23

772 98 3
                                    

Warning! Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Dimohon kebijaksanaan pembaca agar tidak dikaitkan dengan dunia nyata. Dilarang keras untuk menduplikasi dan/atau menyebarkan sebagian atau seluruh isi cerita ini tanpa izin penulis.

.

.

"Jinhyukiii!" seru Taeyong lalu segera memeluk ponakannya yang paling muda itu. Tubuh besar Jinhyuk segera menenggelamkan tubuh mungil Taeyong dalam pelukannya.

"Bibi." Jinhyuk mengurai pelukan dari bibi cantiknya. "Apa kabar, Bi?" tanyanya.

"Baik, baik. Kamu sehat?" Taeyong memandangi Jinhyuk yang tubuhnya tinggi menjulang seperti ibunya.

"Sehat, Bi." Keduanya masuk ke ruang makan yang mana sudah ramai.

Keluarga besar Taeyong rutin mengadakan pertemuan-pertemuan kecil seperti ini. Berbeda dengan keluarga Jaehyun, keluarga Taeyong senang mengadakan perayaan. Bahkan hal-hal kecil seperti kepulangan Jinhyuk pun dirayakan. Ini semua berkat ibu Taeyong, alias nenek Mark, yang berniat selalu mendekatkan anak-anaknya.

Kedua kakaknya hadir bersama keluarga masing-masing. Tidak ada yang berani membantah kalau Ibu sudah berkata. Karena itu juga, Taeyong jadi cukup dekat dengan ipar-iparnya dan keponakannya.

"Bibi hanya datang sendiri?"

"Iya, Paman Jaehyun-mu ada pekerjaan mendesak, sedangkan Mark masih di Kanada," kata Taeyong lalu menyerahkan hadiah yang sejak tadi tersimpan di tasnya. "Untukmu."

"Terima kasih, Bibi."

"Kamu mulai kerja di Daehan?" tanya Taeyong.

"Iya. Senin besok aku mulai hari pertama di Daehan Construction," kata Jinhyuk. Taeyong mengangguk.

"Ya sudah, Bibi mau bertemu nenekmu dulu, ya," pamitnya lalu pergi ke kamar utama yang sudah ia kenal selama puluhan tahun.

Ibunya duduk di tepi ranjang. Ia masih terlihat sama cantiknya dengan yang Taeyong ingat dengan rambut kelabu dan kerutan yang membuat ia tampak bersahaja. Taeyong segera memeluk ibunya. "Ibu, Taeyong datang."

"Ah... Taeyong-ah... kemana saja kamu? Datang dengan Jaehyun?"

"Tidak, bu. Aku datang sendiri."

"Tumben sekali Jaehyun mengijinkan kamu pergi. Biasa dia lebih suka mengurungmu di rumah," sindir Jaejoong, ibu Taeyong, yang mana tidak bisa Taeyong tampik.

Jaehyun memang seperti itu. Terlepas dari segala hal yang orang bilang bahwa Jaehyun memperlakukan Taeyong layaknya ratu, tetap saja, ratu hanya tinggal di istana. Taeyong harus selalu melapor pada Jaehyun kemanapun ia pergi. Bahkan untuk menemui ibunya sendiri, ia harus bilang. Pernah sekali Taeyong lupa mengabari, kemarahan Jaehyun membuatnya tidak bisa tidur semalaman.

Ibu suka kesal kalau Taeyong terpaksa pulang ketika hari sore karena Jaehyun akan tiba di rumah. "Suamimu itu tidak bisa melihat istrinya senang, ya?"

Taeyong memegang kedua tangan keriput ibunya. "Jangan seperti itu, Bu. Jaehyun membuatku senang," katanya. "Ibu mau kuantar ke meja makan?" tawarnya.

Anggukan menjadi sebuah jawaban. Dengan dibantu seorang suster homecare, Taeyong menggandeng ibunya ke meja makan yang sudah diisi oleh kakak-kakaknya dan keluarga mereka.

Setelah mendudukan ibu di kursi ujung meja makan, Taeyong mengambilkan nasi dan lauk untuk ibunya.

"Gerakanmu semakin kaku. Kamu tidak melayani suamimu dengan baik, ya?"

"Aku melayani Jaehyun, Bu," kata Taeyong hanya supaya ia tidak dicecar.

Makan siang itu berlangsung dengan hangat. Karena dekat, Taeyong tidak merasa canggung bahkan ketika mengobrol dengan iparnya yang banyak orang bertengkar.

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang