh, gue lebih milih menghadapi gerombolan anak GRC dengan tangan kosong daripada harus menghadapi abah gue. Thank you, next"
"Huffhh" gue menarik nafas berat. "Ya udah kalau gitu kita harus latihan dari sekarang yank. Lu jangan rebahan mulu! Latihan bro! Ini nyawa kita taruhannya"
"Iya beb"
.
.Malam itu, lama setelah si Atuy pulang, gue berbaring di kasur gue sama si Jay di samping gue. Dan Moni tidur diantara kita berdua dengan damai.
Drrrttt. Ada pesan dari nomor tak dikenal masuk di hape gue.
Xxx : "Minggu depan. Di lokasi ini. Gue tunggu lu Arjuna bangsat! Kalau lu beneran Ksatria, jangan kabur lu. Kalau lu berani kabur, gue tetap bakal kejar lu sampai ke ujung dunia. Dan semua orang yang deket sama lu bakal gue bantai semua!"
Gue menunjukkan pesan itu sama si Jay yang langsung memaki marah.
"Udah biarin aja yank ga usah dibalas" gue mencegah si Jay.
"Anjink banget. Siapa sih ini? Si Yudha pasti nih"
"Biarin aja" gue mengambil hape gue dan gue taruh di meja. Lalu gue berbaring menatap langit-langit.
"Beb... Lu takut?"
Gue menoleh dan tersenyum. "Ga. Gue, Arjuna, adalah seorang ksatria. Mati di medan perang adalah suatu kebanggaan bagi gue"
"Ngomong apa sih beb" Jay memindahkan Moni dengan hati-hati ke bawah kasur.
"Lu... Ga nyesel udah menghajar si Tio?"
Gue berdecak kesal mendengar pertanyaan konyol itu. "Nggak! Kalaupun gue nyesel... Gue nyesel karena cuma ngirim tuh lonte ke rumah sakit. Harusnya sekalian aja ke liang lahat!"
Jay terkekeh dan meluk gue. "Aww, you're so cute when you jealous beb"
Gue berbalik memunggungi Jay sebal. Namun dia malah memeluk gue makin erat dari belakang dan menciumi rambut gue yang baru keramas.
"Juna"
"Hm?"
"Gue janji, siapapun yang mau nyakitin elu, mereka harus melangkahi mayat gue terlebih dahulu... "
.
.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ Jay & Juna
General FictionJusuf Habibie, cowok manis berkulit putih bersih asal Bandung, memulai hari barunya sebagai mahasiswa Unpaj Jakarta dengan penuh harapan. Namun tak disangka hari-harinya menjadi lebih berwarna karena kehadiran sosok teman sekelompoknya, cowok macho...