15. Bukan Main-Main

2K 208 50
                                    

Manusia itu selalu merasa kurang, padahal tinggal tambah.”

🍊🍊🍊

🍊🍊🍊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

15. BUKAN MAIN-MAIN

Raka memarkirkan motor kesayangannya di halaman rumah mamanya. Meskipun sebuah tempat kecil dan kumuh, tapi Raka lebih nyaman tinggal di rumah itu. Raka membuka helmnya lalu mengacak rambutnya. Tujuannya mungkin untuk memberi nafas rambut hitamnya setelah beberapa menit disekap helm. Atau mungkin ada maksud lain. Yang perempuan bilang dengan laki-laki akan lebih tampan dengan rambut berantakan.

Namun tujuan Raka bukan itu, ya karena tidak ada tujuannya.

Raka akhirnya berjalan dan hendak masuk ke dalam rumah Lili. Dia biasanya akan mengetuk pintu terlebih dahulu, tapi kelihatannya mama kesayangannya itu tengah sibuk dengan seorang gadis.

Raka akhirnya masuk tanpa mengetuk sebab penasaran. “Assalamualaikum, Ma.”

Gadis itu menoleh membuat Raka maupun dirinya terkejut. Ia sampai membulatkan matanya kala melihat Raka. Matanya memang bermasalah, tapi ia bisa melihat jelas orang tampan di sana.

Sementara Raka hanya menautkan alisnya dan memasang wajah heran. “Nadila?” batinnya.

“Waalaikumsalam,” jawab Lili. Raka meraih tangan mamanya lalu mengecup punggung tangannya.

“Dila, kenalin ini Raka. Anak laki-laki Ibu,” ujar Lili.

Nadila terlihat canggung ketika Raka datang. Raka menaruh tasnya di sofa kemudian duduk.

Tiba-tiba satu dari tiga karyawan mamanya datang. “Bu, ada sedikit masalah di dapur.”

Raka berdecak sebal. Ia baru saja melihat mamanya, tapi tiba-tiba saja terganggu akibat masalah yang katanya ada di dapur.

“Raka temanin Dila sebentar ya? Mama mau ke belakang dulu.”

Dengan wajah dinginnya Raka mau. “Iya, Ma.”

Lili pun pergi meninggalkan Raka dan Nadila di ruang tengah.

“Gimana gue bicara kalau lo punggungin gue kayak gitu?!” tegur Raka.

Duh, ini Raka kenapa ajak bicara sih?

Nadila pun beringsut dan mengarahkan wajahnya sambil menunduk.

“Maaf, Raka. A-aku sama sekali gak tahu kalau ternyata Bu Lili itu mama kamu,” ungkap Nadila.

“Lo ada kepentingan apa sama Mama?” tanya Raka.

“I-itu tadi Bu Lili habis beli lukisan aku, tapi belum bisa dipasang karena nunggu anak laki-lakinya dulu. D-dan ternyata anak laki-laki itu kamu,” ucap Nadila.

“Mana lukisannya?” tanya Raka.

“Itu,” tunjuk Nadila takut.

Raka memandang lukisan itu dengan saksama. Warna yang diberikan Nadila tidak tepat, tapi kenapa lukisan itu punya nilai tersendiri? Apa yang menjadikannya begitu?

MENDUNG [SELESAI✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang