Deru sepeda motor Dero menggema melewati aspal yang dingin di malam yang gelap. Dia terus menambah kecepatan laju sepeda motornya dengan harapan satu, selamat sampai rumah.
Seperti biasa, Dero selesai bekerja sampai larut malam. Mengingat pekerjaan yang di ambil sekarang tidak hanya satu. Melainkan banyak. Libur sekolahnya dia manfaatkan untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah.
Meskipun para sahabatnya terus meminta agar dia bekerja dengan salah satu sahabatnya. Tetap saja dia menolak. Dia ingin sukses dengan kakinya sendiri. Ya walau tak jarang juga dia meminta pertolongan pada sahabatnya jika dia benar-benar mengalami kesulitan.
Dero kembali melirik kaca spion dari balik helm full facenya. Mobil itu masih mengikutinya. Awalnya dia tidak tau siapa orang yang selalu mengikutinya dan orang yang selalu berantem dengan Kelvin.
Sekarang dia yakin jika mereka adalah orang-orang suruhan Danang, pamannya.
Entah apa salah dan dosanya sampai-sampai pamannya begitu membencinya. Bahkan sudah bertahun-tahun tetap saja pamannya mencarinya dan berniat jahat padanya.
Dero kembali menambah laju kendaraan, sayang sepeda motornya lebih dulu di tabrak dengan mobil mereka.
Tubuh Dero terseret bersama sepeda motornya sampai beberapa ratus meter hingga terakhir mereka sengaja membanting stir di tekongan tajam membuat Dero beserta sepeda motornya terhempas masuk ke dasar jurang.
Suara ledakan terdengar. Mereka berhenti dan turun dari mobilnya. Dua pria berbadan besar itu tertawa puas dengan hasil kerjanya.
Tanpa mereka sadari jika Kelvin ada di belakang mereka. Dengan dua pisau di tangannya serta raut permusuhan tercetak jelas. Kelvin menancapkan pisau itu sangat brutal. Bahkan darah terus menyembur mengenai wajahnya. Meskipun dua pria itu sudah tak bernyawa lagi. Rasanya kekesalannya belum tuntas mengingat kejamnya mereka menyeret Dero dan melemparkan begitu saja ke dasar jurang sana.
Aksi Kelvin tidak terkontrol sampai akhirnya polisi yang kebetulan lewat menangkapnya.
****
"Dero?!" Tiga wanita di sana kompak berteriak. Saat ini Rara dan Gisel sedang berada di rumah Fyona. Apalagi kalau bukan melihat mainan baru. Si kembar.
Sudah seminggu yang lalu Fyona di perbolehkan pulang. Hasilnya rumah mereka selalu ramai sekarang karena berebut si kembar.
"Lo jangan bercanda deh sayang. Gak lucu tau." Kesal Gisel yang masih tidak percaya dengan kabar yang Gilang bawa barusan.
"Aku harap juga ini bohong. Tapi tadi Bagas langsung telpon Dero, nomornya gak aktif...."
"Elv. Tanya Elv." Potong Rara cepat.
"Elv di penjara."
"Kok bisa?!" Kompak mereka lagi.
"Aku juga belum tau pasti kenapa Elv sampai di penjara. Tapi katanya, Elv yang bunuh dua preman yang bunuh Dero."
Sejenak hening. Tidak ada suara lagi selain keterkejutan dan pikiran berkecamuk yang terus berputar di kepala mereka. Tiga wanita itu menangis sejadinya. Termasuk Fyona.
Seakan mengerti. Tiga bayi Fyona juga ikut menangis. Mungkin mereka juga merasa kehilangan paman gila yang selalu menggoda mereka.
"Astaga Dero." Potongan-potongan kegilaan Dero terus saja bermunculan di kepala mereka.
"Sekarang dia dimana?"
"Di rumah ibunya. Di kebumikan hari ini juga."
"Gue mau kesana."
"Gue ikut." Lanjut Rara.
"Gue mau ikut. Tapi anak gue gimana?"
"Lo di rumah aja Fyo. Nanti gue panggilin Susan buat nemenin lo."
Susan anak tetangga Fyona yang usianya masih sekitar 10 tahun. Dia memang sering main ke rumah Fyona. Katanya mau lihat adik bayi.
"Ya udah. Lo semua hati-hati ya. Gue titip salam sama ibunya Dero."
"Ia pasti gue sampein. Kita duluan ya. Lo hati-hati di rumah. Al sama yang lain udah ke sana duluan."
*****
"Lepas. Lepasin saya pak saya mohon. Hari ini sahabat saya akan di makamkan. Saya hanya ingin lihat dia untuk yang terakhir kalinya. Pakk!!"
Teriakan Kelvin bahkan bagaikan hembusan angin. Bisa dirasakan tapi tak bisa di lihat. Polisi disana mendengar teriakannya. Tapi mereka semua berusaha buta dan tuli untuk tidak melihat perilaku Kelvin.
"Pak. Jangan pura-pura tidak dengar. Sahabat saya meninggal dan hari ini pemakamannya. Izinkan saya melihat dia sebentar saja. Saya mohon."
Lagi-lagi teriakan Kelvin tak ada artinya. Hanya penghuni lapas yang menatapnya dengan berbagai ekspresi. Ingin rasanya Kelvin mencongkel mata mereka satu per satu.
"Saya tidak akan kabur saya janji. Tapi izinkan saya melihat sahabat saya." Suaranya melemah. Air matanya terus mengalir setiap kali dia teringat kekejaman anak buah Danang. Ingatkan Kelvin untuk membunuh mereka jika saja polisi-polisi itu tak percaya dengan semua kata-katanya.
Ya, polisi itu sempat mengintrogasinya sebelum dia benar-benar di masukkan ke dalam sel. Tapi ada saja polisi yang tidak percaya setiap kali dia membuka mulut. Ingin rasanya Kelvin mencakar wajah polisi itu.
"Arghhh brengsek.!!" Teriaknya sambil menendang brutal jeruji besi. Aksinya itu mengusik kenyamanan beberapa orang yang di anggap kuat di dalam sel tersebut. Dia bahkan berdiri mendekati Kelvin dengan beberapa pengikutnya di belakang.
"Mulut lo gak bisa diem hah?!"
Kelvin mendelik malas. Dia memutar tubuhnya menghadap pria dengan perawakan sedikit lebih besar darinya tapi tak lebih tinggi darinya."Kalau gue gak bisa lo mau apa?"
"Ck belagu lo."
"Lo mau nantangin gue? Gak takut lo jantung lo gue injek?!" Inilah Kelvin sebenarnya. Kejam dan sangat kejam jika merasa tertantang.
*****
Rintikan hujan berubah menjadi guyurah hujan yang deras. Namun tak satupun dari sembilan orang disana yang berniat meninggalkan pusaran makam yang baru di huni itu.
Jenita, ibunda Dero tak hentinya menangisi putranya itu. Mata sembabnya menggambarkan jika dia adalah sosok ibu yang sangat terpukul akan kehilangan putranya.
Di dampingi dengan Roland, ayah angkat Dero, suami Jenita. Dia terus memeluk nisan bertuliskan nama putranya.
Rara dan Gisel tak kuasa melihat pemandangan di depannya. Hatinya berdenyut sakit. Bagaimana tega seorang paman sampai menghabisi nyawa keponakannya sendiri dengan kejam.
Polisi sudah menangkap Danang serta anak buahnya. Tentu saja dengan bantuan para sahabat Dero dengan segala kekuasaanya.
Seandainya waktu bisa di ulang. Mereka akan memaksa Dero untuk tidak bekerja hari itu. Ya, hanya sendainya waktu bisa terulang.
"Tante udah ya. Dero udah tenang di sana. Ikhlaskan putra tante." Rara mendekat dan memeluk Jenita. Dia paham bagaimana rasanya kehilangan seorang anak.
"Ra.... " Tangisnya kembali pecah. Hanya sebentar karena Jenita pingsan setelahnya.
"Tante astaga...!!"
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Thank you ❤~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Medan, 211104
AlinKheil 🐰
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Papaku Crazy!! [END]
Teen FictionSekolah-Kuliah-Kerja-sukses-Menikah-Hidup Bahagia. Kebanyakan orang memiliki rute masa depan yang cerah seperti itu. Tapi apa jadinya jika Kedua orang tuamu memaksamu menikah dan harus memiliki anak di usia yang bahkan kamu sendiri baru tamat SMP? ...