31

900 98 9
                                    

Warning! Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Dimohon kebijaksanaan pembaca agar tidak dikaitkan dengan dunia nyata. Dilarang keras untuk menduplikasi dan/atau menyebarkan sebagian atau seluruh isi cerita ini tanpa izin penulis.

.
.

"Kamu tidak shaving?"

"Ya?" Jaemin tersentak. Ia memandang Mark yang melirik tangannya. "Oh iya, besok appointment nya," jawab Jaemin sekenanya sambil merapikan selendang yang ia bawa untuk menutupi lengannya.

Seperti biasa, Mark akan menaruh perhatian-perhatian kecil pada Jaemin. Dari ujung kepala hingga kaki.

Lelaki itu terlalu detail memperhatikan penampilan Jaemin. Kadang Jaemin saja yang perempuan tidak menaruh perhatian sebegitunya pada penampilannya. Ia selalu menghela napas ketika mengingatnya. Mungkin Mark belajar dari Bibi Taeyong yang selalu merawat diri, jadi ia pun berlaku hal yang sama pada Jaemin.

Hari itu makan malam thanksgiving pertama Jaemin di rumah keluarga Bibi Taeyong. Pertama kalinya ia dikenalkan pada seluruh keluarga besar sebagai tunangan Mark. Memang sebagian besar Jaemin sudah kenal dengan keluarga Mark (mereka berkenalan di acara ulang tahun Mark). Tapi baru kali ini Jaemin benar-benar dikenalkan pada Nenek Mark.

"Nenek, ini Jaemin," kata Mark pada seorang wanita paruh baya yang duduk di ujung meja makan.

Jaemin memberikan ulasan senyum sambil membungkukkan kepala, memberi salam. "Selamat sore, Nenek. Aku Jaemin."

Jaejoong memperhatikan Jaemin dari ujung kepala hingga kaki. "Kamu tidak merawat tunanganmu dengan benar, Mark?"

Mark dan Jaemin saling pandang bingung. Mark lebih dulu berdehem, memecah canggung. "Maksud Nenek?"

"Kau harusnya merawat tunanganmu seperti Jaehyun merawat Taeyong." Tangan Jaejoong menyentuh pipi Jaemin. "Wajahnya kusam sekali." Ia lalu meraih tangan Jaemin. "Kamu harusnya mencukur bulu-bulu kamu. Dan lagi, kuku kamu tidak cantik sekali."

Senyum palsu di wajah Jaemin luntur.

Tidak ada yang pernah berkomentar tentang penampilannya sepedas Nenek Mark. Hatinya tersinggung sekali, seolah ia baru saja disebut tidak mampu merawat diri. Padahal ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk datang di makan malam ini. Kalau bukan karena ia menghormati undangan Bibi Taeyong, Jaemin tidak akan datang.

Mark melirik Jaemin. "Nenek, jangan bicara seperti itu."

"Kamu memarahi Nenek?" Suara Jaejoong naik, mengundang perhatian orang-orang di sekitar mereka.

"Nek... bukan begitu," Mark berusaha membujuk Jaejoong.

Taeyong tergopo-gopo mendekat pada anaknya, tahu situasi menjadi tidak kondusif. "Ibu, Jaemin baru pertama kali datang ke rumah, jangan langsung dihakimi begitu." Ia memegangi tangan Jaejoong. "Mau kutemani minum teh?"

Jaejoong menurut. Dengan dibantu Taeyong dan pelayannya, ia berjalan menuju patio di samping rumah.

Jaemin masih terdiam di tempatnya. Ia tidak tahu bagaimana caranya merespon setelah dipermalukan seperti itu.

Mark memeluknya lembut. "Maaf, harusnya aku memberitahumu lebih awal."

Jaemin tidak menggubris hal itu. Ia menarik napas, berusaha menahan air mata yang rasanya berlomba-lomba ingin keluar dari kantung matanya "Aku mau ke toilet." Ia melepaskan pelukan Mark dan berlalu ke toilet.

Jaemin memandangi dirinya sendiri di cermin. Memang, ia pun sadar kulitnya belakangan jadi lebih kusam dengan beberapa jerawat yang berusaha ia tutupi dengan make up. Tapi bukannya Jaemin tidak merawatnya. Ia rutin melakukan perawatan wajah setiap bulan. Bahkan kadang lebih kalau tiba-tiba Bibi Taeyong mengajaknya ke salon.

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang