19

768 101 12
                                    

Warning! Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Dimohon kebijaksanaan pembaca agar tidak dikaitkan dengan dunia nyata. Dilarang keras untuk menduplikasi dan/atau menyebarkan sebagian atau seluruh isi cerita ini tanpa izin penulis.

.

.

"Kak," panggil Jaemin. Ia ditarik Mark menjauh dari Jeno. "Kak Mark!"

Ia hampir menangis karena ini pertama kalinya ia melihat Mark semarah ini. Wajah Mark memerah dengan rahang yang menguat.

Mark berhenti menarik Jaemin ketika mereka sampai di ujung lorong lantai 4 yang sepi.

"Apa yang kamu lakukan, Na Jaemin?" tanya Mark dingin.

Jaemin hanya mampu menunduk, menghindari tatapan Mark yang tampak begitu menakutkan. Hatinya ciut. Tidak bisa berkata apa-apa.

"Jaemin..."

"Aku suka dengan Jeno, Kak," aku Jaemin setelah mengumpulkan semua keberaniannya yang tersisa.

"Kamu tahu, kan, Papa kamu tidak suka dengannya?" tanya Mark retoris. Ia mengusap wajahnya lelah. "Jaemin, kamu tahu kenapa kamu terlibat dalam masalah seperti ini? Kamu bohong,  Jaemin. Kamu bohong ke Paman Yuta, ke aku... Padahal Papa kamu nitipin kamu ke aku."

Jaemin memegangi tangan Mark. "Kak, jangan bilang ke Papa, ya?"

Mark rasanya ingin meledak saat itu juga. Tapi Jaemin yang terlihat lemah selalu berhasil meluluhkannya. "Astaga, Jaemin..." Ia mengusak rambutnya sendiri.

"Kak..."

"Kamu sadar, kan, kesalahan kamu apa?"

"Kalau hanya Jeno, kenapa aku tidak boleh main dengan teman-temanku yang lain juga?" Mata Jaemin sudah berkaca-kaca.

"Kamu berubah. Kamu jadi lebih sering melawan Paman Yuta, dan sekarang kamu bohong. Kamu jadi seperti ini sejak masuk SMA, kan? Dan sejak SMA kamu mulai bergaul dengan mereka." Mark memandang wajah Jaemin pias. "Kalau kamu tidak berubah, masalah ini tidak akan ada, Jaemin."

Siang itu Jaemin sama sekali tidak mengikuti sisa kegiatan belajar. Mark membuat surat ijin untuknya dengan alasan sakit. Jaemin diam sepanjang jalan saat Mark mengantarnya pulang.

Ia pun hanya berdiam diri di kamar hingga jatuh tertidur. Ia melewatkan makan malam. Sama sekali tidak merasa lapar ketika hatinya terasa tidak baik untuk melakukan apapun.

"Jaemin," pagi itu Mama datang ke kamarnya saat ia sedang bersiap di ruang riasnya. Jaemin memandang pantulan Winwin di cermin. Sebelah tangannya masih bergerak menyisir rambut.

"Turun, ya. Kita sarapan bersama," pesan Winwin. Ia memandang wajah cantik Jaemin yang terlihat lesu. Ia pun hanya bisa memberikan usapan halus di bahunya lalu pergi lebih dulu ke ruang makan sebelum Yuta mencarinya.

Jaemin turun dengan membawa tas sekolahnya. Ia sedikit terkejut melihat Mark ada di ruang makan. Tidak biasanya laki-laki itu datang di pagi hari. Tapi ia tidak ambil pusing tentang hal itu dan mendudukkan diri di kursi kosong sebelah Mark.

Sarapan berjalan dengan sangat baik. Jaemin pikir ia akan kembali dimarahi hari ini, tapi tidak. Papa tidak mengungkit apapun. Papa malah kelihatan senang dengan kehadiran Mark pagi itu. Sedikit banyak ia bisa menghembuskan napas lega karena Mark tidak melaporkannya pada Papa.

Kelas berlangsung dengan sangat membosankan. Orang-orang jadi agak menjaga jarak dengannya sejak ia lebih sering berada di sekeliling anak-anak kelas tiga.

Teman-temannya seperti Felix, Hyunjin, dan Karina hanya bisa memberikan lambaian tangan dari jauh tanpa benar-benar mendekat. Mark akan segera menariknya begitu mereka bertemu.

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang