-Flashback again, end-
"Awakmu jenenge Reno?" Perempuan yang datang dengan tiba-tiba menghentikan langkahnya dan langkah teman-temannya menuju ke kelas itu, sontak membuat kedua alisnya nyaris menempel. Wajahnya tidak begitu asing, tapi dia tidak mengenali perempuan itu.
"Ada apa?" Tanya Reno bingung. Melihat badge di lengan kiri perempuan itu, sedikit memberi pengetahuan Reno akan perempuan itu yang merupakan kakak kelasnya. Ada dua pertanyaan yang melintas di kepalanya. Bagaimana dia bisa mengetahui namanya? Dan apakah dia kakak kelas yang sama saat dia SMP?
Reno menerima sebuah kertas yang disobek dari buku tulis, yang dibentuk seperti amplop kecil polos yang perempuan itu keluarkan dari dalam ranselnya. Reno menerimanya dengan perasaan bingung, namun tanpa menunggu waktu lama, perempuan itu kembali membuka suara setelah menghela napasnya cukup panjang. "Iku surat ko Karin. Aku tetangganya. Gak tau itu surat apa, dia nitipin itu sebelum dia dibawa ke rumah sakit." Reaksi yang Reno tunjukkan hanya mata yang menyipit, terkejut. Dia tidak ingin bereaksi berlebihan, sebab bukan hanya dia dan perempuan itu di sana, melainkan teman-temannya juga terdiam mematung, tanpa ada peranan lebih di antara percakapan dua orang itu.
"Suwun, yo, mbak," Ucap Reno, dibalas anggukan perempuan itu.
"Iyo. Sek," sebelum Reno dan teman-temannya melanjutkan langkah mereka, perempuan itu membuka suara kembali, "cuman mau bilang, pas Karin kasih surat itu ke aku, wajah dia pucet banget, sama wajahnya itu bengep-bengep, ngerti, 'kan opo maksudku? Kayak kebanyakan minum obat-obatan, Aku gak tau dia sakit apa, karna keluarganya tertutup banget. Kamu teman dekatnya, ya? Coba kamu tanya dia. Aku gak punya kontaknya soalnya." Terlihat dari air muka perempuan itu, khawatir.
"Iya, mbak, makasih, ya, udah kasih surat ini." Ucap Reno, tak ingin memperlihatkan apa yang dia rasakan, Reno memberi senyuman tipis pada perempuan yang seingatnya dia kakak kelasnya juga saat SMP.
"Iya, sama-sama, jangan lupa dibaca, ya." Perempuan itu berlalu, meninggalkan seulas senyum pada Reno, begitupun dengan teman-temannya.
"Karin siapa, Ren?" Yang pertama membuka suara setelah beberapa saat membisu yaitu Haikal. Reno dan teman-temannya melanjutkan langkah mereka.
"Temen SMP," jawab Reno seadanya.
"Temen SMP apa temen SMP, Ren?" Ledek Mirza, diakhiri tawa garingnya.
"Temen SMP, seriusan." Reno mencoba untuk meyakinkan mereka.
"Kayak spesial gitu sampe dikirimi surat. Bisa aja, kan, chat di wa gitu..." goda Haikal, menyenggol lengan Reno.
"Kuno banget pake surat, Ren," cibir Jidan, dibalas tawa ketiga temannya yang lain. Haikal, Mirza, dan Rezvan.
"Bacot. Dia gak ada WA." Sarkas Reno karena kebisingan teman-temannya itu membuat hatinya semakin teriris.
Hanya butuh beberapa saat untuk mereka bisa sampai di dalam kelas. Tak lama mereka duduk di bangku masing-masing, Chan dan Lucky datang bersamaan dengan 1 bungkus roti goreng di tangan Chan.
"Lo kenal Karin, nggak, Chan?" Reno dibuat geram dengan pertanyaan Haikal pada Chan tersebut.
"Karina?" Beo Chan, membenarkan, sembari itu dia meletakkan ransel dan sebungkus roti goreng tadi di atas kursi yang langsung disambut sigap oleh Haikal
Haikal mengangguk, mencomot roti gorengnya dan menjawab, "Iya, Karin, temen SMP lo," Demi apapun mulai detik ini Reno membenci oknum bernama Haikal.
KAMU SEDANG MEMBACA
SATURDAY||Reno: Lee Jeno
عشوائيTentang semua yang ada dalam diri seorang Ananda Reno: •Tentang kehidupan sehari-harinya. •Tentang bagaimana dia ketika sendiri. •Tentang apa yang sedang keluarganya alami. Bunda dan Ayah. •Tentang masa lalu yang sering menghantuinya. Cinta dan ling...