3

1.1K 128 7
                                    

Warning! Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Dimohon kebijaksanaan pembaca agar tidak dikaitkan dengan dunia nyata. Dilarang keras untuk menduplikasi dan/atau menyebarkan sebagian atau seluruh isi cerita ini tanpa izin penulis.

.

.

Jam 8 malam mobil Mercedes C Class itu mengantar Jeno kembali ke rumahnya. Sebenarnya Jaemin masih ingin jalan-jalan. Toh di rumah tidak ada siapapun. Dia lebih suka diam-diaman bersama Jeno daripada diam sendirian di kamar. Tapi apa mau dikata, lelaki itu bilang ingin pulang jadi Jaemin menurut saja.

"Dah, hati-hati di jalan," kata Jeno saat akan turun dari mobil.

"Terima kasih ya sudah menemani aku jalan-jalan hari ini," kata Jaemin. Lelaki itu hanya mengangguk. Lalu turun dari mobil.

Mobil itu melaju kembali ke daerah Hannam-dong, rumah Jaemin yang berada di sebelah utara dari Han Gang. Sabtu malam membuat jalanan jauh lebih macet.

Jaemin memandangi jalan di luar mobil yang padat merayap. Lagi-lagi dia sendirian.

"Nona," panggil Pamam Shin, supirnya. "Barusan Tuan Na menyuruh Anda pergi ke restoran Momoka di Apgujeong-dong."

"Ah, iya, Paman."

Jaemin menurut. Mobil itupun berbalik arah menuju Gangnam yang terletak di selatan. Tak berapa lama mobil berhenti di sebuah restoran Jepang dengan plang nama Momoka terukir di plat besi berwarna emas di pintunya.

Jaemin masuk dan para pelayan segera mengantarnya menuju sebuah ruangan VIP di ujung dalam.

Jaemin terkesiap ketika ia melihat Ayah Ibunya serta seluruh Keluarga Jung ada di sana. Jaemin membungkukkan badan, memberi salam, sebelum duduk di kursi kosong sebelah Mark.

"Habis melihat sakura?" bisik Mark.

Anggukan Jaemin membawa Mark pada pertanyaan lain. "Dengan siapa?"

"Jeno, temanku yang kuceritakan itu," kata Jaemin tanpa merasa bersalah.

Dahi Mark mengerut, berusaha mengingat wajah Jeno. Lantas begitu ia ingat, ia menganggukkan kepalanya. "Temanmu yang itu ya... yang dapat beasiswa, kan?"

"Uhum."

Pelayan datang membawakan set menu ke masing-masing orang di sana.

Sudah jadi kebiasaan bagi kedua keluarga itu mengadakan makan malam bersama. Paman Jung dan Tuan Na berteman sejak di bangku kuliah dan pertemanan itu terus terjalin akrab hingga hari ini. Karena itu pulalah Jaemin jadi dekat dengan Mark.

Baginya, Mark adalah sosok kakak yang tidak pernah ia miliki.

"Anak-anak, kalian ingin jalan-jalan di sekitar sini?" tanya Bibi Taeyeong saat Jaemin selesai menandaskan ocha dingin dari gelasnya. Jaemin tahu, itu sebuah tanda untuk mengusir para anak-anak karena orang dewasa ingin mengobrol.

Jadi Mark menggandeng tangan Jaemin untuk keluar dari ruang VIP itu. Tanpa mereka sadar, Taeyong melihatnya dengan senyum manis di wajah.

"Bukannya mereka berdua cocok?" tanya Taeyong.

"Jaemin dan Mark?" tanya Yuta memastikan.

Taeyong mengangguk. "Sebenarnya aku kepikiran untuk menjodohkan mereka berdua. Menurut kalian bagaimana?"

Winwin mengemut ujung sendok perak yang tadi menyajikan hidangan penutup. "Ide bagus. Aku tidak masalah dengan itu. Bukannya akan lebih baik karena keluarga kita sudah saling kenal?"

"Aku tidak masalah jika Mark dan Jaemin sama-sama setuju," jawab Jaehyun sambil melipat tangannya di atas meja.

"Harus, kah?" Yuta menyentuh tepian cangkir keramik di depannya. Rasanya tidak rela sekali kalau ia harus mulai berpikir untuk melepaskan anak gadisnya.

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang