📖 Chapter 1 📖

2.3K 70 0
                                    

Dua tahun lalu....

        Lima orang dewasa telah berkumpul di meja makan. Salah satunya seorang gadis bernama lengkap Fyona Xierly. Berkali-kali dia meminta diri untuk pergi namun hasilnya selalu nihil. Ibunya melotot tajam setiap kali dirinya bergerak gusar. Saat ini mereka sedang makan malam bersama di restauran mewah. Tumben sekali, biasanya mereka akan makan malam di cafe sambil membahas bisnis.

        Kebetulan ayah nya tidak begitu menyukai sesuatu yang terlalu mewah. Yang terpenting berkelas dan nyaman.

        Seorang wanita yang terlihat seumuran ibunya itu tersenyum ramah. Tidak jarang dia melemparkan pertanyaan yang cukup aneh. Biasanya jika orang tua bertanya kepada anak rekanya pasti tidak jauh-jauh dari pelajaran di sekolah atau mungkin kehidupan di sekolah. Ada juga terkadang bercanda menanyakan pacar. Tapi orang tua di hadapan Fyona justru menanyakan hal yang lain, contohnya seperti..
"Kapan rencana menikah?"

        Heol, itu seharusnya di tanyakan pada orang yang sudah berusia di atas dua puluh lima tahun bukan? Ini Fyona masih sekolah loh. Baru juga tujuh bulan yang lalu lulus SMP masa sudah mendapat pertanyaan seperti itu? Atau wajah Fyona terlalu tua sehingga mereka tidak bisa membedakan kalau sebenarnya dirinya masih tingkat pertama di sekolah menengah atas?
Fyona menatap ibunya yang justru tersenyum menanggapi pertanyaan gila wanita di hadapan ibunya itu.

        "Jangan tanya seperti itu Ge,,," Bagus ma, itu memang seharusnya jawaban seorang ibu kepada anaknya yang masih sekolah.

        "Kamu tahu jawabannya Ge." Kali ini papanya yang menjawab sambil tersenyum. Tunggu. Fyona tidak paham. Kenapa papa melemparkan jawaban pada tante Ge Ge itu?

        "Fyona sayang, kamu cantik sekali malam ini." Biasa juga cantik tante. Sambil ngedumel dalam hati, Fyona tersenyum ramah.

        "Tante juga cantik sekali malam ini." Balasnya.

        "Memang malam sebelumnya tante tidak cantik ya?" Pertanyaan apa itu? Ketemu juga baru hari ini. Memangnya sebelumnya pernah bertemu. Mohon maaf tan, Fyona lupa.

        Gadis itu hanya tersenyum canggung. Dia menatap ibunya yang justru tertawa lebar. Kemudian mengelus lengan Fyona.

        "Panggilnya mama saja ya. Mama Gea dan Ayah Edno."

         Mama? Ayah? Kenal juga tidak. Ketemu juga baru sekali. Fyona lebih memilih menyuarakan pikirannya dalam hati. Mana mungkin dia berani menyangkalnya. Dia hanya tersenyum canggung sambil kembali menatap ibunya yang telah mengelus rambut panjang Fyona yang sengaja dia gerai.

        "Dia akan menjadi ibumu juga nak. Dan om Edno akan menjadi ayahmu juga." Meskipun bingung Fyona tetap mempertahankan senyumannya. Pikirannya mencoba menerkah-nerkah. Apa ibunya memberikan dirinya pada orang lain untuk di adopsi? Apa wanita di hadapannya tidak memiliki anak? Atau... Jangan-jangan mama dan papa bukan orang tua kandung Fyona? Matanya membulat tidak percaya dengan hidpotesisnya sendiri.

        "Kenapa kamu melotot gitu, apa yang kamu pikirkan?" Seolah tahu, Reno bertanya pada putrinya yang kebingungan.

        "Kenapa Fyo harus memanggil tante Gea dengan sebutan mama? Apa Fyo bukan anak kandung kalian?"

         Resti memukul kuat lengan Fyona membuat wanita itu memekik kesakitan. "Sembarangan kamu bicara. Mama yang nyimpen kamu di rahim dulu. Mama bawa kamu kemana-mana selama tujuh bulan sebelum mama brojolin kamu karena terpaksa."

        Usia kehamilan manusia normalnya sampai sembilan bulan sepuluh hari, tapi Fyona saat itu lahir dengan keadaan prematur. Padahal ibunya bilang dia tidak penyakitan atau apapun yang mengharuskan Fyona di lahirkan di usia kandungan yang belum waktunya. Kata ibunya dulu dia genit ketika masih di dalam kandungan. Dia selalu bergerak aktif di dalam perutnya setiap kali ibunya melihat anak kecil khususnya laki-laki yang tengah bermain.

        Ketika sedang menjenguk sahabatnya yang telah melahirkan bayi laki-laki juga Fyona justru bergerak sangat aktif. Bahkan setelah menggendong bayi laki-laki anak sahabatnya itu, perutnya mendadak sakit dan saat itu juga Fyona di lahirkan.

        "Ya, Fyo cuma nanya ma." Kesalnya sambil mengelus lenganya yang panas.

        "Kamu lucu sayang. Jadi mulai sekarang kamu panggilnya ayah sama mama. Oke." Om Edno tersenyum manis. Pria itu sangat tampan. Bahkan di usianya yang sudah terbilang tua juga masih terlihat gagah.

        "Biar lebih akrab gitu." Giliran Gea yang berkata.

        "Baiklah tante eh ayah eh apa sih kok jadi belepotan gini. Mama maksudnya." Katanya di sertai tawa semua orang.

        Bertepatan dengan itu pesanan mereka semua datang. Fyona yang memang anaknya ceriah di tambah kegilaan kedua orang tuanya membuat suasana semakin seru. Tak jarang mereka menjadi tontonan banyak orang karena sempat ribut.

        "Halah, biar saja. toh kita juga bayar disini." Gea bersuara sedikit berbisik karena banyak pengunjung yang menatap ke arah mereka.

        "Katanya biar saja ma, tapi kok bisik-bisik ngomongnya." Fyona yang juga ikut memajukan tubuhnya menanggapi perkataan Gea. Sekarang bahkan dia sudah terbiasa dengan panggilan mama dan ayah padahal tadi masih belepotan.

        "Eh ia ya." Semuanya kembali tertawa.

        "Duhh kenapa mama gemas sama kamu Fyo, rasanya pengen cepat-cepat di jadikan menantu. Gak sabar akutuh." Gaya bahasa dan logat tubuhnya ketika berbicara sudah seperti anak muda jaman sekarang.

        "Sayang, kamu punya pacar tidak?" Fyona yang tengah mengunyah, terhenti sejenak sekedar untuk menatap Gea dan Edno. Entah kenapa orang tuanya juga ikut-ikutan menatapnya.

        "Enggak ma." Jawabnya di sertai cengiran lebar. Kebetulan Fyona tipe anak yang masih suka belajar. Kalau katanya untuk pacaran, rasanya dia masih malas. Akibat masalalunya dulu dia jadi belum ada niat untuk membuka kembali hatinya yang terluka.

          Gea tersenyum lebar. "Jangan pacar-pacaran ya." Ini baru namanya orang tua. Melarang anak untuk pacaran ketika masih sekolah. Bukan seperti ibunya yang melulu menanyakan pacar dan papanya yang juga selalu memintanya bersiap menjadi ibu. Kan gila!

          "Astaga, keasikan sih kita bercanda jadi lupa tujuan kita." Gea mengingatkan semua orang di sana. Fyona tidak memperdulikan perkataan Gea. Yang dia lakukan hanya memotong stik daging di hadapannya. Dia sudah tahu jalan ceritanya. Tentu saja tidak jauh-jauh dari bisnis. Biasanya juga seperti itu.

         Fyona memasukkan stik yang telah di potong tadi ke dalam mulutnya lalu memuntahkannya kembali. Matanya melotot di barengi dengan kedua tangannya yang mengkorek telinganya barang kali dia salah dengar.

        "Apa?"

         "Ia sayang. Kamu tidak di beri pilihan jadi kamu tidak bisa memilih." Resti menjelaskan dan perkataanya jelas yang artinya tidak bisa di bantah.

AlinKheil 🐰
Medan, 2157

Mama Papaku Crazy!! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang