16

815 110 2
                                    

Warning! Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Dimohon kebijaksanaan pembaca agar tidak dikaitkan dengan dunia nyata. Dilarang keras untuk menduplikasi dan/atau menyebarkan sebagian atau seluruh isi cerita ini tanpa izin penulis.

.

.

Gongmyung mengerjap kaget ketika seorang gadis manis dengan coat merah muda berdiri di depan pintu apartemennya.

"Mencari siapa, ya?"

"Saya temannya Jeno, Paman. Kenalkan, saya Jaemin," kata gadis itu memperkenalkan diri.

Tahu itu salah satu nama yang sering disebut anaknya. Gongmyung bergeser di pintu, mempersilahkan anak manis itu masuk ke rumahnya. Seolah sudah hafal luar luar kepala, gadis itu tidak terlihat canggung sama sekali ketika memasuki rumah.

Gadis itu membawa sebuah cake greentea. Ia langsung membuka kotak pembungkusnya dan menyimpannya di sisi lain meja. Gongmyung menyuguhkan secangkir teh hangat yang selalu ia seduh di pagi hari.

"Jeno masih mandi," kata Gongmyung sambil menemani anak bernama Jaemin itu di meja makan. "Jeno sering menyebut tentang kamu."

Jaemin memberikan sebuah senyum manis. "Aku harap cerita baik yang Paman dengar tentangku."

Gongmyung tertawa. "Jeno selalu cerita hal baik tentangmu."

"Ah... syukurlah..."

Mereka mulai mengobrol tentang banyak hal. Gongmyung baru tahu kalau anak yang mengirimi Jeno makanan saat lomba adalah dirinya. Ia memuji kemampuan memasak Jaemin. "Hanya ada kami, dua orang laki-laki, di rumah ini. Kami lebih sering masak di rumah, ah Jeno sih yang memasak. Dia pernah memasak sup rumput laut untukmu tidak?"

Jaemin menggeleng.

"Kamu harus minta dibuatkan olehnya. Miyeok-guk buatan Jeno yang terbaik."

"Kamu terlalu berlebihan, Ayah," celetuk Jeno yang baru keluar dari kamar mandi. Sejak di dalam sana, ia sudah mendengar suara Jaemin. "Sup rumput laut kan mudah dibuat." Anak laki-laki itu berlalu meninggalkan keduanya ke kamar.

Gongmyung mendekatlan dirinya pada Jaemin lalu berbisik. "Anak itu memang begitu..."

Jaemin tertawa sambil mengangguk.

Jeno bergabung setelah mengeringkan rambutnya. Ia agak kaget melihat ada kue tart hijau di tengah meja dengan dua lilin menyala.

"Kamu harus buat permohonan dulu," kata Jaemin sebelum ia meniup lilinnya. Jeno menurut. Laki-laki itu memejamkan mata sesaat lalu meniup lilinnya diiringi tepuk tangan Jaemin dan Gongmyung.

Pagi itu mereka menikmati kue ulang tahun Jeno ditemani teh hangat. Ini pertama kalinya ulang tahun Jeno tidak terasa menyedihkan.

Matahari sedang cerah di atas awan. Ketiganya menaiki bus menuju rumah abu di pinggir Seoul.

Jaemin jarang datang ke pemakaman. Hanya sekali saat kakeknya meninggal, itupun ketika ia SMP.

Gadis itu berasa salah kostum ketika menyadari warna pink pastel mantelnya terlihat sangat mencolok di rumah abu.

"Tidak apa-apa," kata Jeno ketika Jaemin mengatakan kepeduliannya.

Mereka berdiri di depan sebuah rak berisi banyak guci abu dengan masing-masing foto dan pernak-pernik masing-masing mendiang. Jeno menunjuk salah satu rak, di mana foto ibunya berada. Bibi Doyoung tersenyum cerah di foto itu.

Jaemin berusaha melihat foto itu, Paman Gongmyung, lalu Jeno. Ia tidak tahu, ini perasaannya saja atau bukan, tapi mereka bertiga tidak terlihat mirip. Bibi Doyoung malah lebih terlihat mirip dengan Paman Gongmyung. Sedangkan Jeno tampak seperti ciptaan lain.

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang