•⛈️Hujan Tanpa Ayah👨•

45 6 0
                                    

Beberapa bulan kemudian ....

Jum'at, 12-November

Reno membuang napasnya, hari ini ia akan melancarkan misi yang sudah ia rancang dari jauh-jauh hari. Jari telunjuk kanannya bergerak di atas touchpad, fungsinya untuk membantu dia mengecek ulang hasil ide dan kerja tangannya selama ini. Tangan satunya ia fungsikan untuk menopang kepalanya.

8 hari yang lalu, sebuah akun penerbit besar melakukan sayembara. Tanpa pikir panjang, Reno mencoba untuk mengikuti sayembara tersebut, perihal hasilnya dipikir nanti saja, yang terpenting 8 hari berlalu Reno gunakan waktunya untuk menyelesaikan naskahnya, dan rela begadang demi misinya bisa berjalan dengan sempurna.

Seharusnya Reno melakukannya 2 atau 3 bulan yang lalu, namun suatu hal membuat Reno urung. Banyak kekurangan yang belum Reno selesaikan, dan susahnya melawan rasa tidak percaya diri membuat Reno semakin mengulur waktunya. Dan, sayembara inilah yang membuat Reno berpikir, "bodo amat, yang penting dicoba dulu."

Melawan rasa tidak percaya dirinya itu. Memerangi setiap hambatan yang telah membuat waktunya semakin menipis, dan menghancurkan benteng yang membatasi dirinya dengan masa depan.

Matanya sepat berjam-jam di depan layar laptop dengan cahaya minim. Beberapa kali ia menguap, kantuk benar-benar tak bisa Reno kendalikan saat ini. Namun, nanggung katanya, hanya tinggal 3 bagian lagi, agar dia bisa menyelesaikannya dengan cepat dan kembali bisa beristirahat seperti biasa.

Satu jam berlalu, dan beberapa kalimat akhir sebagai penutup kisahnya. Ah, tidak, gurau saja.

Huuuffttt....

Akhirnya, Reno bisa bernapas dengan lega. Otot-otot tangannya ia regangkan, dan jari-jemarinya ia bunyikan menghasilkan suara, "kletek, kletek,"

Kantuknya sudah tak bisa ia tahan lagi, Reno mematikan laptopnya, lalu beranjak dari tempat dan membanting tubuhnya di atas kasur yang akhir-akhir ini tak ia jamahi dengan nyenyak.

Tak lama berbaring di atas benda yang tak terlalu empuk itu, suara dengkuran kecil terdengar. Sepertinya pemuda itu benar-benar lelah.

"Saturday?" Gumaman seseorang bersamaan dengan dengkuran Reno yang semakin terdengar dengan keras.

"Naskah Saturday? Hhh....." seseorang itu terkekeh.

•🍃 Saturday 🍃•

Langit memancarkan cahaya menyeramkan. Geluduk menggelegar, riuh bagaikan amukan binatang.

Hafiz tidur meringkuk di kasur lantai ruang keluarga. Badannya menggigil telah di tutupi banyak lapisan selimut.

Sejak 10 menit yang lalu ketika hujan deras turun disertai dengan sambaran petir, Hafiz muntah-muntah dan suhu tubuhnya tiba-tiba tinggi.

Bunda dengan telaten mengolesi minyak kayu putih di sekujur tubuh bocah itu, lalu memijat kakinya pelan-pelan.

Angin kencang menambah hawa menakutkan malam ini. Berlima di rumah itu tanpa ayah rasanya begitu kurang, sebab hanya ayah dan Reno laki-laki dewasa di rumah itu. Ayah sholat berjamaah di masjid setiap Maghrib, dan Reno masih ada di kamarnya tak kunjung turun sedari tadi.

Lima menit kemudian seluruh penerangan mati. Dan tak lama kemudian, suara gedebukan terdengar dari lantai atas.

"Bundaa ...." Rengek Alice yang tiduran di samping Hafiz.

"Woooyy ... kaget! Hhhh ..." Napas Reno tersengal sehabis lari maraton alias turun dari kamar atas dengan tergesa.

"Bunda cari lilin dulu. Adek sama mas Reno, ya?" Bunda bersiap untuk beranjak dari tempat, namun mbak Marta muncul dari ruang belakang dengan membawa senter hp dan lilin di tangan sebelah kanannya yang memberikan penerangan lumayan untuk ruangan tersebut.

"Duh, hp Reno ketinggalan. Anterin, Bun ... ambil hp. Hidupku terasa hampa tanpa benda itu." Dramatis Reno yang dibalas mbak Marta dengan senggolan di bagian punggungnya ketika mbak Marta melewati dirinya.

"Apa, sih? Sewot!" Tukas Reno sinis.

"Mbak anterin sini. Laki kok penakut!" Cibir mbak Marta membuat Reno melengos.

"Kayak yu dulu enggak aja. Gak sudi, ah, dianterin yu. Gak berkah nanti,"

Jeddaaaarr...

"Allahuakbar!"  Refleks Reno kaget.

Geluduk kembali menyambar. Reno memijit pangkal hidungnya yang tiba-tiba nyeri.

"Duh, ambilin wes, kak, sendiri. Cemut-cemut kepalaku."

"Enak banget kalo ngomong?" Reno cengar-cengir.

"Ya tinggal ngomong, ya, enak, to. Susahnya ngomong gimana? Hahaha ..." Reno tertawa meledek membuat mbak Marta nyaris saja, melempari adiknya itu dengan lilin yang menyala kalau saja kesabaran mbak Marta ada batasnya.

"Udah, sini, bunda ambilin. Mbak Marta jagain adik—"

"Nggak, nggak, Bun jangan, biarin Reno ambil sendiri, berani, kok, Reno, kan, lakik!" Reno cengengesan beranjak dari tempatnya. Menjulurkan lidah menantang Mbak Marta.

"Awas lu, ya!" Peringat mbak Marta yang dibalas Reno dengan menjulurkan pantatnya.

"Bunda, mas Reno mainan bokong." Adu Alice, membuat Reno dengan cepat berlari menjauh dari sana, sebelum tangan bunda melayang untuk memukul pantatnya.

•To Be Continued✓

Next full Chat.

Untuk part ini dikiiiiitt banget, gak sampe 1000 words.

SATURDAY||Reno: Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang