📖 Chapter 48 📖

236 19 0
                                    

"Kenapa sih lo harus kerja disini? Gue punya perusahaan. Al punya restoran, Gion, Bagas, bahkan Gilang juga. Kenapa lo malah milih kerja disini jadi pelayan."

Dero hanya tersenyum lebar sembari tangannya membersihkan meja yang kotor. Di antara mereka semua, hanya Dero satu-satunya orang yang bukan berasal dari kalangan orang kaya. Kehidupannya saja bergantung dengan orang tua Gion. Maka dari itu dia harus bekerja paling tidak untuk biaya hidupnya sendiri. Dia tidak mungkin selamanya bergantung pada orang tua Gion.

"Lo berhenti kek jadi maid gini. Kerja di kantor gue aja deh." Sudah entah ke berapa kalinya Kelvin membujuk Dero. Lagi-lagi jawabannya selalu sama.

"Gue gak mau terus-terusan bergantung sama kalian. Gue juga mau sukses dengan usaha gue sendiri. Gue gak masalah kalau harus jadi maid gini. Sekalian gue bisa lihat cewek-cewek cantik."

Dero tersenyum lebar, bahkan sampai tertawa. Tapi tak sedikitpun lelucon Dero membuat Kelvin yang ikut tertawa. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, menatap aneh sahabatnya itu.

"Lo lagi ada masalah?"

Lagi. Dero hanya tersenyum. "Masalah apa sih perasaan lo doang kali. Udah deh, lo kalau mau ngajak gue gobrol entar aja. Gue masih kerja ini." Dero membersihkan meja sebelahnya.

Kelvin menghembuskan napasnya perlahan. "Lo kalau butuh apa-apa kabarin gue. Gue siap ngebantu lo."

"Apaan sih lo. Biasa juga gue sering nyusahin lo." Entah sudah keberapa kalinya Dero tertawa dan semakin menambah kecurigaan Kelvin.

"Udah deh. Lo pulang sana. Nanti malem gue ke rumah lo." Usirnya.
Sepeninggalan Kelvin, dia kembali di hadapkan dengan pemandangan tak enak. Sudah beberapa hari ini dia di hantui rasa takut. Entah benar atau tidak, kenyataannya dia memang takut.

****

Sebulan itu waktu yang berat untuk sekedar mengikhlaskan dan melupakan seseorang. Apalagi dia orang yang teramat di sayang?!

Tapi Al tidak mau terlalu larut dalam kesedihan. Ada dua wanita yang harus dia hibur. Ibunya dan istrinya yang tengah mengandung.

Sejak kepergian Edno. Gea lebih sering diam. Tidak seperti biasanya yang suaranya menggelegar dan juga tingkahnya tidak jauh berbeda denganya, petakilan.

Tak jarang Dero dan yang lain menghibur tantenya itu. Dengan berbagai lawakan yang Dero lontarkan. Tapi ya, manjurnya saat sedang bersama mereka. Jika sendiri seperti ini. Semuanya kembali sama. Kamar sepi, dengan berbagai foto keduanya yang tergantung indah.

Gea ingin menangis, tapi rasanya dia sudah terlalu lelah. Sudah sebulan, masa harus menangis setiap hari?

Dia menghembuskan napasnya kuat-kuat. Melangkahkan kaki menuju kamar mandi sekedar untuk membersihkan diri.

Sudah sebulan juga dia di temani anak dan menantunya. Kehadiran mereka cukup menghiburnya. Gea sering tertawa ketika mendapati Al yang sering berbicara di depan perut buncit Fyona.

"Gak sabaran banget sih kamu. Belum waktunya dia keluar." Gea bergabung bersama mereka. Duduk di seberang Fyona.

"Gemes tau ma. Lihat nih, perut Fyona besar banget. Udah berapa bulan sih sayang. Perasaan kok cepat banget besarnya." Al kembali memainkan perut Fyona.

"Ia mama juga penasaran. Dulu waktu hamil Al, usia empat bulan gak sebesar itu deh. Itu udah enam bulan kan ya. Kamu salah hitung pasti kan?"

Fyona tersenyum di sela tangannya yang mengelus perutnya. "Enggak kok ma, Fyo gak salah hitung. Memang masih empat bulan. Cuma ya karena isinya banyak jadi ya kelihatan besar banget."

Gea mengerutkan kening. Berbeda dengan Al yang tersenyum lebar. Memang mereka tidak memberi tahukan kepada siapapun tentang Fyona yang mengandung anak kembar. Katanya biar surprise gitu.

"Jadi ma. Sebenarnya anak Al itu ada tiga di dalem." Al mengelus perut Fyona. Kali ini Al duduk di sebelah istrinya setelah tadi duduk di lantai.

"Sumpah demi apa, kamu serius??!"

"Ia ma." ke duanya mengangguk.

"Kok gak bilang waktu itu."

"Biar surprise aja gitu." Al menyahuti. "Mama seneng gak?" Lanjutnya.

"Ya senenglah. Minta satu di kasih tiga. Gimana sih caranya. Bibit unggul banget kayaknya kamu Al." Haduh, gilanya mama, mulai balik nih kayaknya.

"Kamu pakai posisi apa kok bisa sampai dapet tiga sekaligus gini. Mama dulu mintanya tiga di kasihnya satu. Kayaknya Ayah kamu dulu gak punya variasi gaya, gitu-gitu melulu." Tuh kan.

Al menatap Fyona yang sedikit memerah wajahnya. Meskipun mereka sudah sering melakukan, tapi jika bahas itu tetap saja dia malu.

"Al itu mah, pakai posisi kayang loh ma. Kadang juga posisi lompat kodok. Yang lebih seru posisi Al yang bentar lagi jadi Ayah." katanya mengecup perut Fyona di tiga tempat berbeda. Seolah-olah posisi anaknya ada di sana.

Gea memberengutkan wajahnya kesal." Mama serius juga. Eh teringatnya sekolah kamu gimana sayang. Kan gak mungkin kamu ke sekolah dengan perut kamu yang seperti itu. Sekolah kah larang siswinya hamil tapi masih sekolah."

Kenapa ibunya itu baru sadar sekarang kalau hal itu di larang. Kenapa gak dari dulu saja sadarnya. Sekarang sudah jadi, baru khawatir.

"Al udah urus home scholingnya ma. Mulai besok Fyo sekolah di rumah." Al menjelaskan. Tak lepas sebelah tangannya merangkul bahu Fyona dan sebelah lagi mengelus perutnya yang kian membesar.

"Ya sudah. Demi kebaikan kalian. Di rumah aja gak papa kan sayang?" Gea mendekat. Tangannya terulur sekedar mengelus rambut hitam Fyona.















Medan, 211017
AlinKheil 🐰

Mama Papaku Crazy!! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang