15

827 109 8
                                    

Warning! Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Dimohon kebijaksanaan pembaca agar tidak dikaitkan dengan dunia nyata. Dilarang keras untuk menduplikasi dan/atau menyebarkan sebagian atau seluruh isi cerita ini tanpa izin penulis.

.
.

Meski sudah berjanji untuk tidak menjauh, tidak ada yang bisa menjamin kalau hubungan mereka akan kembali seolah tidak terjadi apa-apa. Keduanya bersama, tapi tidak saling bicara sama sekali. Ini bahkan lebih parah daripada saat perkenalan mereka dulu.

Karina yang selalu jadi pengamat mereka mendesah gusar. "Kalian bertengkar lagi?"

"Tidak," kata Jaemin. Ia masih seperti biasa, menyediakan lipatan tissue untuk Jeno. Tapi kali ini tanpa bicara apapun.

"Huh? Sungguhan?" tanya Hyunjin menimpali.

"Iya," Jeno akhirnya buka mulut. "Cepat makan! Istirahatnya tinggal setengah jam lagi."

Dahi Hyunjin berkerut. "Kalian aneh. Seperti sedang menyembunyikan sesuatu."

"Tidak ada," jawab Jaemin cepat. Sayang pipinya tidak bisa berbohong seperti mulutnya. Pipinya yang memerah itu malah mengundang tanya dari teman-temannya. Apalagi kini telinga Jeno juga memerah.

"Sudahlah, nanti juga mereka akan bilang," kata Felix. Ia sendiri tidak tahu apa yang terjadi. Tapi keduanya sepakat tutup mulut sama sekali. Jeno yang biasa cerita padanya juga tidak bilang apapun.

Felix dan Hyunjin meninggalkan meja lebih dulu karena harus bersiap untuk pergi ke lab kimia. Karina juga akhirnya memilih pergi setelah dipanggil gerombolan anak cheers. Sisa Jaemin dan Jeno yang masih duduk berseberangan.

Keduanya makan dalam diam sambil sesekali curi pandang. Saat kedua mata mereka bertemu, mereka tidak bisa lagi menahan tawa. Jaemin menutupi wajahnya yang jadi malu sekali.

"Astaga..."

Jeno juga tidak kalah malunya. Ia tidak bisa menahan senyum yang mengembang di wajahnya, menarik seluruh otot-otot wajahnya hingga sakit. "Kita ini newbie sekali, ya?"

Jaemin mengipas-ngipas wajahnya yang memerah panas. Ia mengambil minum lalu menenggakkan hingga habis. "Aku tidak bisa tidur sejak waktu itu."

"Sama. Aku juga kepikiran terus."

Keduanya tertawa lagi.

Mereka merasakan euforia yang sama.  Ada kepak sayap kupu-kupu yang menggelitik perut mereka. Jaemin menyukainya, Jaemin suka dengan semua hal yang Jeno lakukan.

"Mau ke kelas?" tanya Jeno setelah makan siang mereka selesai.

Jaemin mengangguk. "Aku kelas seni musik habis ini. Kamu?"

"Kelas Ekonomi, di lantai 2."

Tanpa mereka sadar, jarak mereka semakin lama semakin menyempit dengan kedua bahu yang saling bersentuhan dan tidak lagi canggung satu sama lain.

"Bye," Jaemin melambaikan tangan ketika ia tiba di kelasnya di lantai 1. "Nanti ketemu lagi sepulang sekolah, ya?"

Jeno tidak lagi menyembunyikan senyum lebarnya. "Oke, kutunggu di lobby," jawabnya sebelum pergi ke kelasnya sendiri.

.
.
.

Ketakutan Mark semakin menjadi. Ia melihat Jaemin pergi bersama Jeno sepulang sekolah. Harusnya ia tidak marah, toh ia juga kadang melihat Jaemin dengan Hyunjin ataupun Felix. Tapi ia selalu tidak tenang setiap kali melihat Jeno.

Jaemin tersenyum sangat cerah di sebelah Jeno. Mereka menghabiskan es krim di mini market seberang sekolah. Hanya berdua. Ke mana teman-teman mereka?

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang