Hi. Si lama update dateng..
Udah ada yang kedatangan tamu?
Btw, kalau lupa sama alur boleh dibaca ulang part sebelumnya ya hihi.
HAPPY READING!
.
.Bunyi pukulan bertubi terdengar jelas di dalam sebuah ruangan dengan 6 orang pria yang terlihat dominan.
"Di pertarungan nanti jangan kayak gini," tegur Gamma memukul bahu Analogi. "Kalau lo sibuk mukul tanpa fokus sama situasi lain lo bisa di serang dari banyak sudut dengan mudah."
"Lo Tur, jangan terlalu heboh. Mukul orang udah kayak numbuk padi aja, rusuh banget." Guntur lantas menyengir.
"Di pertarungan nanti, lo semua gak boleh egois. Jangan mentingin diri sendiri, hajar lawan, perhatikan kawan. Kita harus lengkap sampai pertarungan berakhir." Mereka semua mengangguk, menyetujui ucapan Gamma.
"Sky kayaknya gak bakal dateng, seperti biasa gue yang bakal pimpin. Gak masalah?"
"Bacot, gak perlu nanya. Basi banget!" balas Sastra mengibaskan tangannya. Memang sudah sepatutnya Gamma yang mewakili jika Sky tidak ada.
"Tahu, bukan Abang Gamma banget sok minta ijin." Analogi menimpali.
Gamma terkekeh pelan. "Ya kali, lo pada gak mau gue pimpin lagi. Strategi Sky sama gue lo pada tahu, bertolak belakang banget."
"Strategi beda tapi tujuannya tetep sama. Kita menang pertarungan." Gemuruh menepuk bahu Gamma menyemangati. "So, strategi lo tetep sama?"
Gamma mengangguk. Ia duduk lesehan bersandar pada dinding, diikuti yang lain. Keringat membasahi tubuh mereka, ada beberapa lebam juga di beberapa titik yang sialnya membuat mereka terlihat lebih tampan. Pagi ini mereka kembali berlatih dan saling introspeksi di mana letak kekurangan skil mereka. Beberapa jam lagi mereka akan bertarung. Dan dalam pertarungan itu mereka semua harus sempurna. Tidak ingin ada yang kalah, tidak ingin ada yang menyerah. Mereka harus menyelesaikan sampai akhir.
"Kak Skala beneran gak ikut?" tanya Anatomi memecah keheningan.
Gamma mendengus, malas jika sudah membahas perempuan itu. "Lupain, mungkin dia emang gak niat ikutan. Toh, kalau ikutan pun pasti jadi beban." Ya, Gamma mulai lagi.
"Udah, lo kenapa sih. Punya masalah apa sama Skala sampai jadi sensi mulu gini?" tanya Gemuruh. Lama-lama ia semakin heran dengan tingkah Gamma yang seperti ini.
Gamma memutar bola matanya malas. Tak merespon dan memilih bangkit.
"Siap-siap dari sekarang, satu jam lagi Ezz ke sini."
Setelah memberi instruksi, Gamma berlalu menuju kamarnya. Diikuti Sastra dan Gemuruh. Mereka bertiga ditempatkan disatu kamar yang sama. Sedangkan Guntur, ia bersama si kembar, Anatomi dan Analogi. Bagaimana Sky? Tidak perlu dipertanyakan. Karena tidak hanya diberi kebebasan keluar masuk ke tempat ini, lagi dan lagi pria itu dispesialkan dengan memiliki satu kamar khusus untuk dirinya sendiri.
Satu jam berlalu, Ezz sudah menginstruksikan mereka untuk segera berkumpul. Kini 6 pria berdiri dengan penuh persiapan.
"Kali ini, ketua mantau langsung atau lewat monitor?" tanya Gemuruh.
Ezz yang sedang memainkan iPad menoleh. "Sepertinya lewat monitor," jawabnya kembali fokus pada benda persegi.
"Kita berangkat sekarang?" tanya Ezz kemudian, mengangkat kepalanya memperhatikan satu persatu. Menghela napas, tak menemukan keberadaan gadis itu. Sangat disayangkan.
Ezz menyerahkan iPad pada Gamma, setelahnya pria itu menempelkan sidik jari mereka untuk menyesuaikan data.
"Sudah lengkap?" tanya Ezz dibalas anggukan serempak oleh mereka.
"Ayo, jangan buang waktu." Gamma bersuara. Seperti sudah tidak sabar untuk mengerahkan semua tenaganya dengan bertarung.
"Sorry, telat."
Suara itu, membuat semuanya menoleh ke sumber suara. Di sana berdiri seorang perempuan dengan pakaian siap tempur.
Guntur dan yang lain sudah mengeluarkan raut terkejut. Apa dia benar-benar perempuan itu?
"Skala?" beo Sastra, matanya mengerjap berharap ini semua bukan khayalannya saja.
"K-kak?" Analogi ikut terkejut, lalu setelahnya tersenyum lebar.
"Gue gak mungkin lewatin kesempatan emas ini. Ayo, katanya jangan buang waktu." Skala menepuk bahu Gamma dan berjalan lebih dulu dengan santai. Mengabaikan tatapan mereka yang seolah ingin memberinya banyak pertanyaan.
Gemuruh tersenyum, menepuk bahu temannya. "Ayo, berangkat."
"Gue masih gak nyangka!" Anatomi mulai berjalan seraya menepuk pipinya menyadarkan.
"Woy, Kak Skala! Tungguin dong!" Analogi berlari mengejar Skala, merangkul gadis itu dan tersenyum lebar. Anatomi menyusul, dan ikut merangkul gadis itu. Saudara kembar itu terlihat paling antusias akan kehadiran Skala di sana.
Di dalam mobil, Skala duduk di antara Gemuruh dan Sastra. Analogi dan Anatomi yang awalnya duduk di sana diusir oleh Sastra berakhir keduanya duduk di belakang. Sedangkan Gamma duduk di samping kemudi dengan Guntur yang mengendarai.
"Lo yakin ikut?" tanya Sastra menatap Skala sedikit cemas.
Skala menoleh, lalu memutar bola matanya. "Pertanyaan macam apa itu?"
"Gue khawatir, Ska."
"Cih," decakan itu terdengar di kursi paling depan. Skala dan Sastra terlihat tidak menghiraukan.
"Kita udah panik, kirain Kakak gak ikut." Anatomi ikut bersuara.
"Lo yakin suasana hati lo udah baik-baik aja, Kak?" timpal Analogi.
Skala tersenyum tipis. "Gue gak papa."
"Selama di asrama lo latihan sendiri?" tanya Gemuruh. Skala mengangguk.
"Good girl," puji Sastra mengacak rambut gadis itu.
Gamma yang sedari tadi hanya menyimak, terlihat mendengus kasar. Ada tidak adanya kehadiran perempuan itu sama sekali tidak berpengaruh. Mungkin yang ada gadis itu akan membuatnya repot.
"Ketua udah di lokasi. Dia jadi mantau secara langsung."
Dan kalimat yang dilontarkan oleh Gemuruh itu, membuat Gamma tersenyum miring. Skala benar-benar perempuan licik.
...
Kangen ya...
Penasaran gimana Skala pas tarung?
Spam komen yuk..
KAMU SEDANG MEMBACA
SHERLOCK
Teen Fiction[HARAP FOLLOW DULU, SEBELUM MEMBACA!] || END ... "Bangun, bisu!" "Bego, kena bola sedikit aja pake segala nangis." "Tatap mata gue sekarang, cewek bisu." "Sialan, lo gak mau lihat gue hah?!" "Jangan berpura-pura bisu atau gue potong lidah lo se...