•Bekal?🍱•

21 3 0
                                    

"Pagi ku, cerah ku, matahari bersinar, ku gendong tas coklatku, di pundak." Senandung Haikal yang datang bersama segerombolan murid kelas TKJ E. Ada Reno, Naja, Rezvan, dan antek-anteknya yang lain kecuali Mirza, terus ada juga teman sekelas mereka yang lainnya.

"Kalo dipikir-pikir, suara gue enak juga, ya," Haikal memuji dirinya.

"Lo doang kali yang mikir-mikir, kami, mah, enggak," Chan menimpali.

"Yeu! Kira-kira kalo gue ikutan Indonesian Idol pasti jadi 3 besar,"

"Kalo kira-kira gue belum audisi udah ditolak kalo lo, mah," Tambah Chan lagi, membuat Haikal kesal setengah hidup.

"Selain bokap gue, lo juga lebih ngeselin, ya, Chan."

Segerombolan itu mulai memencar ke tempat duduk mereka masing-masing.

"Kenapa lagi sama bokap lo?" Tanya Naja.

"Masa duit PIP gue di tilep seratus, sih, mana bilangnya ke emak gue, dan emak gue iyain. Kesel banget, anjir. Yang punya duit gue, ya..."

"Lagi, gue ajak dia jumatan gak berangkat, gue suruh dia buat genduren, nggak berangkat. Bisanya nyuruh-nyuruh gue buat berangkat, di rumah dia enak-enakan nonton TV."

"Nanti katanya kalo gue ngamok, darah tinggi. Masih muda sukanya marah-marah, gimana gamau marah, kalo punya bokap spek begituan."

"Emang paling bener kata Upin Ipin, 'Nasib baik kite tak de bapak, kan?' punya bapak juga gak ada gunanya."

"Gelap-gelap," celetuk Jidan.

Haikal kembali melanjutkan, "Kemarin habis tengkar sama emak. Dia ditagih sama tante gue, terus bokap minta uang ke emak gue, ya, emak gue kerja buat dia sendiri, lah, ogah banget ngasih uang dia yang pengangguran begitu. Dahlah, langsung gelud dah, tuh,"

Haikal bercerita tanpa jeda, didengar 6 orang temannya.

"Biasah, kalo udah tengkar baikannya nanti idul Fitri, kalo enggak, pas bokap butuh sesuatu."

"Biyuuuh... lama bener?" Naja menimpali.

"Ya, gitu. Hampir tiap hari tengkar, akurnya setahun palingan bisa diitung pake jari."

"Emang semua orang tua kalo tengkar begitu, ya? Baikannya lama?"

"Jan tanya gue sama Rezvan. Hehe..." Naja menyengir.

"Gue gak tinggal satu rumah sama ortu gue," kata Chan.

"Bokap gue jarang di rumah. Keknya, fine fine aja, gue gak pernah denger mereka gaduh," ujar Lucky.

"Ortu gue romantis, tiap hari bikin genteng bareng," Jidan membuat semua temannya tertawa.

"Ortu gue... tengkar jelas pernah, tapi palingan malemnya langsung pelukan baikan gitu." Kata Reno.

"Lo enak, Ren. Setiap minta apa-apa pasti diturutin langsung. Kata dia pas waktu kita PKL bareng, dia minta sepatu pas sepatunya jebol waktu itu, malemnya langsung berangkat beli. Lah, gue, minta diturutinnya sebulan lagi, tapi ujung-ujungnya gue beli sendiri." Ujar Haikal, bikin Reno tertawa kecil.

"Bersyukur banget gue. Lagian emang udah gak bisa dipake jebol gitu, ya, langsung dibeliin, lah."

"Sama, anjir. Jatah sebulan gue emang lumayan, tapi, ya, kalo mau beli apa-apa harus pake uang sendiri." Chan menyahuti ujaran Haikal.

"Alah, agak gak percaya gue, tapi emang dari penampilan lo, gue jadi percaya, sih, Chan."

"Penampilan Chan keliatan sederhana, tapi liat dah, brand luar negeri semua yang dia pake perasaan." Naja kurang setuju dengan ucapan Haikal.

SATURDAY||Reno: Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang