📖 Chapter 45 📖

294 18 0
                                    

"Pokoknya saya tidak mau tau. Kamu harus lenyapkan dia hari ini juga. Kalau tidak kamu yang saya lenyapkan."

Satu pria setengah tua duduk di kursi rotan dengan sebelah tangan memegang cerutu yang setia dia hisap. Dua pria berbadan besar penuh tatoo berdiri menunduk padanya.

"Tapi tuan, apa salahnya sampai tuan melakukan itu?"

Salah satu pria itu membuka suara karena memang penasaran. Tuannya itu tidak pernah membunuh orang. Tapi kalau menghancurkan orang, sering.

"Salahnya karena dia lahir ke dunia ini dan membunuh adik kesayangan ku!" Nadanya terdengar sangat dingin. Giginya saling mengerat di setiap dia mengatakan kalimatnya.

"Tuan, dia tidak...."

Prankk

Timah panas baru saja dia lepas dan tepat mengenai guci besar di sebelah mereka.

"Kamu terlalu banyak bertanya. Lakukan saja tugas mu. Aku akan membayarmu berkali-kali lipat. Wanita sialan itu selalu berbohong setiap kali aku bertanya."

"Baik tuan."

*****

Ruangan kamar yang sangat besar masih penuh dengan taburan kelopak mawar. Lilin-lilin aroma berjajar indah membentuk gambar hati yang di bagian tengahnya banyak mawar yang sudah di pisahkan dari tangkainya lalu ada juga dua mawar putih sebegai pelengkap.

Melihat ke atas sedikit di tempat tidur juga sama. Banyak kelopak mawar dan sepasang angsa yang terbuat dari handuk biru muda. Maklum kamar pengantin baru.

Rara terdiam menatap bunga-bunga itu. Masih menggunakan jubah mandi karena memang Rara baru selesai mandi. Rambutnya saja masih basah.
Gion memeluknya dari belakang. Tak lupa memberikan kecupan di pipi yang terus menjalar sampai leher.

"Kenapa hem."

"Ini kenapa ada lagi. Aku udah buang ini semalam. Kenapa ada lagi mawar-mawar ini." Kesalnya. Ya pesta mereka sudah berlalu semalam. Dan Rara juga sudah membuang semua mawar-mawar itu. Menurutnya sangat tidak berguna. Tapi hari ini ada lagi.

"Paling juga kerjaan Bi Ningrum. Dia kan emang suka yang sweet sweet gini." Jelasnya mengecup pipi Rara. Baru tau loh ternyata Gion itu hoby banget cium-cium.

"Sayang mau lagi."

"Apaan?" Ketus Rara. Dia paham kemana arah pembicaraannya. Tapi dia saja masih malu. Sedari tadi Rara terus menghindari Gion.

"Ck, gak nurut suami dosa tau." Yang benar saja. Matahari di luar saja sudah terang-terangan menampakkan wajahnya. Masa ia harus lanjut season tadi malam?

"Kamu napsuan ya. Gak mau ah capek." Rara melepas pelukan Gion. Dia berjalan menuju meja rias.

"Sayang. Aku mau cepat juga."

Rara melihat Gion dari pantulan cermin. "Kamu mau kemana?"

"Gak kemana-mana. Maksud aku mau cepat juga punya baby kayak Al."

"Ihhh,, Gion. Kita masih sekolah. Senin besok kita ujian kalau kamu lupa."

"Ia aku ingat tapi kan bisa home schooling kayak Fyona. Nanti barengan deh sama Fyo. Al bilang Fyona gak ada temennya. Ya udah kamu aja yang nemenin. Ya mau ya."

Rara tidak menjawab perkataan Gion. Dia lebih memilih berjalan melewati suaminya itu. Mengambil pakaian di lemari dan masuk lagi ke kamar mandi.

"Sayangg." Gion memukul-mukul pintu kamar mandi. Rara ingin tertawa, tapi kalah dengan jantungnya yang ingin lepas serta malunya yang masih terlihat jelas di wajahnya mengingat mereka tadi malam.

Kalau bukan karena Gion yang memulainya. Rara tidak mungkin melakukannya. Padahal sebelum memutuskan untuk menikah. Rara sudah membuat rencana untuk malam pertamannya. Dia akan memberi benteng tinggi supaya Gion tidak menyentuhnya.

Namun rencana tinggal rencana. Gion menggendongnya ke kamar setelah selesai acara, dan saat itulah dia melancarkan aksinya. Resmi sudah jadi nyonya Gion.

"Sayang kalau kamu gak keluar, aku dobrak ni. Satu... " Ancamnya.

"Dua."

Tepat di hitungan ketiga Rara membuka pintunya. Kedua tangannya diletakkan di pinggangnya. Jangan lupakan matanya yang melotot lebar.

"Rusak aja pintunya. Mentang punya duit banyak. Gak bisa apa kamu nunggu sebentar, hah. Aku masih pakai baju." Rara menjewer telinga Gion membawanya menjauh dari sana.

"Sayang baru semalam kita resmi jadi suami istri, masa kamu udah KDRT gini sih. Aku laporin ke buk Susi nanti kamu." Rajuknya mengelus telinganya yang sedikit panas.

"Ngapain kamu lapor ke bu Susi. Mau di tenggelamkan kamu?"

"Janda dong kamu, kalau aku di tenggelamkan."

"Ya cari lagilah, apa susahnya?!"

"Tega kamu."

"Ya kamu yang lebih tega ninggalin aku sendiri. Mana baru semalem lagi nikah. Capeknya juga belum hilang. Cuti liburnya juga belum habis. Masa harus udah janda aja."

Gion tertawa gemas. Raranya dari dulu memang tidak pernah berubah. Selalu menggemaskan dan Gion makin sayang.

"Dih amit-amit lah. Gak mau pisah sama kamu. Ihhh serem ih, kita cerita yang seru aja deh jangan cerita janda gitu. Serem tau." Katanya memeluk Rara. Yang bahas duluan siapa. Yang takut siapa.

"Ya udah sarapan dulu kita." Ajaknya. Gak ingat dia sekarang sudah jam dua belas siang.

****

Dero, Al, Kelvin, Bagas dan Gilang. Mereka semua sedang berkumpul di kamar Bagas dengan tumpukan buku yang berserakan di lantai. Mereka kedatangan personel baru yaitu Gilang.

Sebenarnya Gilang juga sering gabung dengan mereka. Cuma akhir-akhir ini dia juga sibuk karena harus membantu ayahnya yang pengacara.

Sebelumnya juga mereka memang sering bertemu untuk membahas pekerjaan bukan pelajaran. Kalau di bilang mereka semua tidak ada yang bodoh sebenarnya. Apalagi Al yang katanya tidak berguna di sekolah.

Dia itu memiliki otak yang paling cerdas di antara mereka ber enam. Mungkin jika di sandingkan dengan Fyona, wanita itu akan kalah. Tapi entah kenapa Al tidak pernah mau memperlihatkan kepintarannya ketika di SMA. Padahal dulu ketika masih SMP Al tidak pernah lepas dari juara umum. Gilang yang bilang karena mereka satu sekolah. Kalau Dero, Kelvin, Gion dan Bagas mereka satu sekolah dulu.

"Tunggu deh. Kalau lo buka cabang di daerah itu gak bakal laku bego." Bagas menoyor kepala Gilang. "Yang ada saingan sama tetangga. Lagian ya, kawasan itu juga gak bagus. Gue pernah denger di sana sering tawuran. Sering ada copet lagi."

"Gue setuju sama lo Al. Pantai memang paling cocok untuk kuliner." Dero menimpali.

"Teringatnya kenapa lo harus buka bisnis kuliner juga sih. Nambah saingan gue aja. Gak nyambung banget sama jurusan lo. Kenapa gak buka jasa konsultan aja sih?" Al sedikit tidak rela saja sebenarnya jika Gilang juga harus memilih membukan bisnis kuliner seperti dirinya. Nambah saingan katanya.

"Lo kenapa gak kasih saran sih Elv." Semuanya menatap Kelvin yang sedang berdiri di dekat jendela di balik tirai. Entah apa yang dia lihat, yang jelas kedua tangannya terkepal dan guratan di wajahnya terlihat jelas. Tanda kalau dia sedang sangat marah.

Tapi marah dengan siapa??
















Medan, 211009
AlinKheil 🐰

Mama Papaku Crazy!! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang