27

863 107 13
                                    

Warning! Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Dimohon kebijaksanaan pembaca agar tidak dikaitkan dengan dunia nyata. Dilarang keras untuk menduplikasi dan/atau menyebarkan sebagian atau seluruh isi cerita ini tanpa izin penulis.

.
.

"Kak Jaemin, hari ini Kakak ada pertemuan dengan ikatan pengusaha muda," kata Minjeong membacakan jadwal Jaemin hari itu. "MUA akan datang ke rumah jam 3 sore, lalu jam 4 sore Kak Mark akan menjemput. Perkiraan acara itu akan berlangsung dari jam 5 dan dilanjutkan dengan makan malam sampai jam 8 malam."

"Oke, terima kasih, Minjeong," jawab Jaemin.

Sebelas tahun sudah berlalu sejak pertunangannya dengan Mark. Jaemin sudah kembali ke Korea sejak setahun lalu dan langsung menjabat sebagai direktur HRD di perusahaan. Tentu saja semua orang sangsi kepadanya. Anak baru lulus S2, baru punya pengalaman sedikit di Amerika, dan adalah anak pemilik.

Jaemin bisa apa tanpa ayahnya?

Meski di depannya mereka semua membungkuk penuh hormat, Jaemin lebih dari tahu bahwa mulut orang-orang membicarakannya di balik punggung.

Jaemin fokus pada kumpulan berkas penilaian KPI karyawan di perusahaan. Minggu depan mereka akan mulai membicarakan bonus akhir tahun. Jaemin bertugas mereview penilaian kinerja karyawan dan menentukan besaran bonus berdasarkan laba bersih akhir tahun lalu sebelum di presentasikan di hadapan direksi yang lain.

Tidak ada pilihan bagi Jaemin selain menurut pada Ayahnya. Lagi-lagi, ia tidak mau ribut. Hidupnya berjalan cukup tenang selama ini saat ia menuruti semua kemauan Papa.

Mungkin memang itu yang seharusnya ia lakukan dari dulu. Jadi boneka manis kesayangan Papa.

Jaemin membiarkan tangan-tangan profesional merias wajah dan menata rambutnya. Pantulannya di cermin terlihat berbeda dari penampilan sehari-harinya.

Minjeong membantunya memakai kalung bermata berlian biru di lehernya, hadiah ulang tahun dari Mama tahun ini.

Minjeong selalu kagum saat melihat Jaemin selesai didandani. Atasannya sudah terlahir cantik dan selalu berubah menjadi jauh lebih cantik selesai ia didandani. Sayang, perangainya yang dingin membuat banyak orang canggung mendekatinya.

"Kak Mark belum datang?" tanyanya pada Minjeong.

Minjeong buru-buru memeriksa ponselnya. "Seharusnya sebentar lagi Kak Mark tiba. Sekretarisnya bilang dia sudah berangkat sejak setengah jam lalu."

Jaemin mengangguk sebagai jawaban.

Gaun birunya tampak menyala di kulitnya, senada dengan perhiasan yang ia gunakan.

"Kak Mark sudah sampai, Kak."

Jaemin berjalan menuruni tangga rumahnya dengan hati-hati. Mark menunggu di ruang keluarga bersama Mama.

"Kami berangkat, Ma," pamit Jaemin.

Mobil BMW seri 8 itu melaju kencang di jalanan Seoul. Mark melirik Jaemin yang tidak mengeluarkan sepatah katapun padanya. Lelaki itu menghembuskan napas lalu melempar pandangan pada jalan raya.

Mark mulai terbiasa dengan sikap dingin Jaemin. Wanita itu sama sekali tidak ingin diganggu maupun diusik kehidupannya. Kehadirannya di sebelah Mark semata-mata hanya untuk melengkapi status Mark. Hanya pajangan.

Mereka memainkan perannya dengan begitu apik. Jaemin mengaitkan lengannya di siku Mark saat memasuki ballroom salah satu hotel.

Tidak ada yang sungguh-sungguh menarik bagi keduanya di sana selain untuk setor muka dan sedikit beramah-tama agar hubungan bisnis tetap berjalan. Toh sebagian besar yang hadir adalah teman-teman mereka juga.

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang