29

899 104 17
                                    

Warning! Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Dimohon kebijaksanaan pembaca agar tidak dikaitkan dengan dunia nyata. Dilarang keras untuk menduplikasi dan/atau menyebarkan sebagian atau seluruh isi cerita ini tanpa izin penulis.

.

.

Jeno menghela napas ketika pelayan mengantarnya pada sebuah ruang VIP di restoran sebuah hotel mewah. Ia melihat Jaemin melempar pandang ke jendela, tampak larut dalam pikirannya sendiri sehingga tidak menyadari kehadiran Jeno di sana.

"Halo?" sapa Jeno canggung.

Jaemin tersadar dari lamunannya. Ia tersenyum pada Jeno. "Hai. Duduk dulu, ya. Aku tadi sudah pesan makanan, kamu mau pesan apa?" Ia menyodorkan tablet menu ke hadapan Jeno.

"Samakan saja dengan kamu," jawa Jeno sambil menyamakan dirinya di sofa.

Gadis itu malah tertawa. "Aku pesan paket sup pedas. Kamu mau?"

Jeno menunduk malu. Bahkan setelah bertahun-tahun mereka berpisah, Jaemin masih mengingat kesukaannya. Melihat gestur Jeno yang tidak nyaman, ia melengkungkan senyum. "Aku pesankan sup ayam ginseng saja, ya?"

Jeno mengangguk.

Matanya tak lepas dari cincin emas putih yang melingkar di jari manis Jaemin. Cincin itu terlihat mengkilat dengan sebuah berlian di sana. Napasnya jadi semakin sesak mengingat apa yang terjadi di antara mereka.

Jaemin sadar mata Jeno tak lepas dari cincinnya. Ia tersenyum masam. "Maaf."

"Untuk?"

"Semuanya." Jaemin tertunduk, tak berani membalas tatapan Jeno. "Aku tidak tahu kamu akan percaya padaku atau tidak. Tapi aku tidak bisa menolaknya di depan mata banyak orang. Nama keluargaku dan keluarga Kak Mak--"

"Tolong jangan sebut namanya."

Jaemin mengangguk, mengerti. "Nama keluarga kami dipertaruhkan. Aku tidak mungkin membuat malu di acara yang dihadiri ribuan orang."

"Kamu tahu aku datang hari itu?" tanya Jeno penasaran.

"Ya, aku baru tahu setelah melihat daftar tamu saat acara berakhir."

"Kamu tidak terlihat lagi di mana-mana setelah hari itu."

Jeno menatap Jaemin masa sama lembutnya seperti saat mereka SMA dulu.

Secara penampilan, gadis itu berubah. Rambutnya memanjang dan kini di cat dengan warna ash brown. Ia yang selalu tampil natural kini berpoleskan makeup tipis. Begitu juga gaya berpakaiannya yang semakin feminim dari yang terakhir Jeno ingat. Tapi di lain pihak, Jaemin tetap terlihat sama ketika ia mengembangkan senyumnya.

"Aku dikirim ke Seattle besoknya." Jaemin menunduk. "Papa tahu kamu. Dia tidak mau aku dekat-dekat denganmu. Jadi dia menjebakku dalam pertunangan itu, supaya aku terikat dengan..." Jaemin berhenti berucap. "Kamu tahu siapa."

Gadis itu yang dulu membuat jantungnya berdetak tak tentu arah. Gadis itu yang dulu meminta dia untuk mencarinya. Gadis itu yang pada akhirnya datang padanya seperti kelopak sakura yang gugur di akhir April, meminta untuk ditangkap sebelum jatuh ke tanah.

"Bahkan sampai sekarangpun aku masih mengingat kamu," katanya lirih terbawa angin.

Tapi apalah artinya hubungan mereka sekarang saat Jaemin sudah terikat dengan orang lain?

"Kurasa itu jadi hari-hari berat yang kadang membuatku sesak napas. Aku tidak boleh menghubungi siapapun dalam pertemanan kita. Aku seperti diasingkan ke negara orang dan diawasi dengan sangat ketat. Aku seperti kehilangan hidupku sendiri kecuali menjadi boneka penghibur Papa dan dia."

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang