8

839 118 2
                                    

Warning! Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Dimohon kebijaksanaan pembaca agar tidak dikaitkan dengan dunia nyata. Dilarang keras untuk menduplikasi dan/atau menyebarkan sebagian atau seluruh isi cerita ini tanpa izin penulis.

.
.

"Ayah," panggil Jeno.

"Hm?" gumam Gongmyung sebagai jawaban sedang tangannya fokus menyemir sepatu kerjanya.

"Ayo makan," panggil Jeno setelah memindahkan panci kimchi jjigae yang baru matang ke meja makan.

Sabtu pagi itu, Gongmyung berencana pergi ke seminar kesehatan. Seperti biasa, Jeno akan tinggal di rumah dan melakukan beberapa pekerjaan rumah yang tidak sempat ia kerjakan selama hari kerja.

"Minggu depan aku akan mulai latihan intens untuk pertandingan panahan. Jadi setiap Sabtu aku tidak akan di rumah," kata Jeno.

Ia akhirnya memutuskan untuk ikut pertandingan. Gongmyung sudah tahu hal itu dan tentang kebimbangan Jeno dalam memilih panahan dan finance club karena anak itu tahu, ia menyukai panahan tapi masa depannya ada di dunia finance.

"Kamu sudah pilih panahan dari awal, kamu harus bertanggungjawab dengan pilihan kamu," kata Gongmyung. "Jangan di tengah jalan tiba-tiba pindah."

Karena kata-kata itu, jadilah ia belajar finance bermodalkan materi e-book yang Jaemin kirimkan beserta rekaman suara mentornya selama mengajar. Sedikit banyak itu cukup membantu Jeno. Dan benar kata Jaemin, materinya sudah berjalan cukup jauh dan sulit sekali untuk dipahami kalau tidak dari dasar.

Gongmyung menganggukkan kepala. "Tanggal berapa pertandingannya?"

"6 Agustus."

"Oh..." Gongmyung menandai kalender di ponselnya. "Ayah usahakan datang, ya."

"Jangan dipaksakan, Yah, kalau tidak bisa."

Gongmyung tertawa. Ia mengusak pucuk kepala Jeno. "Ei... Ayah mau lihat anak ayah panahan. Sekeren apa, sih?"

"Ayah..." Jeno menunduk malu dengan telinga memerah digoda seperti itu.

Pria 58 tahun itu pamit pergi setelah menyelesaikan sarapannya. Ia bilang akan pulang menjelang sore.

.
.
.

Tahu-tahu, satu bulan sudah berlalu begitu saja. Minggu-minggu penuh latihan sudah terlewati, tinggal besok hari H perlombaan. Jeno tidak bisa menghentikan pikirannya yang mendadak kalut dan gugup. Berulang kali ia memutar badan, mencari posisi yang pas untuk tidur, tapi tidak bisa. Matanya seolah baru saja diberi kafein untuk terus terjaga.

Ia meraih ponselnya. Sudah jam 12 malam.

Mendadak ponselnya berbunyi. Panggilan dari Jaemin.

"Halo?"

"Belum tidur?" tanya gadis itu.

"Aku tidak bisa tidur."

"Gugup, ya?" Jaemin terkekeh kecil di seberang sana.

Jeno tidak menanggapi pertanyaan Jaemin itu, malah membalasnya dengan pertanyaan lain. "Kenapa tiba-tiba menelfonku?"

"Iseng," jawab Jaemin jujur. "Tumben aku melihat statusmu masih online. Biasanya kalau aku chat jam segini pasti tidak dibalas."

Keduanya terdiam dengan sambungan telefon yang masih menyala. "Kalau besok aku kalah, bagaimana?" tanya Jeno tiba-tiba.

"Tidak akan."

Jeno mendengus. "Mungkin saja, Jaem."

"Iya. Mungkin kalah, mungkin juga menang. Kamu pesimis sekali?" tanya Jaemin. "Semangat sedikit, dong. Kamu dipilih mewakili sekolah karena Pelatih Park tahu kamu bisa. Lagipula, menang atau kalah tidak jadi masalah. Yang penting kamu have fun."

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang