HAPPY READING!
...Seorang pria muda dengan tubuh tegap berjalan santai menuju dapur. Samar-samar ia mendengar suara manusia sedang mengobrol diiringi dentingan sendok yang saling bersahutan.
Begitu ia sampai di ruangan tersebut dua orang dewasa yang tadi mengobrol serempak berhenti dan menjatuhkan tatapan ke arah Sherlock. Diikuti seorang gadis kecil yang kini sudah menatap Sherlock dengan raut antusias.
Sherlock tetap Acuh, ia berjalan mengambil gelas dan mengisinya dengan air dingin. Lalu meneguk hingga tandas di tempat yang sama. Tangan kirinya ia tumpukan pada dinding.
"Abang Bilu, Shasa sekalang udah bisa lali cepet, loh!" seru gadis kecil tersebut. Turun dari kursi dan berlari menghampiri Sherlock. Seolah membuktikan perkataannya. Namun, langkah kakinya yang belum seirama membuat gadis kecil itu terjatuh tepat di depan kaki Sherlock. Telapak tangan mungilnya menahan beban tubuh di lantai, rambut panjangnya yang terurai kini menutupi seluruh wajahnya.
"Sharing," seru Yuana panik. Saat ia hendak membantu putrinya, Awan sang suami menahan lengan wanita itu sambil menggelengkan kepala. Ia ingin melihat bagaimana respon Sherlock kepada adiknya.
Jika berharap Sherlock akan menolong, maka itu tidak akan terjadi. Sherlock masih saja tidak peduli akan sekitar, ia kembali mengisi air dan meneguknya dengan santai tanpa menghiraukan sosok gadis yang sekarang sedang bersusah payah untuk bangkit berdiri.
"Abang, bisa tolong bantu Shasa bangun?" ujar Sharing, si gadis kecil yang mengenakan gaun merah muda tersebut. Kepalanya mendongak, menatap Sherlock dengan senyum lebar. Namun, senyum itu langsung luntur kala Sherlock hanya melewatinya tanpa mau menjawab atau bahkan menatap Sharing. Anak kecil itu menunduk, memainkan kedua tangannya dengan wajah murung.
"Sherlock Xabiru!" tegur Yuana berdesis kesal. "Balik badan dan lihat Bunda sekarang!" perintahnya tegas.
Sherlock memutar bola matanya. Dengan malas ia berbalik, menatap Yuana dengan pandangan tidak minat.
"Kamu boleh gak menganggap keberadaan Bunda. Tapi tolong, hormati Papa dan adik kamu." Yuana menatap serius putranya. Yang ditatap hanya acuh dan memalingkan wajah sembari berdecih.
Menghormati katanya?
"Jangan pernah pedulikan keberadaan saya, Nyonya Yuana yang terhormat." Sherlock menekan kata terakhir. Setelah itu menegakkan tubuhnya dan melirik ke arah bocah kecil yang langsung tersenyum saat ia meliriknya. Sherlock segera berpaling dan melangkah meninggalkan mereka.
"Maafin Sherlock, Mas." Yuana menatap tak enak hati Awan. Pria itu tersenyum, lalu menggeleng pelan.
"Gak papa, Ana. Aku udah paham karakter Sherlock seperti apa. Kita juga gak bisa menyalahkan siapapun. Kita yang memulai, kita juga yang harus menyelesaikan semuanya." Awan menggenggam erat tangan Yuana memberi kekuatan.
Sherlock berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Tujuan ia datang ke sini hanya untuk mengambil barang pemberian ayahnya yang ia simpan di laci. Sebuah benda sederhana tapi maknanya sangat luar biasa.
Baru saja hendak membuka handle pintu, dering telpon yang terlihat berbeda dari dering telpon biasanya menghentikan pergerakan Sherlock. Ia segera mengambil Handphone dan menekan tombol hijau tanpa pikir panjang.
"Halo Son, kamu di mana?"
"Rumah, kenapa?"
"Rumah Bundamu?"
"Iya, cuma mau ngambil sesuatu. Ayah kenapa telpon? Tumben, gak sibuk kerja?" sindir Sherlock.
Terdengar suara tawa di seberang sana. "Kebetulan sekarang Ayah sudah di mansion. Cepat kemari, Ayah masak banyak, nih."
Sherlock langsung berdecih. "Masak enak enggak, dapur kacau iya."
Lagi dan lagi, Earth tertawa. "Cepat kemari, Ayah tau kamu rindu sama Ayah. Tidak usah malu-malu."
"Cih!"
"Ck, Ayah tunggu. Udah gak sabar, nih, buat ngalahin kamu main PS."
Sherlock memutar bola matanya malas. "Iya tunggu, Sherlock ke sana sekarang."
Tut.
Sherlock mematikan panggilan sepihak, malas mendengar ocehan Ayahnya yang ia jamin tidak akan pernah selesai. Pria itu bergegas melanjutkan langkahnya dan mengambil barang yang menjadi tujuan kedatangannya ke tempat ini. Lalu, segera keluar tanpa berpamitan menuju mansion Ayahnya.
...
Luka di tubuh Gio mulai membaik. Anak itu juga sudah seceria sebelumnya. Skala sangat bersyukur dan bernapas lega ketika Dokter Starga mengatakan bahwa Gio diperbolehkan pulang. Skala sudah banyak merepotkan Dokter tersebut. Setiap hari Dokter Starga selalu datang berkunjung, walau tak ada jadwal. Menemani Gio bermain kala Skala tak ada di sana karena ia harus sekolah.
Garden bahkan tak pernah absen datang menemui Gio. Pria itu kini sudah akrab dengan adiknya. Entah, Skala tidak mengerti dibalik perlakuan Garden selama ini pria itu mungkin memiliki tujuan lain. Skala tak begitu memikirkannya. Setidaknya Garden tidak menyakiti Gio, maka ia tak akan mempermasalahkan semuanya.
Perihal di mana Skala tinggal sekarang. Lagi dan lagi Garden yang memberikan Skala tempat tinggal. Di sebuah Panti asuhan milik orang tua pria itu tepatnya. Awalnya, Garden menawarkan Skala untuk tinggal di apartemen milik pria itu yang sudah lama tidak ditempati. Tapi Skala menolak. Ia tidak pantas berada di sana. Terlebih, ia tidak mau semakin merepotkan pria itu. Hutang budi Skala pada Garden sudah sangat menumpuk.
"Skala, kamu mandi dulu, gih. Biarkan Gio bermain bersama teman barunya."
Seorang wanita paruh baya datang menghampiri Skala yang tengah mengawasi Gio. Wanita tersebut menepuk bahu Skala sembari tersenyum hangat. Bunda Embun namanya, wanita yang dipercayakan oleh orang tua Garden untuk mengurusi Panti. Beliau sangat ramah, tapi juga kalem tidak terlalu banyak bicara. Bunda Embun mempunyai satu putra yang Skala rasa umurnya hanya terpaut beberapa tahun di bawahnya. Berdasarkan cerita dari Angin, putra Bunda Embun. Ayahnya yang bernama Hujan bekerja sebagai guru sekolah dasar. Beliau akan pulang setiap sore sembari menenteng martabak. Angin juga mengatakan, Martabak adalah salah satu makanan favorite anak panti dan dengan kebetulan, Gio juga menyukai makanan tersebut.
"Skala, lagi dan lagi kamu melamun." Bunda Embun menegur sembari menggeleng pelan. Skala langsung meringis.
"Maaf Bunda," balasnya pelan. Lalu ia bangkit dengan kepala menunduk. "Skala permisi mandi, Bunda."
Bunda Embun mengangguk dan mengusap lembut kepala gadis itu. "Pakaian kamu sudah Bunda siapkan di kamar kamu. Jadi tidak perlu khawatir."
Skala mengangguk. "Makasih banyak Bunda, maaf Skala sama Gio jadi ngerepotin."
"Hust, gak ngerepotin sama sekali. Justru kedatangan kalian bikin suasana panti semakin ramai dan hangat." Bunda Embun mengusap lengan Skala. "Sudah, gih sana mandi."
Skala mengangguk dan pamit bergegas membersihkan tubuhnya. Sedangkan Bunda Embun duduk di tempat Skala sebelumnya. Ia tersenyum kecil melihat Gio yang sudah akrab bersama panti lain dan bermain dengan lepas.
Bunda Embun menyipitkan matanya kala-kala pandangannya menemukan sesuatu di balik pohon yang letaknya di dekat pagar. Sosok berbaju hitam bersembunyi di sana. Bunda Embun langsung bangkit. Saat ia hendak menghampiri sesuatu di sana. Sepertinya sosok itu menyadari kecurigaan Bunda Embun dan bergegas pergi dari sana.
Bunda Embun mengernyit. "Siapa itu?" gumamnya berpikir. Namun, ketika menyadari cuaca yang mulai mendung wanita itu langsung bergegas menyuruh semua anak yang sedang bermain segera masuk.
...
Do'ain semoga kembali rutin up setiap minggu, ya, guys. Hihi
Vote & komen yuk!!
KAMU SEDANG MEMBACA
SHERLOCK
Teen Fiction[HARAP FOLLOW DULU, SEBELUM MEMBACA!] || END ... "Bangun, bisu!" "Bego, kena bola sedikit aja pake segala nangis." "Tatap mata gue sekarang, cewek bisu." "Sialan, lo gak mau lihat gue hah?!" "Jangan berpura-pura bisu atau gue potong lidah lo se...