58. Salah Sasaran

1.6K 181 29
                                    

“Aku hanya menaruh harapan, tapi yang tumbuh malah luka.”

🍊🍊🍊

🍊🍊🍊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

58. SALAH SASARAN

Tangan itu masih setia menggenggam. Mereka berlari untuk sampai ke tempat duduk yang telah disediakan tadi. Nadila sendiri begitu cemas jika ia tidak bisa menjawab benar soal-soal tersebut, tapi rasa cemasnya lebih besar kepada Nabila yang tengah sakit.

Berbeda dengan Nabila tadi, Nadila justru duduk di tengah-tengah Raka dan Tasya.

Cowok itu menyadari bahwa Nadila terus menunduk dan sesekali memejamkan matanya. Mungkin efek lampu yang begitu terang. Namun sebentar lagi acaranya dimulai membuat Nadila gugup setengah mati. Seandainya Astrantia kalah, otomatis itu karena salahnya.

Nadila menarik ulur nafasnya meyakinkan Raka bahwa ia benar-benar gugup.

“Gugup, ya?” tanya Raka berbisik.

Nadila menelan salivanya lalu mengangguk.

Dengan santainya Raka memegang tangan Nadila lalu meniup ibu jari gadis itu untuk menenangkan. Cowok itu memang tahu apa yang harus ia lakukan. Kekaguman Nadila bertambah setelah Tuhan benar-benar mengubah alurnya. Nadila tidak pernah menyangka bahwa hari ini adalah miliknya. Meskipun hari-hari berikutnya bisa saja rahasia Tuhan terbongkar.

“Baik, perwakilan sekolah Astrantia sudah ada di sini! Kalau begitu.. olimpiade fisika tahun ini resmi dibuka!”

Mereka memang menunggu Nadila, Raka, dan Tasya untuk datang. Olimpiade itupun dimulai dengan semua penonton bersorak dan mendukung perwakilan sekolahnya masing-masing.

“ASTRANTIA THE BEST!”

“KITA PASTI MENANG!”

“SEMANGAT RAKA! NABILA! TASYA!”

“ASTRANTIA DI HATI, BLACK WOLF DI SINI!”

Terdengar begitu ramai pendukung dari Astrantia. Raka menoleh hanya untuk tersenyum karena teman-temannya meminta tadi. Raka melihat diantara penonton terdapat orang spesial baginya, dia adalah Lili.

“Raka, semangat! Mama doain!” ucapnya tak terdengar, tapi Raka bisa membaca bibir mamanya itu.

Raka mengangguk penuh semangat. Banyak orang yang mendukungnya, tapi doa dari ibu adalah yang paling dibutuhkan oleh Raka.

Tak lama setelahnya, Rizal datang untuk melihat anaknya yang tengah mengerjakan soal. Namun mata Rizal seakan melihat adanya kejanggalan.

“Itu ... Nabila atau Nadila?” tanyanya sebab Rizal begitu tahu detail dari anak kembarnya. Istilahnya beliau paling kenal meskipun mereka sangat mirip.

“Gak mungkin itu Dila, yang ikut itu kan Bila,” sambungnya.

“Raka, sesuai perjanjian tadi. Lo kerjain dari nomor satu sampai tiga puluh. Dan lo kerjain dari tiga puluh sampai enam puluh—”

MENDUNG [SELESAI✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang