7

984 122 12
                                    

Warning! Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Dimohon kebijaksanaan pembaca agar tidak dikaitkan dengan dunia nyata. Dilarang keras untuk menduplikasi dan/atau menyebarkan sebagian atau seluruh isi cerita ini tanpa izin penulis.

.
.

Jeno sudah mendaftar untuk klub memanah atas paksaan Jaemin. Anak itu lagi-lagi mencari teman yang bisa ia seret ke lapangan tembak. Felix tidak mau, dia lebih suka klub robotik. Renjun apa lagi, gadis mungil itu paling anti sama yang namanya kegiatan berkeringat. Hyunjin dan Karina juga tidak bisa diharapkan. Jadi satu-satunya orang yang bisa ia seret hanya Jeno.

Sudah sebulan ini ia belajar memanah dan dia jadi salah satu orang yang diperhitungkan untuk masuk tim inti sekolah. Pelatihnya selalu memuji perkembangan Jeno, begitu juga teman-temannya.

Tapi percakapannya dengan Tuan Jung membawa langkah Jeno menuju sayap timur sekolah, area yang jarang ia datangi karena berada di ujung lorong anak-anak kelas tiga.

Ia berdiri di depan ruang Finance Club. Ruangan itu tampak seperti kelas biasa dengan layar besar sebagai pengganti papan tulis. Ia penasaran dan tanpa sadar ia berdiri terlalu lama di depan pintu.

"Kau mau masuk?"

Jeno refleks menoleh dan menemukan Mark berdiri di belakangnya.

"Oh tidak." Dia bergeser. "Maaf."

"Kalau kamu mau bergabung, kami biasa berkumpul di sini setiap hari Selasa jam lima sore," kata Mark.

"Kamu ikut klub ini?" tanya Jeno penasaran.

"Tentu saja. Kalau tidak, aku tidak akan ada di sini," kata Mark. Lelaki itu masuk ke ruangan untuk mengambil laptopnya lalu meninggalkan Jeno sendirian berdiri seperti orang bodoh.

Jeno berbalik menuju arena memanah. Jaemin sudah siap di sana dengan pelindung dada dan lengannya yang berwarna kuning neon.

"Dari mana?" tanya Jaemin.

"Aku dari ruang Finance Club."

Jaemin segera menoleh pada Jeno yang masih berusaha memakai pelindung pengannya. "Ngapain?" tanya Jaemin. Tangannya segera membantu Jeno memakai perlengkapan memanahnya.

"Semalam aku bertemu sponsorku, kami mengobrol sebentar lalu dia menyarankan aku untuk masuk Finance Club."

"Lalu? Kamu mau pindah?" Jaemin merengut sedikit.

"Aku belum memutuskan." Jeno melakukan sedikit peregangan sebelum bersiap dengan busur di tangannya. Sebelah matanya menutup. Ia menarik napas lalu menghembuskannya seiring dengan ia yang melepaskan anak panah melesat melintasi lapangan dan menancap tepat di poin 9.

"Tadi saat briefing, pelatih mencarimu," kata Jaemin yang masih berdiri di sebelah Jeno, mengamati bagaimana pria itu secara terampil melesatkan anak panah. "Sepertinya dia serius soal memasukkanmu ke dalam tim inti panahan."

Jeno menoleh pada Jaemin. Wajah gadis itu terlihat serius memandangnya.

Jeno mengambil dua langkah mundur, mempersilahkan Jaemin berdiri di arena. "Tanganmu kurang lurus," koreksi Jeno sambil mendorong siku kanan Jaemin lebih sejajar.

Anak panah itu melesat dan menancap di lingkaran point 8, angka tertinggi yang bisa Jaemin dapat sejauh ini. Kalau dibandingkan Jeno, jelas sekali jauhnya kemampuan mereka. Point yang Jeno dapatkan selalu berputar-putar di angka 8, 9, dan 10, sedangkan Jaemin beberapa kali meleset dari papan target.

"Kamu harus memilih, kamu mau masuk di Finance Club atau panahan," kata Jaemin lirih. Terselip rasa sedih dalam kalimatnya yang Jeno tidak sadari.

"Tahan perutmu," perintah Jeno.

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang