•☀️Siang yang Cerah☀️•

33 2 0
                                    

Ini nanti bakalan ada Flashback nya, ya. Flashback masa SMP Reno dkk SMP.

☘️•☘️

Di sebuah ruangan 7×8 meter, sebuah layar berukuran 50×20 cm dengan resolusi layar 720p menyala, menampilkan sebuah istana kerajaan yang dihuni oleh sepasang Raja dan Ratu serta anggota keluarga lainnya sekaligus pelayan dan prajurit istana megah itu.

Mahabarata. Tayangan yang sangat bunda dan ayah sukai. Kalau bunda sukanya itu karena ada si Krishna, yang pemerannya itu ganteng banget. Senyumnya bikin candu kata bunda, terus lagi didukung lesung kecil di bawah sudut bibirnya. Membuat bunda makin kesemsem akan ketampanan si pemeran Krishna tersebut.

Selain Krishna, bunda juga suka pemeran Sengkuni. Wajahnya tengil abis, dan licik namun pintar, kalau kata bunda. Kata bunda juga, para pemain Mahabarata ini sangat-sangat cocok dengan aslinya.

Reno said, "kayak tau-tau aja kisah Mahabarata jaman dulu. Emang bunda juga tau muka Mahabarata aslinya gimana? Di kartun Krishna warnanya biru, buktinya di sinetron, kok warnanya nggak biru?"

Ya, namanya orang tua, kalau nonton tv nggak mau diem, pasti sambil ngedumel. "Ya emang ada orang India yang kulitnya warna biru?" Tanya balik bunda. "Emangnya kartun Krishna cilik udah paling bener?" Kalau debat sama bunda, pasti kalah.

Kalau ayah, suka semuanya. Alurnya, pemainnya. Walaupun berulang kali tayang di televisi, ayah nggak ada bosan-bosannya buat rewatch. Sampai hapal setiap alur yang akan terjadi. Seperti saat ini, episode ketika perang Baratayudha.

Ayah dan bunda saling lempar tanya jawab.

Di sebelah ayah, adik kecil, cantik, mungil itu-- Alice duduk sambil memainkan ponsel beliau. Bercasing warna biru dengan gambar Stitch milik kak Marta waktu ponselnya masih belum upgrade ke yang lebih canggih lagi.

Lalu di kursi panjang, Hafiz, duduk juga bermain ponsel milik Reno. Yang sengaja dia pinjamkan supaya ayah dan bunda bisa menonton tv dengan tenang tanpa di ganggu dua bocah itu.

Satu kaki Reno berada di atas punggung mbak Marta alias kak Marta. Menginjak-injak punggung kakaknya itu yang katanya pegal-pegal sehabis lembur kemarin, dan ditambah perempuan 24 tahun itu baru saja pulang dari tempat kerjanya.

"Udah, ya, kak?" Reno mengeluh, sebab terlalu malas mendengar perintah-perintah kak Marta yang seenaknya itu.

"Betis, Ren, aduuuhh, nyeri banget itu,"

Reno menghela napasnya, lalu pindah ke betis dan sedikit memberi tenaga agar kak Marta jera bila dia injak sekasar itu.

"Aduuuh, pelan, Ren!" Kak Marta mengaduh kesakitan, sebab injakan Reno yang mantep pol.

Tujuannya injak-injak ini sebab kalau dipijat lama proses sembuhnya, jadi injak-injak adalah hal yang biasa dilakukan di keluarga pak Chandra. Menghemat waktu juga, dan cepat marem.

Reno yang paling sering disuruh menginjak-injak anggota keluarganya. Sebab Reno tenaganya sangat pas ketimbang kak Marta yang kata bunda melempem.

Maklum, Reno seorang laki-laki, apalagi bobotnya yang bisa dikatakan hampir menyamai ayah.

Perut Reno itu nggak buncit, yang membuat Reno memiliki bobot 3/4 kwintal adalah lengan dan pahanya yang besar, ditambah punggungnya yang lebar, membuat orang lain melihat porsi tubuh Reno seperti bapak-bapak.

Di kelas, Reno yang paling berbobot. Dari SD, teman-temannya suka memanggilnya dengan sebutan kuda Nil, atau si gendut. Kadang Reno kesal, apalagi kalau yang manggil seperti itu anak laki-laki. Tapi spesial kalau yang manggil dia cewek, Reno diam. Sebab baginya itu adalah panggilan spesial.

SATURDAY||Reno: Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang