24

737 94 5
                                    

Warning! Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Dimohon kebijaksanaan pembaca agar tidak dikaitkan dengan dunia nyata. Dilarang keras untuk menduplikasi dan/atau menyebarkan sebagian atau seluruh isi cerita ini tanpa izin penulis.

.
.

Taeyong menyambut Jeonghan, asset manager keluarganya.

"Aku sudah lama tidak melihatmu," kata Taeyong sambil menyajikan minuman dan camilan untuk tamunya.

"Jangan repot-repot, Tae. Aku ke sini hanya membawakan laporan aset keluargamu," kata Jeonghan sambil membuka tasnya lalu menyerahkan sebuah map hijau. "Kemarin Jaehyun minta ini untuk kelengkapan pelaporan pajak, tapi aku baru sempat mengantarkannya sekarang."

Taeyong menerima dokumen itu. "Terima kasih, ya."

Jeonghan menyeruput tehnya. "Omong-omong, Jaehyun baik sekali membelikan perusahaan baru untukmu," godanya.

"Ya?" Taeyong tersentak.

"Kau tidak tahu? Dia baru saja berinvestasi di beberapa perusahaan rintisan atas nama pribadi. Kupikir kau tahu..." Jeonghan terdiam. "Astaga, apa aku baru membocorkan kejutan?"

Taeyong berusaha tertawa lalu mengerling pada perempuan cantik itu. "Jadi kau satu langkah di depan Jaehyun, ya?"

"Astaga... pura-pura saja terkejut kalau dia memberitahumu," kata Jeonghan lalu bangkit berdiri sambil merapikan kerutan di roknya.

"Sudah mau pergi?"

"Iya, Tae. Aku ada pertemuan lagi sehabis ini. Tehmu enak, omong-omong." Jeonghan dan Taeyong berpelukan sebelum wanita berambut brunette itu masuk ke mobilnya dan melesat ke jalanan.

Taeyong terdiam dengan informasi yang baru ia terima. Selama menikah, Jaehyun selalu memberitahunya tentang keputusan perusahaan dan segala macam investasi yang pria itu lakukan. Entah itu untuk urusan pribadi maupun tentang pengembangan perusahaan. Baru kali ini ia mendengar hal yang tidak Jaehyun beri tahukan padanya.

Ah tidak, Jaehyun juga tidak bilang apa-apa soal deposito 2 milyar itu.

Dahinya berkerut ketika membaca laporan aset keluarganya. Kebanyakan sudah ia tahu. Namun ada beberapa penambahan di tahun ini yang Jaehyun tidak bicarakan sama sekali dengannya.

Kejutan, kah?

Tapi rasanya Jaehyun tidak pernah memberikan kejutan seperti ini.

Dengan hati berat, Taeyong meletakkan laporan itu di ruang kerja Jaehyun. Ia memilih bungkam hingga Jaehyun sendiri yang buka suara.

.
.
.

Cup.

Taeyong tersenyum simpul ketika Jaehyun pulang dan membubuhkan ciuman di dahinya seperti biasa.

"Sudah makan?" tanya Taeyong karena hari itu Jaehyun pulang larut.

"Sudah. Tadi aku pesan antar," jawab Jaehyun sambil melepaskan dasi dan kancing kemejanya lalu masuk ke kamar mandi.

Taeyong terdiam. Dua bulan ia menunggu Jaehyun mengatakan sesuatu tentang pembelian perusahaan itu dan depositonya. Hingga detik ini, Jaehyun tak juga berkata apa-apa. Ia bertindak seolah tidak melakukan apapun.

Taeyong jadi gusar.

Ia meraih ponsel Jaehyun. Pin yang dipakai masih sama, tanggal pernikahan mereka. Ia memeriksa seluruh riwayat chat, namun tidak menemukan yang mencurigakan. Atau Jaehyun terlalu pintar bersembunyi?

"Sedang mencari apa?" tanya Jaehyun tahu-tahu muncul di sebelah Taeyong dan membuat perempuan itu berjengit kaget. Jaehyun baru keluar kamar mandi, masih dengan air menetes di rambut.

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang