40. Berpisah?

2.1K 160 57
                                    

“Hati : benda paling kuat meskipun mudah rapuh.”

🍊🍊🍊

🍊🍊🍊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

40. BERPISAH?

“Per—gi,” lirih Nadila dengan nafasnya yang tersengal-sengal.

Seketika Raka menekuk wajah dinginnya. Mencoba mencuri-curi pandang meskipun ia tahu keberadaannya tengah diacuhkan. Nadila juga terlihat tertekan setelah melihat Raka. Apa itu artinya ia telah membuat kesalahan kepada Nadila?

“Kenapa?”

“Pergi!” teriak Nadila dengan nafas yang tersendat.

“Ya, gue pasti pergi. Tapi kenapa?”

“Aku bilang pergi, Raka!”

Raka semakin tidak tahu situasi apa yang tengah dihadapinya? Masalahnya awalnya mereka baik-baik saja sampai akhirnya mereka dihadapkan oleh situasi ini.

“Dil—” Raka sangat ingin menjenguk Nadila sedari tadi, tapi ini kenyataan yang harus terjadi.

“Kalau kamu gak mau pergi, biar aku!” Nadila kemudian bangun dan hendak menarik paksa jarum infus yang menancap di tangannya serta melepas selang pernafasan yang melekat di hidungnya.

Tentu cowok itu langsung mencegah Nadila dengan memegangi keduanya lengannya.

“Lepasin! Me—mang seharusnya aku kan yang pergi?!”

“Gak—  ada gunanya aku hidup!”

“Aku mau mati aja...”

Nadila terus mengeluh di depan Raka meskipun nafasnya terlihat terputus-putus. Cowok itu semakin yakin bahwa bukan fisik, tapi mental Nadila juga terganggu. Terlihat dari tangisnya yang begitu frustasi. Sesekali juga gadis itu menarik ulur nafasnya yang terdengar menyesakkan.

“Dil, berhenti!” pinta Raka dengan terus mencegah Nadila yang memberontak ingin dilepaskan.

“Biarin aku pergi! Aku gak mau ada di sini lagi!” pekik Nadila yang wajah pucatnya kini dipenuhi air mata.

“DENGERIN GUE DULU!!!” pinta Raka sekali lagi hingga membuat Nadila tersentak dan diam dengan dada yang naik turun.

Raka menatap mata Nadila yang kini mau diam. Ia sendiri tahu betapa beratnya beban yang harus Nadila tanggung. Dan efek obat itu pasti berhasil mengganggu psikis Nadila. Bisa-bisa Nadila mencoba mengakhiri hidupnya lagi karena ucapannya barusan.

“Sesak?” Raka bertanya dulu untuk mengetes Nadila betapa nyerinya rasa sesak apalagi rasanya meninggal.

Nadila menurunkan bibirnya dan menunjukkan kedua penglihatannya yang pilu sembari mengangguk penuh hati. Tangannya kini mengenggam kuat tangan Raka.

MENDUNG [SELESAI✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang